Zaid Bin Arqam, Sahabat Nabi yang Dituduh Memfitnah
HIDAYATUNA.COM – Zaid bin Arqam nama lengkapnya adalah Zaid bin Arqam bin Zaid Qais. Dia termasuk salah seorang Anshar yang telah menyambut kedatangan kaum Muhajirin dengan sukacita dan gembira, yang telah mempersembahkan harta, keluarga, dan jiwanya untuk,menyambut kedatangan pasukan kaum muslimin dari Mekah.
Dia dibesarkan sebagai seorang yatim dibawah asuhan salah seorang sahabat terkenal Rasulullah SAW. Abdullah bin Rawahah yang bertindak sebagai pemegang tali kekang onta Rasulullah SAW. Ketika baginda menunaikan Umrah Qadha.
Rasulullah SAW memerintahkan kepada Abdulllah bin Rawahah supaya turun dari kendaraannya dan mendengarkan syair-syairnya, supaya perjalanan para sahabatnya lebih bersemangat dan hidup. Sabdanya, “Turunlah dan kobarkanlah semangat rombongan ini”.
Dia menjawab, “aku sudah lama melupakan syair-syairku, ya Rasulullah”.
Sejarah tidak banyak berbicara kepada kami tentang kanak-kanak Zaid bin Arqam dan bagaimana ia terpikat untuk masuk Islam. Setelah itu ia memperlihatkan kepahlawanannya dalam salah satu peperangan yang diarunginya bersama dengan Rasulullah SAW barulah ia terkenal.
Zaid bin Arqam adalah seorang Anshar yang telah memeluk Islam ketika masih anak-anak. Disaat terjadi perang Uhud, ia bergabung dengan pasukan muslim yang siap berangkat, tetapi keberadaannya diketahui oleh Nabi SAW dan beliau memulangkannya, karena ia masih sangat muda. Ia sangat sedih dengan larangan Rasulullah ini.
Sejarah juga telah mencatat salah satu kisahnya yang paling menakjubkan bersama dengan kaum munafiqin, salah satu kelompok ditengah-tengah kaum muslimin. Hanya saja Zaid bin Arqam memasuki kelompok kaum muslimin dengan “modal” lidahnya, sedangkan Islam belum menyentuh kalbunya. Peristiwa itu terjadi dalam Ghazwah Bani Musataliq, suatu peperangan yang diikuti oleh Rasulullah SAW.
Dikisahkan bahwa Rasulullah SAW mendapatkan laporan dari sumber yang dapat dipercaya bahwa Bani Mustaliq sedang mengerahkan kaumnya dibawah pimpinan Al Harits bin Abi Dhirar, ayah Juwairiah bintil Harits, istri Nabi SAW untuk menyerang Madinah.
Sesudah mendengar laporan itu Rasulullah SAW pun keluar dengan pasukannya menuju perkampungan mereka, hingga mencapai daerah mata air disana yang dinamakan “Al Muraisi”.
Pertarungan sengit antara pasukan kaum muslimin dibawah pimpinan Rasulullah SAW. Dan pasukan Bani Mustaliq dibawah pimpinan al Harist bin Abi Dhirar, tidak dapat dihindari lagi. Akhirnya pasukan Bani Mustaliq dapat dihancurkan oleh pasukan kaum muslimin.
Seusai peperangan, kaum kafir berhasil ditaklukan, kaum muslimin pun berebutan pergi ke Al Muraisi untuk minum dan minum kudanya itu terdapat Jahjahan bin Mas’ud, orang bayaran Umar Ibnul Khaththab dan Sanan bin Wabr Al Jahmi, sekutu Bani Auf Ibnu Khazraj.
Keduanya bukan hanya berebutan minum, malah bertengkar dan saling berteriak mengundang pembelaaan dari kaumnya masing-masing.
Al Jahmi berteriak, “wahai kaum Anshar”.
Jahjahan berteriak, “wahai kaum Muslimin”.
Ternyata, situasi tegang itu berhasil mengundang komentar Abdullah bin Ubay bin Salul ditengah-tengah kaumnya, dimana Zaid bin Araqm pada waktu itu masi muda belia.
