Unsur Politik dalam Berdoa
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Siapa bilang dalam doa tidak ada unsur politik? Mengenai hal itu, ulama kharismatik asal Rembang, Jawa Tengah, KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) menjelaskan bahwa ternyata ada.
Ia mengisahkan, dulu ada seorang yang berdoa di depan makam Rasulullah saw. Dalam doanya tersebut, menurut Gus Baha disebutnya agak mengganggu dan cenderung menteror.
Doa yang dipanjatkan kurang lebih sebagai berikut; “Yaa Allah, jika saya jadi orang baik maka yang seneng ini kekasih-Mu yaitu Rasulullah saw.
Tapi kalau saya jadi orang jelek itu yang seneng musuh-Mu yaitu setan,” ungkap Gus Baha dalam video yang diunggah akun Instagram @short_gusbaha.
Kemudian seseorang tersebut melanjutkan doanya,
“Monggo terserah. Njenengan mau menyenangkan kekasih Njenengan atau menyenangkan musuh Njenengan. Monggo monggo,” ujarnya.
Menurut Gus Baha doa yang demikian ini bisa membuat Allah Swt. menjadi dilema. Sehingga yang dikabulkan pun ya tentu saja yang baik-baik.
“Ya sudah kamu jadi orang baik saja, biar kekasih saya seneng,” jelasnya.
Dari situ kemudian berkesimpulan, bahwa terkadang hubungan dengan Allah juga harus memakai politik. Sebagaimana yang dilakukan seseorang di atas.
“Jadi, in kuntu sholihan surrah habiibu. Kalau saya jadi orang sholeh maka yang seneng kekasih-Mu, kalau saya jadi orang jelek itu musuh Engkau. Terserah Njenengan sebagai Tuhan milih mana, menyenangkan kekasih-Mu atau menyenangkan musuh-Mu. Jadi, kadang-kadang dalam dunia ngaji itu juga harus ada akal-akalan gitu,” tandasnya. []