Bushra: Kota Kuno Saksi Tanda Kenabian Muhammad
HIDAYATUNA.COM – Suatu ketika, setelah melakukan perjalanan yang amat jauh, kafilah dagang Abû Tâlib bersama ponakannya Muhammad akhirnya sampai di sebuah tempat di Bushra. Bushra memiliki hubungan yang erat dengan negeri-negeri Arab lainnya di bidang perdagangan. Di negeri ini terdapat sebuah pusat perdagangan yang besar dan bersifat terbuka bagi para pedagang dari berbagai suku dan bangsa. Pemerintah Bizantium (Romawi), penguasa wilayah pada saat itu tidak mengizinkan para pedagang Arab untuk bermukim dan berdagang di wilayah kekuasaan mereka, kecuali di beberapa kota tertentu di Syam, salah satunya Bushra.
Di kota Bushra inilah Abû Tâlib dan kafilahnya bertemu dengan seorang rahib vang bernama Bahira atau Buhaira. Dalam kitab-kitab sejarah Bizantium disebutkan bahwa Bahira adalah seorang rahib Nestorian yang menganut aliran Aryus dan Nestor, yang mengingkari sifat ketuhanan Yesus. Ketika melihat Muhammad kecil selalu dipayungi oleh awan, Bahira segera memperhatikan beliau dengan seksama dan menghampirinya. Lalu diperiksanya sekujur tubuh Muhammad untuk melihat tanda-tanda ke-nabian yang diterangkan dalam kitab – kitab suci terdahulu. Ia menemukan tanda kenabian itu dipunggung Muhammad di antara kedua punat alam kitah. kitab suci terdahul menemukan tanda kenabian itu di punggung Muhammad , di antara kedua pundaknya, lalu ia mencium tanda itu. Bahira melihat tanda kenabian pada diri Muhammad nuskrip Nasrani yang disimpannya. –
Pada kesempatan tersebut, Bahira berpesan kepada Abû Tâlib agar ia menjaga Muhammad dan berhati- hati terhadap rencana jahat orang- orang Yahudi. Pasalnya, Allah telah menakdirkan nabi terakhir berasal dari bangsa Arab dan nabi itu adalah Muhammad . Adapun orang-orang Yahudi menginginkan status kenabian tu selamanya milik bani Israel. Itu- lah sebabnya mereka akan berusaha jika untuk membunuh Muhammad mereka mendapat kesempatan.
Dalam dua kali kunjungan ke negeri Syam, sebenarnya Muhammad banyak mengunjungi da- erah-daerah yang berada di sana. Namun, hal ini jarang disinggung oleh sebagian sejarawan di karenakan perhatian mereka lebih tertuju pada peristiwa-peristiwa yang terkait dengan nubuwwah beliau yang disampaikan oleh beberapa rahib Yahudi.
Meski Muhammad kala kunjungan pertamanya ke Syam masih kanak-kanak dan kunjungan juga dalam rentang waktu yang singkat, beliau tetap berkesempatan mengenal daerah-daerah bersejarah di sana. Beliau juga mendengar informasi tentang Kerajaan Romawi dan agama yang mereka anut serta permusuhan mereka dengan Kerajaan Persia.
Berkat perjalanan itu, Nabi dapat mengetahui asal-usul suku-suku di Syam, yang masih bertalian dengan penduduk Hijaz dan Jazirah Arab pada umumnya. Pada kunjungan dagang ke Syam yang kedua, Nabi Muhammad mengadakan kontak dengan beberapa orang ahlul kitab. salah seorang di antara mereka ialah seorang rahib Nestorian murid Bahira.
Sebenarnya, setelah diangkat menjadi Nabi dan Rasul pada usia 40 tahun, Muhammad pernah kembali ke Syam dalam rangka menyerang penduduk Dumatul Jandal. Dumatul Jan- dal terletak di sekitar jarak lima belas hari perjalanan dari Madinah dan lima hari dari Damaskus. Di masa lampau, wilayah Irak, Suriah, Lebanon, dan Palestina yang dikenal sekarang dina makan Syam. Daerah-daerah yang mungkin dilalui Nabi saat pergi ke Syam dianta-ranya ialah Madyan, Wadil Qura, dan Diyar Tsamud yang dikenal pula da-lam kisah-kisah para nabi terdahulu, serta beberapa kawasan subur dian-tara hamparan padang pasir gersang dan gunung-gunung batu tandus di sepanjang Hijaz-Syam.
Sumber: Ensiklopedia Peradaban Islam Damaskus, Kementerian Agama