WHO: Kekurangan APD Virus Corona, Hambat Perjuangan Tenaga Medis
HIDAYATUNA.COM – World Health Organization, WHO, telah memperingatkan bahwa kekurangan Alat Pelindung Diri, atau APD, bagi tenaga medis yang sedang memerangi pandemi COVID-19 adalah salah satu ancaman paling mendesak dalam perjuangan dunia untuk menekan angka kematian.
“Saat ini, kronisnya kekurangan dari APD secara global telah menjadi salah satu ancaman paling mendesak bagi kemampuan kita bersama untuk menyelamatkan nyawa seseorang,” kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, dalam sebuah konferensi pers virtual di Jenewa.
“Para tenaga medis di negara berpenghasilan rendah dan menengah layak untuk mendapatkan perlindungan yang sama dengan yang ada di negara terkaya,” katanya.
Tedros mengatakan bahwa WHO telah mengirim hampir dua juta APD ke 74 negara dan bersiap untuk mengirim jumlah yang sama ke 60 negara selanjutnya yang kekurangan.
“Masalah ini hanya dapat diselesaikan dengan kerja sama dan solidaritas internasional,” kata Tedros.
Dia juga mengatakan bahwa dia telah mendesak negara-negara G20 untuk menggunakan ‘kekuatan dan inovasi industri’ mereka untuk memproduksi dan mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan untuk menyelamatkan lebih banyak nyawa.
“Kita juga harus berjanji kepada generasi masa depan, dengan mengatakan: ‘(situasi seperti ini) tidak akan pernah (terjadi) lagi’,” tambah Tedros.
Sejak wabah ini pertama kali dilaporkan di Wuhan, China, pada bulan Desember, pandemi virus corona telah menginfeksi lebih dari setengah juta orang dan membunuh lebih dari 30.000 orang di seluruh dunia.
“Kita masih berada di tahap awal pertarungan ini. Kita harus tetap tenang, tetap bersatu dan bekerja sama,” kata Tedros.
“Ini merupakan sebuah angka yang tragis. Tapi mari kita ingat juga bahwa di seluruh dunia, lebih dari 100.000 orang telah pulih,” tambahnya.
Tedros menambahkan bahwa untuk sementara waktu mengembangkan vaksin dari virus corona akan memakan waktu setidaknya 18 bulan, dan bahwa Norwegia dan Spanyol sudah memulai untuk menguji coba obat pada hari Jumat lalu.
Mereka adalah bagian dari 45 negara studi WHO yang menguji apakah penyakit virus COVID-19 dapat diobati dengan obat yang telah dikembangkan untuk pasien HIV dan malaria.
Sementara percobaan sedang berlangsung, Dirjen WHO telah memperingatkan agar tidak menggunakan obat-obat yang sedang di uji coba itu kepada pasien COVID-19.
“Sejarah kedokteran dipenuhi dengan contoh-contoh obat yang telah bekerja di atas kertas, atau dalam tabung percobaan, tetapi tidak bekerja pada manusia atau malah berbahaya,” kata Tedros.
“Kita harus mengikuti buktinya. Tidak ada jalan pintas,” tambahnya. (Aljazeera.com)