Bolehkah Mengambil Barang Temuan Di Jalan?
HIDAYATUNA.COM – Menemukan barang di jalan terkadang membawa dilema tersendiri dalam hati. Apakah kita boleh mengambilnya atau membiarkannya saja? Ataukah kita berhak atas barang tersebut?
Dikutip dari Islam.nu.com, dalam istilah fikih, barang yang ditemukan di tempat terbuka (bukan di tempat terjaga) disebut dengan luqathah. Dimana pihak penemu barang tidak mengetahui pemiliknya.
Syekh Ahmad bin Umar As-Syathiri menegaskan dalam Islam.nu.com
وَشَرْعًا مَا وُجِدَ مِنْ حَقٍّ مُحْتَرَمٍ غَيْرَ مُحْرَزٍ لَا يَعْرِفُ الْوَاجِدُ مُسْتَحِقَّهُ
Artinya, “Menurut syara’, luqathah adalah barang yang ditemukan berupa hak yang dimuliakan di tempat yang tidak terjaga. Dimana penemu barang tidak mengetahui orang yang berhak atas barang tersebut.” (Lihat Syekh Ahmad bin Umar As-Syathiri, Al-Yaqutun Nafis, Jeddah, Darul Minhaj, cetakan ketiga, 2011 M, halaman 505).
Mengawali dengan Keikhlasan
Syekh Muhammad bin Ahmad bin Umar As-Syathiri mengatakan:
فَلَوْ كَانَ شَخْصٌ يَمْشِيْ فِي الطَّرِيْقِ فَوَجَدَ مَثَلًا حَقِيْبَةً مَرْمِيَّةً عَلَى جَانِبِ الطَّرِيْقِ وَبِدَاخِلِهَا نُقُوْدٌ أَوْ وَجَدَ إِنَاءً أَوْ كِتَابًا وَصَاحِبُهُ غَيْرُ مَعْرُوْفٍ فَهَذَا الْعَيْنُ الْمَوْجُوْدَةُ تُسَمَّى لُقَطَةً لِأَنَّ لَاقِطَهَا لَا يَعْرِفُ مَالِكَهَا
Artinya, “Apabila seseorang berjalan di jalan kemudian menemukan tas yang tergeletak di tepi jalan dan di dalamnya terdapat emas, atau ia menemukan bejana atau buku, sementara pemiliknya tidak diketahui. Maka barang yang ditemukan ini disebut dengan luqathah, sebab penemu barang tersebut tidak mengetahui pemiliknya.” (Lihat Syekh Muhammad bin Ahmad bin Umar As-Syathiri, Syarah Al-Yaqutun Nafis, Jeddah, Darul Minhaj, cetakan ketiga, 2011 M, halaman 505).
Namun ketika kita mengetahui siapa pemilik barang yang jatuh di jalan tersebut, entah dari identitas atau jejak yang ditinggalkannya. Maka kita wajib mengembalikannya kepada pemilik.
Ketika melakukan amal salih mengembalikan barang tersebut yang terpenting ialah keikhlasannya. Ketika menemukan barang di jalan, kemudian kita berniat mengembalikannya harus benar-benar dilandasi ketulusan.
Sebab bisa saja ketika di tengah jalan niat itu berubah, maka yang utama dari hal tersebut ialah mengawali dengan keikhlasan. Itu berarti tidak mengharapkan apa pun kecuali imbalan dari Allah SWT. entah apa pun itu.
Apakah berupa pahala, atau dimudahkan jalan hidupnya, atau hal lainnya yang tidak pernah kita sangka-sangka. Wallahu’alam bishowab.