‘Ulumul Quran, Definisi, Sejarah dan Perkembangannya

 ‘Ulumul Quran, Definisi, Sejarah dan Perkembangannya

HIDAYATUNA.COM, Al-Quran merupakan kalamullah (kalam Allah) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril. Al-Quran juga merupakan mu’jizat Muhammad SAW dan sebagau sumber ilmu bagi ummatnya serta dasar-dasar hukum yang mengatur segala hal dalam kehidupan.

 وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ

Artinya  :  Kami turunkan kepadamu Al-Kitab untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (Q.S. An-Nahl : 89).

Mempelajari isi Al-Qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang menunjukkan Maha Besarnya Allah sebagai penciptanya.

Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Oleh karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-Qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan Al-Qur’an dengan bantuan terjemahnya, sekalipun tidak mengerti bahasa Arab.

Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan Al-Qur’an. Maka dari itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan Al-Qur’an diperlukanlah ilmu yang mempelajari bagaimana tata cara menafsiri Al-Qur’an yaitu Ulumul Qur’an dan juga terdapat faedah-faedahnya. Dengan adanya pembahasan ini, kita sebagai generasi islam supaya lebih mengenal Al-Qur’an.

Apa Definisi ‘Ulumul Qur’an?

Kata ‘ulum meruapakan jamak dari kata ‘ilmu‘Ilmu berarti al-fahmu wal idraak (faham dan menguasai). Kemudian arti kata ini berubah menjadi: ‘permasalahan yang beraneka ragam yang disusun secara ilmiah’.

Jadi, yang dimaksud dengan ‘uluumul qur’an ialah ilmu yang membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan Al-Quran dari segi asbaabu nuzuul (sebab-sebab turunnya al-qur’an), pengumpulan dan penertiban Qur’an, pengetahuan tentang surah-surah Mekah dan Madinah, an-nasikh wal mansukhal-muhkam wal mutasyaabih dan lain sebagainya yang berhubungan dengan Qur’an.

Seringkali ilmu ini juga dinamakan ushuulu tafsir (dasar-dasar tafsir) karena membahas beberapa masalah yang harus diketahui oleh Mufassir sebagai sandaran dalam menafsirkan Al-quran.

Apa Objek Pembahasan ‘Ulumul Qur’an?

Objek Pembahasan ‘ulumul Qur’an dibagi menjadi tiga bagian besar:

Pertama, sejarah dan perkembangan ‘ulumul Qur’an, meliputi: sejarah rintisan ‘ulumul quran di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabat, tabi’in, dan perkembangan selanjutnya lengkap dengan nama-nama ulama dan karangannya di bidang ulumul quran di setiap zaman dan tempat.

Kedua, pengetahuan tentang Al-Quran, meliputi : Makna Quran, Karakteristik Al-Quran, Nama-nama al-Quran, Wahyu, Turunnya Al-Quran, Ayat Makkah dan Madinah, Asbabun Nuzul, dan seterusnya.

Ketiga, metodologi penafsiran Al-Quran, meliputi: Pengertian Tafsir dan Takwil, Syarat-syarat Mufassir dan Adab-adabnya, Sejarah dan Perkembangan ilmu tafsir, Kaidah-kaidah dalam penafsiran Al-Quran, Muhkam dan MutasyabihAam dan KhoosNasikh wa Mansukh, dan seterusnya.

Bagaimana Sejarah dan Perkembangan ‘Ulumul Qur’an?

Sejarah perkembangan ‘ulumul quran terbagi menjadi beberapa fase, dimana tiap-tiap fase menjadi dasar bagi perkembangan menuju fase selanjutnya, hingga ‘ulumul quran menjadi sebuah ilmu khusus yang dipelajari dan dibahas secara khusus pula. Berikut beberapa fase / tahapan perkembangan ‘ulumul quran.

‘Ulumul Qur’an pada Masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Embrio awal ‘ulumul quran pada fase ini adalah berupa penafsiran ayat Al-Quran langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat, atau berupa riwayat mengenai pertanyaan para sahabat tentang makna suatu ayat Qur’an, menghafalkan dan mempelajari hukum-hukumnya.

Contoh riwayat saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menafsirkan ayat Qur’an kepada sahabat,

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir Al Juhani berkata,

سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ يَقُولُ { وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ } أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ

“Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di atas mimbar berkata: ‘Dan persiapkan untuk mereka apa yang kalian mampu berupa kekuatan. Ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah memanah, ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah memanah, ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah memanah!’” (HR. Abu Daud No. 2153)

Diantara riwayat yang menyebutkan antusiasme sahabat dalam menghafal dan mempelajari Al-Quran adalah riwayat berikut,

عَنْ أَبِى عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ حَدَّثَنَا مَنْ كَانَ يُقْرِئُنَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُمْ كَانُوا يَقْتَرِئُونَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَشَرَ آيَاتٍ فَلاَ يَأْخُذُونَ فِى الْعَشْرِ الأُخْرَى حَتَّى يَعْلَمُوا مَا فِى هَذِهِ مِنَ الْعِلْمِ وَالْعَمَلِ. قَالُوا فَعَلِمْنَا الْعِلْمَ وَالْعَمَلَ.

