Zaid bin Tsabit, Penulis Mushaf Alquran Pandai Berbahasa Yahudi

 Zaid bin Tsabit, Penulis Mushaf Alquran Pandai Berbahasa Yahudi

Korban Doktrin Satu Hadis (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Mungkin semua orang tahu bahwa Zaid bin Tsabit adalah salah satu dari penulis Alquran pada masa nabi masih hidup. Dia adalah ketua dari usaha khalifah Abu Bakar As Siddiq pada masa pengumpulan Alquran menjadi satu mushaf.

Tetapi, ada satu sisi yang perlu dipahami dari sosok sahabat Rasulullah ini, yakni kepintarannya dalam hal bahasa. Zaid bin Tsabit diriwayatkan mampu berbahasa Yahudi (bahasa Ibrani) dan bahasa Suryani (bahasa yang digunakan oleh kaum Kristen yang tinggal di kawasan Arab Timur atau kawasan Bahrain)

Oleh karena Zaid Bin Tsabit menguasai banyak bahasa dan bisa menuliskan bahasa tersebut, maka dia menjadi sekretaris Rasulullah. Jadi setiap Rasulullah berkirim surat pada orang Yahudi dan Nasrani pada masa itu, Zaid yang menuliskan suratnya.

Beberapa kali Zaid Bin Tsabit juga menjadi penerjemah dari Rasulullah ketika perbincangan dengan kaum Yahudi. Tidak mengherankan jika Zaid kemudian dipanggil sebagai tangan kanan dari Rasulullah.

Memilih jalur kecerdasan untuk berjuang dalam Islam

Dalam dunia Islam akan didapati remaja yang paling pertama masuk Islam adalah Ali bin Abi Thalib. Zaid bin Tsabit adalah remaja pertama dari kalangan sahabat Anshar yang pertama kali masuk Islam. Kecintaannya pada Islam membuat Zaid ingin berjuang atas untuk Islam.

Pada saat perang Uhud, keinginan Zaid untuk berjuang dituangkan dalam keinginan untuk mengikuti perang. Tetapi pada saat itu Rasulullah melarangnya, bukan karena Rasulullah tidak percaya pada kesetiaan Zaid, tetapi karena Zaid pada waktu itu masih kecil.

Bahkan digambarkan oleh para sejarawan bahwa pedang yang dibawa Zaid bin Tsabit lebih tinggi dari dirinya sendiri. Walau begitu, keinginan untuk berjuang di dalam Islam masih terus tumbuh, dia memilih jalur lainnya.

Jalan yang dipilih oleh Zaid bin Tsabit untuk memperjuangkan Islam adalah dengan kecerdasan yang dia miliki. Setelah Rasulullah tidak mengizinkan dia ikut berperang karena tidak cukup umur, maka kemudian dia pulang kerumahnya, dan belajar dengan giat.

Mula-mula Zaid berusaha menghafal beberapa surat Alquran, dan karena memang cerdas dalam tempo singkat dia sudah berhasil menghafalnya. Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Zaid bin Tsabit berhasil menghafalkan 17 surat dari Alquran.

“Wahai Rasulullah, ini anak kami Zaid bin Tsabit, dia hafal 17 surah dari Alquran, dan juga pandai baca tulis. Tulisannya indah, bacaannya lancar. Dia ingin berbakti kepada Anda dengan keterampilan yang ada padanya, dan ingin pula mendampingi Anda,” kata Nuwar binti Malik ibu dari Zaid bin Tsabit.

Setelah itu Rasulullah menyuruh Zaid membacakan Alquran di hadapannya. Rasulullah terkesan pada bacaan yang dibawakan oleh Zaid, maka kemudian Rasulullah menyuruh Zaid untuk menuliskan Alquran karena dia bisa menulis.

Jalur kecerdasan yang dipilih Zaid ini memang masuk akal, karena pada masa itu perjuangan untukĀ  Islam bukan hanya pada jalur perang. Rasulullah butuh juga sosok-sosok cerdas seperti Zaid agar Islam bisa berkembang tidak hanya karena peperangan.

Teladan dari Zaid bin Tsabit

Selain sebagai penulis wahyu Alquran, Zaid juga dikenal sebagai sosok sahabat yang sering menuliskan surat-surat dan menerjemahkan surat untuk Rasulullah. Zaid menguasai bahasa Yahudi (Ibrani) dan bahasa Suryani.

Pada waktu itu Rasulullah ingin menyampaikan surat pada kaum Yahudi, maka Nabi menyuruh Zaid untuk mempelajari bahasa Ibrani. Setelah satu bulan Zaid kemudian bisa menguasai bahasa Ibrani, barulah Rasulullah berkirim surat pada kaum Yahudi, dan ketika ada balasan Zaid yang menjadi penerjemahnya.

Rasulullah juga menyuruh Zaid untuk belajar bahasa Suryani, karena Rasulullah mendapatkan wahyu bahwa akan ada surat yang datang pada Rasulullah dengan bahasa Suryani. Setelah menguasai dua bahasa tersebut, Zaid tidak hanya sebagai penulis wahyu, tetapi juga menuliskan surat Nabi, dan juga sebagai penerjemahnya.

Teladan yang bisa diambil dari kisah Zaid bin Tsabit adalah bahwa berjuang dalam agama Islam tidak dibatasi oleh satu apa pun. Mereka yang ingin berjuang bisa memperjuangkan Islam lewat jalur yang dikuasainya.

Jika pandai dan cerdas, maka berjuang dengan jalur kecerdasan tersebut, jika kaya maka berjuang dengan kekayaan tersebut, dan jika kuat berjuang dengan kekuatan tersebut. Maka sebenarnya berjuang tidak hanya berperang tetapi banyak jalur lain yang bisa dilakukan untuk memperjuangkan Islam.

Lohanna Wibbi Assiddi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *