Pro Kontra Perayaan Maulid Nabi Muhammad di Kalangan Ulama
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Bulan Rabiul Awwal menjadi salah satu bulan istimewa karena menjadi bulan di mana Nabi Muhammad lahir ke dunia kemudian diperingatilah Maulid Nabi Muhammad.
Perbedaan pendapat di kalangan ulama sendiri merupakan suatu hal yang wajar dan cukup umum dijumpai, termasuk perbedaan pendapat mengenai perayaan maulid Nabi Muhammad.
Ada ulama yang menyetujui perayaan maulid Nabi Muhammad saw, ada pula ulama yang tidak menyetujui dirayakannya maulid Nabi.
Hingga saat ini, maulid Nabi Saw masih menjadi pro dan kontra lantaran ada banyak ulama yang membolehkan. Beberapa ulama lainnya menolak untuk merayakannya.
Ada 5 ulama yang sepakat dengan perayaan Maulid Nabi di antaranya ialah sebagai berikut:
Pendapat Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata:
أصل عمل المولد بدعة لم تنقل عن السلف الصالح من القرون الثلاثة، ولكنها مع ذلك اشتملت على محاسن وضدها، فمن تحرى في عملها المحاسن وتجنب ضدها كانت بدعة حسنة
Artinya:
“Perayaan Maulid Nabi Saw termasuk perkara bidah yang tidak ada contoh dari kalangan salaf generasi sahabat, tabiin dan tabiit tabiin. Akan tetapi perayaan Maulid Nabi SAW mengandung unsur kebaikan tiga abad pertama. Siapa saja yang merayakannya dan bisa melakukan perbuatan baik dan menghindari yang buruk maka ini termasuk bidah hasanah.”
Pendapat Imam As-Suyuthi
ﻋﻨﺪﻱ ﺃﻥ ﺃﺻﻞ ﻋﻤﻞ اﻟﻤﻮﻟﺪ اﻟﺬﻱ ﻫﻮ اﺟﺘﻤﺎﻉ اﻟﻨﺎﺱ ﻭﻗﺮاءﺓ ﻣﺎ ﺗﻴﺴﺮ ﻣﻦ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﺭﻭاﻳﺔ اﻷﺧﺒﺎﺭ اﻟﻮاﺭﺩﺓ ﻓﻲ ﻣﺒﺪﺃ ﺃﻣﺮ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻣﺎ ﻭﻗﻊ ﻓﻲ ﻣﻮﻟﺪﻩ ﻣﻦ اﻵﻳﺎﺕ، ثم ﻳﻤﺪ ﻟﻬﻢ ﺳﻤﺎﻁ ﻳﺄﻛﻠﻮﻧﻪ ﻭﻳﻨﺼﺮﻓﻮﻥ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺯﻳﺎﺩﺓ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ – ﻫﻮ ﻣﻦ اﻟﺒﺪﻉ اﻟﺤﺴﻨﺔ اﻟﺘﻲ ﻳﺜﺎﺏ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺻﺎﺣﺒﻬﺎ ﻟﻤﺎ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﺗﻌﻈﻴﻢ ﻗﺪﺭ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﺇﻇﻬﺎﺭ اﻟﻔﺮﺡ ﻭاﻻﺳﺘﺒﺸﺎﺭ ﺑﻤﻮﻟﺪﻩ اﻟﺸﺮﻳﻒ،
“Menurutku bahwa perayaan Maulid Nabi dengan cara berkumpulnya sekelompok manusia, membaca Alquran,
Membaca hadits Nabi kemudian dihidangkan makanan untuk para hadirin maka ini termasuk perbuatan bid’ah hasanah yang pelakunya mendapatkan pahala.
Sebab dalam perayaan tersebut ada unsur mengagungkan Nabi Saw, menampakkan kebahagiaan dan senang dengan kelahiran Nabi saw.”
Pendapat Imam Ibn Al Jauzi Al Hanbali
قال ابن الجوزي رحمه الله تعالى : من خواصه أنه أمان في ذلك العام وبشرى عاجلة بنيل البغية والمرام
Artinya:
“Imam Ibnul Jauzi mengomentari perayaan maulid Nabi SAW: salah satu keistimewaan Maulid Nabi SAW adalah adanya rasa aman di tahun tersebut dan kebahagiaan yang cepat untuk mendapatkan maksud tujuan.”
