Zakiah Darajat, Perempuan Berkualifikasi Ulama
HIDAYATUNA.COM- Zakiah Darajat memiliki aneka sebutan seperti ahli psikologi agama, akademisi, dan muballighah. Lisannya fasih saat berdakwah dan tangannya terampil menghasilkan karya tulis. Sampai menjelang akhir hayat, dia tetap sibuk mengajar di berbagai perguruan tinggi Islam di Indonesia dan memberikan konsultasi psikologi.
Berilmu dan Aktif
Zakiah Daradjat lahir pada 6 November 1929 di Bukittinggi, Sumatera Barat. Dia tumbuh kembang di tengah-tengah keluarga yang taat memgang agama. Pada awal pendidikan formalnya, ia pergi belajar di Sekolah Dasar Muhammadiyah di pagi hari, dan Madrasah Diniyah di sore hari. Usai menyelesaikan Sekolah Dasarnya, dia melanjutkan ke Kulliyatul Muballighat Padang Panjang, dan selanjutnya ke SMA.
Pada tahun 1951, setelah menamatkan SMA nya, dia kuliah di Perguruan Tinggi Agama Islam (sekarang UIN) Yogyakarta, di Fakultas Tarbiyah. Sempat pula Zakiah merangkap kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), walau tak sampai lulus.
Tahun 1956, Zakiah mendapat beasiswa di program S2 Fakultas Pendidikan Universitas Ein Shams Kairo Mesir. Dia menyelesaikan S2-nya pada tahun 1959 dengan spesialisasi Mental Hygiene dengan tesis mengenai problema remaja Indonesia. Hal yang istimewa, satu tahun sebelumnya dia mendapat diploma Pascasarjana Pendidikan dari universitas yang sama. Dengan keahliannya tersebut, dia sering berlatih praktik di klinik kejiwaan di almamaternya. Selepas S2, Zakiah langsung melanjutkan ke program S3 di Universitas yang sama dan meraih gelar Doktor pada 1964 dalam bidang psikologi.
Sepulangnya ke Tanah Air, Zakiah bekerja di Kementrian Agama. Atas saran K.H Saifuddin Zuhri-Menteri Agama ketika itu-Zakiah membuka klinik konsultasi di Kementrian Agama. Praktis, sejak itu aktivitas menasihati orang menjadi kesehariannya.
Zakiah juga membuka konsultasi kejiwaan pribadi. Klien atau pasiennya setiap petang bisa mencapai 4-10 orang. Dan setiap orang diberi waktu 45 menit unutk menyampaikan berbagai persoalan hidupnya. Saat berpraktik, Zakiah dikenal sebagai ahli jiwa yang sering menggunakan pendekatan agama sebagai solusi pemecahan persoalan.
Zakiah tercatat pernah menjabat sebagai salah satu Ketua MUI di saat Ketua Umum-nya dijabat oleh K.H hasan Basri (1984-1990). Saat ditanya soal “posisi”-nya di MUI itu, dia menjawab, “Mungkin karena persoalan perempuan sudah demikian penting untuk ditangani dan untuk itu perlu seseorang perempuan” ucapnya.
Zakiah pernah menjabat sebagai Direktur Pembinaan Agama Islam. ia juga pernah menjadi anggota Dewan Riset Nasional. Tak hanya itu, ia juga pernah menjadi anggota DPA (Dewan Pertimbangan Agung). Bersamaan dengan keanggotaannya di DPA, dia mendirikan Yayasan Pendidikan Ruhama, lembaga pendidikan sejak TK hingga SMA yang berlokasi di Legoso, Cirendeu, Ciputat. Amanah lain yang dia pegang adalah sebagai Guru Besar UIN Jakarta dan menjadi Ketua Perhimpunan Perempuan Alumni Timur Tengah.
Zakiah aktif berdakwah seakan tak pernah lelah. Contohnya pada tahun 1960-an, dia bisa berceramah lima sampai enam kali sehari di tempat yang berbeda. Sering pula ia tampil di sejumlah stasiun radio dan televisi.
Sebagai intelektual, Zakiah memiliki kecakapan yang “lengkap”. Lisannya fasih berceramah dan tangannya terampil dalam menulis artikel dan bahkan buku. Sudah puluhan buku yang dihasilkannya, bertemakan psikologi dan agama. Sebagian buku yang pernah ditulisnya adalah: “Kesehatan Mental”, “Ilmu Jiwa”, dan “Problem Remaja Indonesia”.
Sebagai pemiliki berbagai prestasi, Zakiah cukup banyak menerima penghargaan. Misal, penelitian yang kemudian menjadi disertasinya mendapatkan penghargaan dari Presiden Mesir pada tahun 1965. Medali Ilmu Pengetahuan itu disampaikan pada upacara hari Ilmu Pengetahuan.
Seakan tak cukup dengan semua kemampuannya, Zakiah juga mahir dalam berbahasa Arab. Kemampuannya inilah yang menjadi alasan bagi Amir Shabah Sahir as-Shabah memberinya penghargaan “Orde of Kuwait Fourth Class” pada 1977. Kehormatan ini diberikan atas peran Zakiah sebagai penerjemah bahasa Arab pada waktu Presiden Indonesia berkunjung ke sana.
Sementara di negeri sendiri, dia mendapat penghargaan Bintang Jasa Putera Utama atas peran dan karyanya dalam usaha membina serta mengembangkan kesejahteraan kehidupan anak Indonesia, pada 1988.
Berikut ini beberapa pendapat menarik Zakiah Darajat atas sejumlah tema seputar wanita.
Soal bisakah perempuan bebas untuk bekerja apa saja, Zakiah pun menjawab : “Di Zaman Rasulullah Saw, Siti Aisyah pernah ikut dalam peperangan. Siti Khadijah adalah seorang Konglomerat kaum Quraiys yang memiliki banyak anak buah laki-laki, tentu saja, kita tidak bisa melepaskan adanya kodrat dari kaum perempan yang menyebabkan dia punya keterbatasan. Tidak mungkin rasanya kalau kemudian ada perempuan yang menjadi kuli pelabuhan.”
Soal Perempuan yang berkarir? Zakiah menjawab “Boleh saja, asal dia tidak meninggalkan keperempuanannya. Perempuan itu dalam pandangan Islam harus pandai menjaga diri, tidak mudah tergoda, berpakaian sopan, tetap mencintai rumah tangganya, bertanggung jawab, hak dan kewajiban sebagai istri dan ibu harus ditunjukkan.”
Prof. Dr. Zakiah Darajat wafat pada 15 Januari 2013. Guru besar UIN Jakakrta itu berpulang pada usia 83 tahun. Semoga akan banyak lahir “Zakiah-zakiah” lain yang berkualifikasi ulama, sosok yang berilmu tinggi dan aktif mengamalkannya untuk kemaslahatan masyarakat.