Ustaz Abdus Samad dan Penolakan Singapura, Benarkah Islamophobia?
HIDAYATUNA.COM – Ustaz Abdus Samad Dideportasi Pemerintah Singapura. Mengapa Singapura sampai melakukan hal semacam itu? Apa Singapura tidak mengetahui bahwa UAS ini termasuk ulama tersohor Indonesia yang dikenal pakar ilmu hadis yang sering manggung sana-sini?
Desas-desus spekulasi pun bermunculan, opini liar juga semakin melebar, bahkan beberapa lainnya mengganggap Singapura telah mengidap islamophobia yang mendiskriminasi ulama. Beberapa lainnya menganggap bahwa Ustaz Abdus Samad dinilai sebagai pendakwah yang terdaftar sebagai dai ekstremis-radikalis.
Menjadi hal yang tidak mengejutkan bahwa tudingan islamophobia sering dan telah dilayangkan sana-sini dengan dalih diskriminasi ulama. Namun apa benar Singapura telah mengidap penyakit Islamophobia? Lalu, apa benar Ustaz Abdus Samad sebagai penceramah ekstrimis-radikalis sebagaimana desas-desus yang berseliweran?
Jika kita telusuri lebih jauh, ternyata Singapura tidak hanya menolak kehadiran UAS saja dan bukan pertama kalinya. Jauh sebelum itu, Singapura pernah melakukan hal yang sama sebagaimana UAS kepada beberapa penceramah lain.
Mereka yang ditolak diduga dapat memicu ketegangan masyarakat Singapura yang multiras dan multi-agama. Sebut saja misal pada tahun 2017 seorang dai yang bernama Haslin Ibn Baharim dari Malaysia dan Ismail Menk dari Zimbabwe yang juga ditolak oleh Singapura.
Presiden Singapura Muslim yang Taat
Haslin Ibn Baharim dari Malaysia dan Ismail Menk datang untuk kegiatan dakwah yang direncanakan akan digelar di Kapal Pesiar yang hendak berlayar dari Singapura. Namun izinnya ditolak karena dianggap memiliki paham keagamaan yang dapat menyulut kebencian dan intolerasi antarumat beragama.
Inilah yang menjadi ancaman terhadap kehormanisan sosial yang telah dipupuk bersama. Tidak hanya itu, pernah juga dilayangkan penolakan kepada seorang penceramah dari agama Kristen yang hendak menggelar acara keagamaan
Namun juga mengalami penolakan dengan alasan keduanya memiliki pemahaman yang seringkali merendahkan dan mengusik agama lain, bahkan sangat terkesan islamophobia. Hal semacam ini juga dianggap sebagai pengganggu tatanan stabilitas persatuan Singapura yang beragam.
Jika kita mau jujur dan mengakui, Presiden Singapura saat ini, Halimah Yacop merupakan seorang muslim yang taat. Bahkan dalam beberapa keterangan Halimah Yacop pernah tercatat dan bertengger namanya dalam daftar 500 muslim paling berpengaruh di dunia.
Ia menempati urutan ke-36 sebagaimana disusun oleh The Royal Islamic Strategic Studies Center untuk tahun 2022. Dengan begitu, untuk dikatakan sebagai negara yang mengidap islamophobia juga agak berlebihan.
Saya rasa sangat tidak pantas jika melihat track & record-nya dalam menolak para penceramah yang tidak hanya berasal dari satu agama. Tiada lain hanya bertujuan untuk menjaga kehormanisan masyarakatnya.
Negara-Negara yang Menolak UAS
Singapura bukan negara pertama yang menolak kehadiran UAS. Pada tahun 2017 di bulan Desember UAS mendapat undangan dari warga negara Indonesia yang ada di Hongkong.
Ustaz Abdus Samad diundang untuk mengisi kajian keagamaan, namun mengalami penolakan yang mengharuskannya kembali karena tidak mendapat izin pemerintah setempat. Penolakan itu tanpa penjelasan resmi, apa dasar alasan hal itu dilakukan.
Selanjutnya pada tahun 2018, UAS hendak menggelar acara tabligh akbar di Timor Leste, lagi-lagi tidak mendapat izin yang membuatnya harus kembali dan batal digelar. Pihak pemerintah tidak menjelaskan alasan resmi yang dilayangkan.