Pendapat Imam As-Sakhawi
لم يفعله أحد من السلف في القرون الثلاثة، وإنما حدث بعدُ، ثم لا زال أهل الإسلام من سائر الأقطار والمدن يعملون المولد ويتصدقون في لياليه بأنواع الصدقات ويعتنون بقراءة مولده الكريم، ويظهر عليهم من بركاته كل فضل عميم
Perayaan Maulid Nabi SAW termasuk perkara baru yang tidak dilakukan generasi terbaik salaf.
Perayaan ini baru muncul setelah beberapa waktu di kemudian hari.
Kaum muslimin terus menerus merayakannya diberbagai tempat dengan bersedekah, membaca Alquran dan amal saleh lainnya. Dan telah tampak bagi mereka anugerah yang banyak dari keberkahan Maulid Nabi SAW.
Pendapat Ibnu Al Haj Al Maliki
فكان يجب أن نزداد يوم الاثنين الثاني عشر في ربيع الأول من العبادات والخير شكرا للمولى على ما أولانا من هذه النعم العظيمة وأعظمها ميلاد المصطفى صلى الله عليه وآله وسلم. وقال أيضا: “ومن تعظيمه صلى الله عليه وآله وسلم الفرح بليلة ولادته وقراءة المولد
Ibnu Al Haj al Maliki berkata, “Wajib bagi kita untuk memperbanyak ibadah pada hari senin 12 Rabiul Awal. Dan salah satunya adalah dengan merayakan Maulid Nabi SAW. Beliau juga berkata termasuk memuliakan Nabi SAW adalah bergembira pada hari kelahiran Nabi SAW dan membaca sirah nabawi.”
Sebagian ulama lainnya juga melarang perayaan Maulid Nabi. Mereka berpendapat perayaan ini tidak ada di zaman Rasulullah, pun para sahabat dan juga ulama salaf, baik semasa hidup mereka ataupun setelah wafatnya mereka.
Oleh sebab itulah perayaan Maulid Nabi saw adalah termasuk bid’ah munkarah.
Hal ini didasarkan pada pendapat berbagai ulama, di antaranya terdapat enam ulama besar yang tidak setuju mengenai perayaan tersebut.
Di antaranya disebutkan sebagai berikut:
Pendapat Imam Ibnu Taimiyah
وَأَمَّا اتِّخَاذُ مَوْسِمٍ غَيْرِ الْمَوَاسِمِ الشَّرْعِيَّةِ كَبَعْضِ لَيَالِي شَهْرِ رَبِيعٍ الْأَوَّلِ الَّتِي يُقَالُ إنَّهَا لَيْلَةُ الْمَوْلِدِ، أَوْ بَعْضُ لَيَالِي رَجَبٍ، أَوْ ثَامِنَ عَشْرَ ذِي الْحِجَّةِ، أَوْ أَوَّلُ جُمُعَةٍ مِنْ رَجَبٍ، أَوْ ثَامِنُ شَوَّالٍ الَّذِي يُسَمِّيه الْجُهَّالُ “عِيدُ الْأَبْرَارِ”، فَإِنَّهَا مِنْ الْبِدَعِ الَّتِي لَمْ يَسْتَحِبَّهَا السَّلَفُ وَلَمْ يَفْعَلُوهَا
Melakukan sesuatu kebiasaan selain kebiasan syar’i seperti menghidupkan malam maulid Nabi SAW, malam bulan Rajab, bulan Dzulhijjah,
Hari Jumat awal bulan Rajab adalah termasuk bidah yang tidak dianjurkan oleh ulama salaf untuk melakukannya.
Pendapat Imam Asy-Syatibi
الشاطبي: قال في معرض ذكره للبدع المنكرة” ومنها التزام الكيفيات والهيئات المعينة كالذكر بهيئة الاجتماع على صوت واحد واتخاذ يوم ولادة النبي عيدا وما أشبه ذلك”
Imam Asy Syatibi mengatakan dalam pembahasan bid’ah munkaroh, diantaranya adalah gerakan gerakan khusus ketika dzikir dengan suara bersama sama. Dan juga perayaan Maulid Nabi SAW.
Pendapat Imam Al-Fakihani
لا أعلم لهذا المولد أصلا في كتاب ولا سنّة ولا ينقل عمله عن أحد من علماء الأمة الذين هم القدوة في الدين المتمسّكون بآثار المتقدمين
Perayaan Maulid Nabi SAW termasuk perkara baru yang tidak ada asal dalilnya dalam Alquran dan sunah Nabi. Tidak ada satupun generasi salaf yang melakukannya.
Padahal mereka adalah panutan kita yang sangat berpegang teguh pada atsar mutaqaddimin.
Wallahu a’lam bisshowab. []