Aturan Halal di RUU Ciptaker Dinilai Tak Sesuai Ajaran Islam
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Aturan halal yang terdapat di dalam rancangan undang-undangĀ (RUU) Cipta Kerja dinilai tidak sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini disampaikan oleh Ketua Majelis ulama Indonesia (MUI) Bidang Pemberdayaan Ekonomi Umat Lukmanul Hakim.
Menurut dia, aturan RUU yang memperbolehkan BPJPH bekerja sama dengan ormas Islam berbadan hukum untuk sertifikasi halal disebut menyalahi Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
Dengan demikian, kata Lukmanul Hakim, pemerintah dalam hal ini telah masuk ke ranah ajaran Islam. Dimana pemerintah memasukkan fatwa halal menjadi bagian dari perizinan.
Ia menjelaskan di dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 telah diatur, jika BPJPH hanya bisa melakukan kerja sama dengan MUI.
“Rumusan tersebut tidak sesuai dengan ajaran Islam karena pemerintah masuk ke ranah substansi ajaran Islam atau fatwa halal dengan membuat halal menjadi bagian dari perizinan,” kata Lukmanul dilansir dar CNN Indonesia, Jumat (12/6/2020).
Lukmanul menyebut halal adalah ajaran Islam yang harus dipatuhi setiap muslim. Sehingga sertifikasi halal harus dilakukan oleh pihak yang memiliki otoritas keagamaan Islam.
Dia menilai RUU Cipta Kerja melonggarkan aturan sertifikasi halal untuk kepentingan investasi. Dia melihat ada kemungkinan umat Islam dibingungkan dengan standar berbeda dari sekian banyak lembaga yang dibolehkan melakukan sertifikasi halal.
“Membingungkan umat Islam dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Ini karena akan terdapat potensi beragamnya fatwa halal terhadap satu produk yang sama dari lebih dari satu lembaga fatwa,” tandasnya.