Riwayat dari Abi Abdul Rahman as-Sulamiy (seorang tabi’in), ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami orang yang dulu membacakan kepada kami yaitu sahabat-sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa mereka dulu mendapatkan bacaan (Al-Qur’an) dari Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sepuluh ayat, mereka tidak mengambil sepuluh ayat yang lainnya sehingga mereka mengerti apa yang ada di dalamnya yaitu ilmu dan amal. Mereka berkata, ‘Maka kami mengerti ilmu dan amal.’” (Hadits Riwayat Ahmad nomor 24197, dan Ibnu Abi Syaibah nomor 29929)

Riwayat di atas paling tidak mengandung informasi tentang sejarah Al-Qur’an dan metode pembelajaran Al-Qur’an.

Hal yang berkaitan dengan ‘ulumul qur’an adalah kebijakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang para sahabat–pada masa tertentu–untuk menulis selain qur’an, sebagai upaya menjaga kemurnian AlQuran.

Dari Abu Sa’id al- Khudri, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

لَا تَكْتُبُوا عَنِّي وَمَنْ كَتَبَ عَنِّي غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ وَحَدِّثُوا عَنِّي وَلَا حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ قَالَ هَمَّامٌ أَحْسِبُهُ قَالَ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

“Janganlah kalian tulis riwayat/yang kamu terima dariku, barangsiapa yang (telah) menulis riwayat dariku selain al qur’an hendaklah Ia menghapusnya, dan beritakanlah apa yang kamu terima dariku ini (kepada orang lain) dan tidak ada halangan (tidak dosa bagi kamu). Barang siapa berdusta atas (nama) ku dengan sengaja, maka dia akan menempati  (menyiapkan) tempatnya di neraka.” (H.R. Muslim No. 5326)

‘Ulumul Qur’an pada Masa Khalifah

Pada masa khalifah, perkembangan  ‘ulumul quran ditandai dengan munculnya kebijakan-kebijakan para khalifah sebagaimana berikut,

  1. Khalifah Abu Bakar: menetapkan kebijakan pengumpulan/penulisan Al-Quran untuk pertama kalinya yang diprakarsai oleh Umar bin Khattab dan ditangani prosesnya oleh Zaid bin Tsabit.
  2. Kekhalifahan Utsman: menetapkan kebijakan menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf, dan hal itupun terlaksana. Mushaf itu disebut mushaf Imam. Salinan-salinan mushaf ini juga dikirimkan ke beberapa provinsi. Penulisan mushaf tersebut dinamakan ar-Rosmul ‘Utsmani yaitu dinisbahkan kepada Utsman, dan ini dianggap sebagai permulaan dari ilmu Rasmil Qur’an.
  3. kekalifahan Ali: menetapkan kebijakan berupa perintah kepada  Abu ‘aswad Ad-Du’ali untuk meletakkan kaidah-kaidah nahwu, cara pengucapan yang tepat dan baku dan memberikan ketentuan harakat pada qur’an. Ini juga disebut sebagai permulaan Ilmu I’rabil Qur’an.

‘Ulumul Qur’an Pada Masa Sahabat dan Tabi’in

Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan makna-makna al-qur’an dan penafsiran ayat-ayat yang berbeda diantara mereka, sesuai dengan kemampuan mereka yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan lama  tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal demikian diteruskan oleh murid-murid mereka, yaitu para tabi’in.

Diantara para Mufasir yang termasyhur dari para sahabat adalah:

  1. Empat orang Khalifah
  2.  Ibnu Masud,
  3. Ibnu Abbas,
  4. Ubay bin Kaab,
  5. Zaid bin sabit,
  6. Abu Musa al-Asy’ari, dan
  7. Abdullah bin Zubair.

Banyak riwayat tafsir Qur’an yang diambil dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud dan Ubay bin Ka’ab, dan apa yang diriwayatkan dari mereka tidak berarti merupakan tafsir Quran yang sudah sempurna, tetapi hanya terbatas  pada makna beberapa ayat dengan penafsiran yang masih samar dan penjelasan yang masih global.

