Viral Aksi Pawang Hujan di Mandalika, Syirik atau Tidak?

Hujan (Ilustrasi/Hidayatuna)
HIDAYATUNA.COM – Pawang hujan hakikatnya hanya sebagai orang yang dimintai berdoa agar hujan berhenti. Menyewa atau meminta tolong pawang hujan bukanlah hal syirik karena, dia hanya ditunjuk sebagai orang yang berdoa untuk meminta diredakan hujannya kepada Allah.
Lantas mengapa perlu pawang hujan? Bisa jadi karena doanya yang makbul atau berpotensi diijabah. Maka rasanya tak elok, jika pawang hujan dicap syirik, padahal dia sedang berdoa kepada Allah.
Adapun ketika berdoa memakai suatu barang tertentu, maka barang tersebut hanyalah sebagai wasilah atau perantara. Ini juga diperbolehkan, Ibnu Hajar Al-Haitami dikutip dari Bincangsyariah mengisahkan;
وَلما حبس قحط النَّاس بسر من رأى قحطا شَدِيدا فَأمر الْخَلِيفَة الْمُعْتَمد ابْن المتَوَكل بِالْخرُوجِ للاستسقاء ثَلَاثَة أَيَّام فَلم يسقوا فَخرج النَّصَارَى وَمَعَهُمْ رَاهِب كلما مد يَده إِلَى السَّمَاء هطلت ثمَّ فِي الْيَوْم الثَّانِي كَذَلِك فَشك بعض الجهلة وارتد بَعضهم فشق ذَلِك على الْخَلِيفَة فَأمر بإحضار الْحسن الْخَالِص وَقَالَ لَهُ أدْرك أمة جدك رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم قبل أَن يهْلكُوا فَقَالَ الْحسن يخرجُون غَدا وَأَنا أزيل الشَّك إِن شَاءَ الله وكلم الْخَلِيفَة فِي إِطْلَاق أَصْحَابه من السجْن فَأَطْلَقَهُمْ فَلَمَّا خرج النَّاس للاستسقاء وَرفع الراهب يَده مَعَ النَّصَارَى غيمت السَّمَاء فَأمر الْحسن بِالْقَبْضِ على يَده فَإِذا فِيهَا عظم آدَمِيّ فَأَخذه من يَده وَقَالَ استسق فَرفع يَده فَزَالَ الْغَيْم وطلعت الشَّمْس فَعجب النَّاس من ذَلِك فَقَالَ الْخَلِيفَة لِلْحسنِ مَا هَذَا يَا أَبَا مُحَمَّد فَقَالَ هَذَا عظم نَبِي ظفر بِهِ هَذَا الراهب من بعض الْقُبُور وَمَا كشف من عظم نَبِي تَحت السَّمَاء إِلَّا هطلت بالمطر فامتحنوا ذَلِك الْعظم فَكَانَ كَمَا قَالَ وزالت الشُّبْهَة عَن النَّاسوَرجع الْحسن إِلَى دَاره
Artinya :
Ketika Imam Hasan Al Asykari di penjara terjadilah musim paceklik yang parah dan hujan nggak turun turun. Kemudian Khalifah Al Mu’tamid bin Mutawakkil memerintahkan orang orang untuk keluar dan salat istisqo’ selama 3 hari tapi ternyata tidak ada hasilnya.
Kemudian orang-orang Nasrani keluar bersama pendetanya. Ketika sang pendeta mengulurkan tangannya ke langit tiba tiba hujan turun dengan lebatnya. Kemudian di hari yg kedua juga begitu.
Sebagian orang orang yg bodoh menjadi ragu ragu bahkan sebagian lagi pada murtad. Hal ini membuat resah sang khalifah.
Kemudian khalifah menyuruh agar Hasan di datangkan. Khalifah berkata kepada Hasan “Temuilah ummatnya kakekmu Muhammad Saw sebelum mereka binasa.”
Hasan berkata ” suruh orang orang pada keluar besok, aku akan menghilangkan keraguan mereka.”
***
Hasan juga berbicara kepada khalifah agar melepaskan teman-temannya dari penjara, khalifah pun melepaskan mereka. Ketika orang orang telah keluar untuk istisqo’ dan sang rahib mengangkat tangannya bersama orang orang Nasrani, tiba tiba langitnya mendung.
Hasan pun memerintahkan agar memegang tangannya rahib. Ternyata di tangan rahib terdapat tulang manusia, dan diambillah tulang terseb dari tangannya.
Hasan berkata kepada rahib ” mintalah hujan sekarang”. Kemudian rahib mengangkat tanganya, maka hilanglah mendung tersebut dan muncullah matahari. Orang-orang menjadi heran dengan kejadian tersebut .
Khalifah berkata kepada Hasan, “Apa ini wahai aba muhamad?” Hasan berkata, ”Ini adalah tulangnya Nabi, pendeta ini mendapatkannya dari sebagian kuburan. Tidaklah dibuka dari tulangnya seorang Nabi di bawah langit kecuali langit akan mencurahkan hujan dengan lebatnya.”
Kemudian orang orang mencoba tulang tersebut dan terjadilah seperti apa yang di katakan oleh Al Hasan. Hilanglah keraguan dari mereka, akhirnya Al Hasan pun kembali kerumanya. (Al-Shawa’iq Al-Muhriqah ala ahl al-rafd wa al-dhalal wa al-zindiqah, jilid II/601)
***
Maka, ketika membaca doa kita boleh memakai benda yang terbilang “sakral”. Rasulullah Saw pun melakukannya, hal ini dijelaskan dalam hadis ini masyhur dengan sebutan hadis jaridah, yakni pelepah kurma.
Rasulullah Saw mendoakan ahli kubur, dengan menancapkan pelepah kurma di makamnya. Imam Al-Nasai meriwayatkan:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ: «إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ، أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَبْرِئُ مِنْ بَوْلِهِ، وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ»، ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ، ثُمَّ غَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لِمَ صَنَعْتَ هَذَا؟ فَقَالَ: «لَعَلَّهُمَا أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا»
Artinya :
Dari Ibnu Abbas Ra, ia berkata : Rasulullah saw melewati dua buah kuburan. Lalu Beliau bersabda, ”Sungguh keduanya sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari (najisnya) kencing.
Sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar adu doba.” Kemudian Beliau mengambil pelepah basah. Beliau belah menjadi dua, lalu Beliau tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong.
Para sahabat bertanya,”Wahai, Rasulullah. Mengapa Rasul melakukan ini?” Beliau menjawab, “Semoga mereka diringankan siksaannya, selama keduanya belum kering.” (HR Al-Nasa’i, No. 2069)
Untuk itu, pawang hujan dibolehkan dan tidak termasuk syirik selama memohon kepada Allah SWT. meski menggunakan perantara doa.