Zaid bin Arqam, hanyalah seorang anak kecil di sisinya, yang mendengarkan lantas menuju Rasulullah SAW dan memberitahukan hal itu. Umar yang berada disisi Rasulullah SAW merasa geram dan meminta agar Abdullah bin Ubay dibunuh.
Namun disaat Rasulullah mencegahnya dan justru meminta semua pasukan bertolak pulang. Walaupun saat itu, Rasulullah SAW belum ingin beranjak pulang. Abdullah bin Ubay lantas selalu berjalan bersama Rasulullah saat dia menerima kabar bahwa Zaid bin Arqam telah menyampaikan kabar yang didengarkan darinya. Abdullah bin Ubay bahkan bersumpah dengan nama Allah bahwa dia tidak pernah mengatakan hal itu dan tidak pernah berbicara seperti itu.
Abdullah bin Ubay adalah tokoh masyarakat yang didaerah Madinah, dan Zaid bin Arqam hanya seorang pemuda remaja. Karena itu ada beberapa sahabat Anshar yang lebih dipercayai ucapan tokoh munafik itu daripada Zaid. Lalu Ia berkata, “Boleh jadi Zaid bin Arqam hanya menerka-nerka saja tentang apa yang dikatakan Abdullah bin Ubay”.
Abdullah bin Ubay salah satu orang yang dihormati dan ditinggikan dalam kaumnya. Sebab, orang-orang yang berada di sekitar Rasulullah dari kaum Anshar berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, mungkin anak kecil itu (Zaid bin Arqam) telah salah dalam menyampaikan beritanya dan tidak menyimpan dengan baik perkataan dari orang ini (Abdullah bin Ubay).” Mereka berkata itu sebagai rasa hormat kepada Abdullah bin Ubay dan sebagai pembelaan baginya.
Kemudian berita itu juga sampai kepada Abdullah, anak dari Abdullah bin Ubay. Ibnu Ishaq diberitakan hadis oleh Ashim bin Umar bin Qatadah, bahwa Abdullah datang kepada Rasulullah dan merasa geram dengan perbuatan sang ayah.
Dia meminta agar dirinya yang ditugaskan untuk membunuh sang ayah, sebab dia takut merasa marah jika melihat orang lain yang membunuh ayahnya. Sehingga, Abdullah takut bisa masuk neraka jika dia membunuh orang mukmin lainnya.
Namun, Rasulullah lagi-lagi menolaknya. Rasulullah bersabda, “Bahkan kami akan bersikap lemah lembut padanya dan berlaku baik kepadanya dalam bergaul selama dia masih hidup berdampingan dengan kita.” Setelah kejadian itu, kaumnya sendirilah yang mencerca Abdullah bin Ubay.
Karenanya Zaid menjadi sedih dengan perkembangan yang terjadi, apa yang dilaporkannya kepada Nabi SAW, seolah-olah hanya dugaan dan rekaannya semata. Begitu juga dengan Rasulullah SAW sepertinya bisa menerima sumpah yang diucapkan Abdullah bin Ubay. Begitu juga dirinya masih anak-anak dan tidak memiliki ketenaran dan kekuasaan seperti halnya Abdullah bin Ubay.
Pada saat beberapa hari berikutnya Zaid bin Arqam mengurung diri di rumah, tidak menghadiri majelis Rasulullah SAW seperti biasanya. Pamannya sampai berkata, “Aku tidak bermaksud agar Rasulullah SAW membencimu dan tidak mempercayaimu lagi!”
Beberapa waktu kemudian, Allah SWT menurunkan Surah Al Munafiqun ayat 1, yang isinya mengabarkan kedustaan yang dilakukan oleh orang-orang munafiq, khususnya Abdullah bin Ubay. Nabi SAW mendatangi Zaid bin Arqam dan beliau membacakan wahyu yang baru beliau terima, “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” kemudian beliau bersabda, “Wahai Zaid, Sesungguhnya Allah telah membenarkanmu”.
Sumber
- Tokoh Tokoh yang diabadikan Al Quran, Dr. Abdurrahman Umairah, Buku
- Pentolan Munafik di Madinah dan Bagaimana Rasul SAW Bersikap, republika.co.id
- Zaid Bin Arqam, Anak Kecil yang Dituduh Memfitnah, umma.id