Dari kalangan para tabi’in, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil ilmu ini dari para sahabat disamping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat. Yang terkenal di antara mereka adalah,

  1. Murid-murid Ibnu Abbas di Makkah yang terkenal ialah: Sa’id bin Jubair, Mujahid, ‘IKrimah bekas sahaya ( maula ) Ibnu Abbas, Tawus bin Kisan al Yamani dan ‘Atha’ bin Abu Rabah.
  2. Murid-murid Ubay bin Kaab, di Madinah: Zaid bin Aslam, Abul Aliyah, dan Muhammad bin Ka’b al Qurazi.
  3. Murid-murid Abdullah bin Mas’ud di Iraq yang terkenal :  ‘Alqamah bin Qais, Masruq al Aswad bin Yazid, ‘Amir as Sya’bi, Hasan Al Bashri dan Qatadah bin Di’amah as Sadusi.

Dan yang diriwayatkan oleh mereka meliputi: ilmu tafsir, ilmu Gharibil Qur’an, ilmu Asbabun Nuzul, ilmu Makki Wal madani dan ilmu Nasikh dan Mansukh, tetapi semua ini tetap didasarkan pada riwayat dengan cara didiktekan.

Masa Tadwin (Pembukuan)

Perkembangan selanjutnya dalam ‘ulumul quran adalah masa pembukuan ‘ulumul Quran yang juga melewati beberapa fase, sebagai berikut:

Pembukuan Tafsir Al-Quran menurut riwayat dari Hadits, Sahabat dan Tabi’in

Pada abad kedua hijriah tiba masa tadwin yang dimulai dengan pembukuan hadits beserta segala babnya yang bermacam-macam, dan itu juga menyangkut hal yang berhubungan dengan tafsir. Maka sebagian ulama membukukan tafsir Qur’an yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari para sahabat, atau dari para tabi’in. Diantara mereka yang terkenal adalah: Yazid bin Harun as Sulami (wafat 117 H), Syu’bah bin Hajjaj (wafat 160 H), Waqi’ bin Jarrah (wafat 197 H), Sufyan bin ‘uyainah (wafat 198 H), dan Aburrazaq bin Hammam (wafat 112 H). Mereka adalah para ahli hadis. Sedang tafsir yang mereka susun merupakan salah satu bagiannya. Namun tafsir mereka yang tertulis tidak ada yang sampai ke tangan kita.

Pembukuan Tafsir berdasarkan susunan Ayat

Kemudian langkah mereka itu diikuti oleh para ulama’ yang menyusun tafsir Qur’an yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan yang terkenal diantara mereka adalah Ibn Jarir at Tabari (wafat 310 H).

Demikianlah, tafsir pada mulanya dinukil (dipindahkan) melalui penerimaan (dari muluit ke mulut) dari riwayat, kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian hadits, selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses kelahiran at Tafsir bil Ma’sur (berdasarkan riwayat), lalu diikuti oleh at Tafsir bir Ra’yi (berdasarkan penalaran).

 Munculnya Pembahasan Cabang-cabang Ulumul Quran selain Tafsir

Disamping ilmu tafsir, lahir pula karangan yang berdiri sendiri mengenai pokok-pokok pembahasan tertentu yang berhubungan dengan qur’an yang sangat diperlukan oleh seorang mufasir, diantaranya:

Ulama abad ke-3 Hijri

  • Ali bin al Madini (wafat 234 H) guru Al-Bukhari, menyusun karangannya mengenai asbabun nuzul.
  • Abu ‘Ubaid al Qasim bin Salam (wafat 224 H) menulis tentang Nasikh Mansukh dan Qira’at.
  • Ibn Qutaibah (wafat 276 H) menyusun tentang problematika Quran (musykilatul quran).

Ulama Abad Ke-4 Hijri

  • Muhammad bin Khalaf bin Marzaban (wafat 309 H) menyusun al- Hawi fi ‘Ulumil Qur’an.
  • Abu muhammad bin Qasim al Anbari (wafat 751 H) juga menulis tentang ilmu-ilmu qur’an.
  • Abu Bakar As Sijistani (wafat 330 H) menyusun Gharibul Qur’an.
  • Muhammad bin Ali bin al-Adfawi (wafat 388 H) menyusun al Istigna’ fi ‘Ulumil Qur’an.

Ulama Abad Ke-5 dan setelahnya

  • Abu Bakar al Baqilani (wafat 403 H) menyusun I’jazul Qur’an
  • Ali bin Ibrahim bin Sa’id al Hufi (wafat 430 H) menulis mengenai I’rabul Qur’an.
  • Al Mawardi (wafat 450 H) menegenai tamsil-tamsil dalam Qur’an ( ‘Amtsalul Qur’an).
  • Al Izz bin Abdussalam (wafat 660 H) tentang majaz dalam Qur’an.
  • ‘Alamuddin Askhawi (wafat 643 H) menulis mengenai ilmu Qira’at (cara membaca Qur’an) dan Aqsamul Qur’an.

Pembukuan secara khusus ‘Ulumul Quran dengan mengumpulkan cabang-cabangnya.