Berpindah pada daratan Eropa, pada tahun 2019 lagi-lagi UAS mengalami penolakan. Hal ini dilakukan negara Belanda, Jerman juga turut menolak, dan termasuk juga Inggris melakukan hal yang sama tanpa memberikan alasan resmi mengapa ditolak.
Hampir kesemuanya menganggap muatan ceramah yang muncul dari Ustaz Abdus Samad mengandung pernyataan yang intoleran dan cenderung provokatif. Bayangkan coba, hanya Singapura yang memberikan keterangan resmi mengapa UAS dilarang menginjakkan kaki di tanah Singapura melalui Kementerian Dalam Negeri.
Singapura menegaskan tidak mendeportasi tapi tidak mengizinkan masuk. Dasarnya adalah lagi-lagi karena kandungan dakwah yang lahir dari Ustaz Abdus Samad yang dinilai menyebarkan ekstremisme dan segregasi.
“Somad dikenal sebagai penyebar ajaran ekstremisme dan ajarannya menimbulkan segregasi, yang tidak dapat diterima di masyarakat multi-ras dan multi-agama Singapura. Misalnya Somad pernah berkhotbah soal bunuh diri adalah sah dalam konflik Palestina-Israel, dan dianggap sebagai operasi ‘syahid’. Dia juga membuat komentar yang merendahkan komunitas agama lain, seperti Kristen, dengan menggambarkan salib Kristen sebagai tempat tinggal ‘jin (roh/setan) kafir’. Selain itu, Somad secara terbuka menyebut non-muslim sebagai ‘kafir’ (kafir).”
Bijaksana dalam Berdakwah sesuai Alquran
Jika ditinjau dari sisi internal Islam, ungkapan terkait salib, dan non muslim sebagai kafir merupakan yang biasa-biasa saja dan sah. Tentu saja tidak akan menimbulkan kegaduhan di kalangan internal.
Hanya saja keadaan yang demikian canggih memaksa ceramah yang disampaikan secara internal tersampaikan juga pada publik ramai. Hal itu bukan hanya berpotensi tapi menimbulkan kegaduhan.
Wajar saja bila Singapura dan beberapa negara lain yang menolak kehadiran Ustaz Abdus Samad ke negara wilayahnya. Dengan alasan keutuhan dan atas nama kesatuan dan kedaulatan bangsa dan negara.
Apa pun yang telah terjadi, hendaknya dijadikan pelajaran dan dipetik hikmahnya. Betapapun kandungan ceramah yang disampaikan dalam forum internal mengandung kebenaran tapi benar saja tidak lah cukup.
Kalau kata orang Jawa “bener durung mesthi pener”. Jika pun hendak dipublikasikan dalam media, akan menjadi mungkin didengar banyak telinga yang dapat mengusik golongan agama lain. Bisa saja mengganggu keharmonisan antarumat beragama.
Alangkah baiknya jika memberikan konten dakwah secara bijaksana sesuai prosedur Alquran dengan 3 role model-nya;
1. Bil hikmah
Maksudnya adalah melakukan dakwah secara bijak, dapat mengetahui situasi dan kondisi yang dapat diterima oleh setiap lapisan masyarakat. Paling tidak tetap menjunjung tinggi nilai toleransi dan saling menghargai, menebar kedamaian untuk kemaslahatan sosial.
2. Al-mau’idhoh hasanah
Memberikan nasihat-nasihat yang baik, santun, tidak serta merta menghakimi pihak yang selisih paham, atau lebih ekstrem lagi menudingnya bid’ah, sesat, bahkan kafir.
3. Wa jaadilhum billatii hiya ahsan
Jika ditemukan ketegangan pendapat yang bertolak belakang dapat ditempuh dengan jalur dialogis atau tukar pikiran dalam rangka menjernihkan pemahaman tanpa ada ketegangan. Kira-kira begitu.
Setidaknya mengenalkan bahwa ini lho, Islam, risalah damai yang menyejukkan hati setiap mahlukNya. Agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kerahmatan, menjunjung toleransi, (tasamuh), moderasi (wasathiyah) yang tidak ekstrem, kesepahaman (kalimatun sawa’).
Dengan menghindari narasi yang menyinggung golongan lain. Dakwah yang bersifat universal yang tetap teguh pada etos kemansuiaan tanpa diskriminasi serta menolak semua tindakan kekerasan atas nama apa pun.Wallahu A’lam bi al-Shawab