Wajah Agama di Tangan Politik Kekuasan, Memesona Atau Muram?
HIDAYATUNA.COM – Mengapa umat Muslim hampir sepanjang sejarah tidak pernah bosan bertikai atau bahkan tidak pernah bosan berperang satu sama lain? Pertanyaan inilah yang tiba-tiba terbersit di dalam fikiranku beberapa hari yang lalu. Hingga akhirnya membuatku untuk menelisik, menelaahnya, dan juga menulisnya agar semakin terpenuhi kegelisanku ini.
Tulisan ini mungkin akan sedikit menyodorkan dan memperlihatkan masalah yang sedang hangat di panggung global dalam lingkup yang lebih luas. Mari kita mulai!
Jika kita tinjau dari sisi ajaran kitab suci agama Islam yakni Alquran. Tentang begitu merabaknya konflik di dalam politik maupun sektareanisme yang berkepanjangan khususnya di dunia Muslim dalam sekala kecil maupun besar.
Seperti yang terjadi di akhir-akhir ini. Maka kita dengan pasti akan gagal menemukan satu ayat pun di dalam kitab suci Alquran ini untuk dapat kita gunakan sebagai alasan pembenaran.
Terlepas dari itu, bila tuan dan puan mau menatap sejenak sebagian wajah dunia Islam sekarang ini. Pastilah kengiluan serta kegetiran dengan cepat menerpa batin kita.
Jika ingin kita ratapi misalnya, maka mungkin air mata pun akan segera kering, meskipun realitas hitam kelam tak kunjung berubah. Duh, sedih. Lalu harus bagaimana kita melihat ini?
Permainan Politik
Sebagaimana yang kita tahu bersama, bahwa sebenarnya agama Islam sejak ribuan tahun lalu telah mengajarkan tentang kebaikan-kebaikan, soal apa pun itu. Islam juga telah telah mengajarkan pula perdamaian dan persaudaraan sejagat (tidak tanggung-tanggng, bukan?).
Tapi apa yang kita lihat kini, agama begitu kerap digunakan oleh segelintir pemeluknya sebagai dalih. Untuk melakukan teror atau pun demi kepentingan tertentu di berbagai bagian bumi. Tentu ini membuat hati dan batin kita semakin sakit.
Belum lagi ditambah topeng agama yang sering dipakai oleh segelintir pemeluknya semata-mata untuk menyamarkan rencana jahatnya. Demi kekuasaan duniawi yang mereka sembunyikan. Kedok agama, tindakan perampokan, penjarahan, pembunuhan, penculikan, dan pemerkosaan seperti telah mendapatkan pembenaran teologis.
Kalau dilihat dari perspektif sejarah misalnya, melansir dari Tempo.co (4/5/18). Bahwa Jusuf Kalla (JK) saat masih menjabat Wakil Presiden menyebutkan setidaknya ada dua penyebab utama terjadinya konflik di negara Islam.
“Dalam pengalaman sejarah, kita adalah tahun-tahun yang sangat sedih melihat begitu banyak peperangan. Saling membunuh di antara negara-negara Islam disebabkan masalah politik, ekonomi, dan masalah lain,” kata JK. Ia menyampaikan dalam pidatonya di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Kamis, 3 Mei 2018 lalu.
Hal itu, juga dikuatkan oleh Mustafa Akyol seorang penulis Turki Kontemporer dalam artikelnya di The New York Times (3/2/16). “Agama sesungguhnya bukanlah menjadi pokok utama dari koflik-konflik ini – selalu saja, politik yang mesti disalahkan.” (Ahmad Syafii Maarif, 2018)
Mencari Akar Konflik dalam Islam
Penyalahgunaan Islam dan sejarahnya atau saat partai-partai politik, pemerintah mengklaim bahwa mereka berperang bukan untuk kekuasaan atau wilayah. Melainkan atas nama agama atau bahkan Tuhan, ketika musuh dikatakan sebagai kelompok yang menyimpang bukan hanya sebagai lawan.
Tentu, hemat saya, itulah yang sebenarnya menjadi penyebab lahirnya berbagai konflik yang semakin buruk dan runyam. Akibatnya, perdamaian menjadi sukar untuk kita capai.
Bila penempatan lawan bukan sekadar musuh, melainkan sebagai orang yang telah keluar dari rel agamanya dengan dasar doktrin fanatisme subjektif satu pihak. Radius permusuhan sesama Muslim tidak diragukan lagi, maka akan sulit dibendung dan dikendalikan. Akibatnya, orang dengan sangat tega “menyeret” Tuhan ke pihaknya dengan cara nista dan tidak bertanggung jawab.
Dari hal-hal di atas kesimpulanya adalah bahwa konflik politiklah yang sebenarnya menjadi pemicu utama lahirnya konflik-konflik di dalam agama Islam. Jadi, salahkan saja pada politik, jangan pada agama Islam. Sebab, agama Islam samasekali tidak mengajarkan untuk saling bertikai satu dengan lainya.
Sebagai pungkasan. Tentu, perasaan kita melihat fenomena itu semua pastilah sangat prihatin, apalagi melihat iklim keagamaan yang rusak dan berantakan seperti ini, pastilah “mbededek”. Oleh sebab itu, kita sebagai orang yang mengaku beragama dan beriman pula, maka mari sama-sama kita bangun kembali iklim beragama yang baik.
Jangan sampai merusak wajah agama Islam yang ramah dan cinta kedamaian ini. Hanya demi kepentingan politik atau bahkan malah kepentingan pribadi. Semoga.