Pada masa sebelumnya, ilmu-ilmu al-quran dengan berbagai pembahasannya di tulis secara khusus dan terserak, masing-masing dengan judul kitab tersendiri. Kemudian, mulailah masa pengumpulan dan penulisan ilmu-ilmu tersebut dalam pembahasan khusus yang lengkap, yang dikenal kemudian dengan ‘Ulumul Qur’an. Di antara ulama-ulama yang menyusun secara khusus ‘ulumul quran adalah sebagai berikut :

  1. Ali bin Ibrahim Said (330 H) yang dikenal dengan al Hufi dianggap sebagai orang pertama yang membukukan ‘Ulumul Qur’an, ilmu-ilmu Qur’an.
  2. Ibnul Jauzi (wafat 597 H) mengikutinya dengan menulis sebuah kitab berjudul Fununul Afnan fi ‘Aja’ibi ‘ulumil Qur’an.
  3. Badruddin az-Zarkasyi (wafat 794 H) menulis sebuah kitab lengkap dengan judul Al-Burhan fii ulumilQur’an .
  4. Jalaluddin Al-Balqini (wafat 824 H) memberikan beberapa tambahan atas Al-Burhan di dalam kitabnya Mawaaqi’ul ‘uluum min mawaaqi`innujuum.
  5. Jalaluddin As-Suyuti (wafat 911 H) juga kemudian menyusun sebuah kitab yang terkenal Al-Itqaan fii ‘uluumil qur`an.

Catatan:  kitab Al-Burhan ( Zarkasyi) dan Al-Itqon ( As-Suyuti) hingga hari ini masih dikenal sebagai referensi induk / terlengkap dalam masalah ‘ulumul Qur’an. Tidak ada peneliti tentang ‘ulumul quran, kecuali pasti akan banyak menyandarkan tulisannya pada kedua kitab tersebut.

‘Ulumul Qur’an pada Masa Modern/Kontemporer

Sebagaimana pada periode sebelumnya, perkembangan ‘ulumul quran pada masa kontemporer ini juga berlanjut seputar penulisan sebuah metode atau cabang ilmu Al-Quran secara khusus dan terpisah, sebagaimana ada pula yang kembali membagi, menyusun atau menyatukan cabang-cabang ‘ulumul qur’an dalam kitab tersendiri dengan penulisan yang lebih sederhana dan sistematis dibading kitab-kitab klasik terdahulu.

Kitab yang terbit membahas khusus tentang cabang-cabang ilmu Quran atau pembahasan khusus tentang metode penafsiran Al-Quran di antaranya :

  1. Kitab I’jaazul Qur’an yang ditulis oleh Musthafa Shadiq Ar-Rafi`i,
  2. Kitab At-Tashwirul Fanni fiil Qur’an dan Masyaahidul Qiyaamah fil Qur’an oleh Sayyid Qutb,
  3. Tarjamatul Qur’an oleh Syaikh Muhammad Musthafa Al-Maraghi yang salah satu pembahasannya ditulis oleh Muhibuddin al-Khatib,
  4. Masalatu Tarjamatil Qur`an oleh Musthafa Sabri,
  5. An-Naba’ul Adziim oleh DR. Muhammad Abdullah Daraz dan
  6. Muqaddimah Tafsir Mahaasilu Ta’wil oleh Jamaluddin Al-Qasimi.

Kitab yang membahas secara umum ulumul quran dengan sistematis, diantaranya:

  1. Syaikh Thahir Al-jazaairy menyusun sebuah kitab dengan judul At-Tibyaan fii ‘Uluumil Qur’an.
  2. Syaikh Muhammad Ali Salamah menulis pula Manhajul Furqan fii ‘Uluumil Qur’an yang berisi pembahasan yang sudah ditentukan untuk Fakultas Ushuluddin di Mesir dengan spesialisasi dakwah dan bimbingan masyarakat dan diikuti oleh muridnya,
  3. Muhammad Abdul ‘Adzim az-Zarqani yang menyusun Manaahilul ‘Irfaan fii ‘Ulumil Qur`an.
  4. Syaikh Ahmad Ali menulis Mudzakkiraat ‘Ulumil Qur`an yang disampaikan kepada mahasiswanya di Fakultas Ushuluddin Jurusan Dakwah dan Bimbingan Masyarakat.
  5. Kitab Mahaabisu fii ‘Ulumil Qur’an oleh DR. Subhi As-Shalih.

Kemudian pembahasan-pembahasan tersebut dikenal dengan penyebutan ‘Uluumul Qur’an, dan kata ini kini telah menjadi istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut yang kemudian menjadi mata pelajaran atau bidang studi tersendiri di perguran-perguruan tinggi di dunia, termasuk di Indonesia.

Sumber : Kitab Mabahits Fi ‘Ulumil Quran, diringkas oleh Ustadz Hatta Syamsuddin

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *