Tutup Toko Demi Shalat? Apakah COVID-19 akan Kembali Menghapuskan Kebiasaan dari Muslim di Arab?
HIDAYATUNA.COM – Ketika adzan untuk shalat dzuhur berkumandang di sebuah mal di Riyadh, seorang wanita terlihat sedang diperiksa suhu tubuhnya saat dia akan memasuki sebuah butik. Terlihat juga seseorang yang sedang mencoba bau parfum yang baru saja disemprotkan ke pergelangan tangannya oleh seorang penjaga toko. Dan seorang pria lainnya yang mendorong troli di dalam sebuah supermarket di mal itu.
Suara adzan dari seorang muazin yang bertujuan untuk memanggil umat Muslim untuk beribadah, biasanya akan diikuti dengan para penjaga toko yang bergegas untuk menutup tokonya masing-masing demi menjalankan shalat wajib lima waktu mereka. Namun, di tengah pandemi virus corona dan jam pembatasan pergerakan (curfew) yang telah diterapkan oleh pemerintah, sebuah ciri khas dari kehidupan umat Muslim di Arab Saudi ini tampaknya telah ditiadakan.
Sebelum pandemi ini muncul, sebagian besar lini bisnis di kerajaan Arab Saudi biasanya akan menghentikan jam operasinya selama kurang lebih 30 menit pada setiap jam shalat wajib lima waktu tiba. Dan seperti yang diketahui, hanya mereka lah satu-satunya negara yang menerapkan penutupan semacam itu. Bahkan sampai beberapa tahun yang lalu, polisi keagamaan di negara itu akan melakukan pemeriksaan untuk memastikan agar semua orang mematuhi peraturan tersebut.
Saat ini, dengan warga Arab Saudi yang hanya dibebaskan untuk bergerak dari jam 9 pagi hingga jam 5 malam, banyak lini bisnis yang akhirnya memutuskan untuk tetap buka selama jam shalat wajib lima waktu tiba, dengan alasan untuk memanfaatkan waktu operasi mereka secara sebaik mungkin. Toko-toko yang hanya memiliki satu karyawan saja, akan bergantian berjaga agar memungkinkan mereka untuk menjalankan shalat.
“Ini adalah masuk akal secara bisnis. Sejauh ini tidak ada yang menentang kami untuk tetap buka. Orang-orang ingin menyelesaikan urusan mereka sebelum jam pembatasan pergerakan usai,” kata Iman Abdullah, 40 tahun, yang sedang menjaga sebuah toko kosmetik.
Dia dan seorang rekannya akan bergantian untuk menjalankan shalat di ruangan belakang. Abdullah pun mengatakan bahwa dia mengharapkan situasi ini akan tetap sama (toko tetap buka) walaupun krisis COVID-19 ini berakhir nantinya.
Faisal Khaled, seorang pria berusia 30 tahun yang sedang membeli pena baru untuk pekerjaan kantornya, juga menekankan bahwa ibadah shalat harusnya menjadi pilihan dari masing-masing individu, dan keputusan dari sebuah tempat untuk tetap beroperasi selama jam shalat wajib lima waktu tiba harus terus dilanjutkan setelah pandemi COVID-19 ini usai.
Di sebuah toko furnitur di mal itu, Abdullah al-Dosari memiliki pendapat yang berbeda. Dia menginginkan toko-toko disana untuk tutup sementara sehingga semua orang yang bekerja di mal tersebut dapat menjalankan shalat secara berjamaah.
“Saya masih merasakan sakit hati setiap kali saya mendengarkan panggilan untuk shalat (adzan). Saya shalat sendirian, rasanya sangat berbeda,” kata salesman berusia 27 tahun itu.
Mulai sekitar setahun yang lalu, beberapa toko telah bereksperimen untuk tetap beroperasi saat jam shalat wajib lima waktu tiba, dan beberapa supermarket mulai menutup semua pintunya kecuali satu, agar dapat memungkinkan pembelinya untuk tetap bisa masuk di saat kasir sedang pergi untuk menjalankan shalat.
Sampai kekuasaan mereka diperiksa pada empat tahun yang lalu, polisi keagamaan di Arab Saudi dapat menahan para penjaga toko yang terlambat beberapa menit saja untuk menutup tokonya. Dan sebelum pandemi ini muncul, para petugas masih dapat memberikan nasihat tentang pentingnya penutupan toko mereka untuk menjalankan ibadah shalat. Namun saat ini, mereka merasa tidak yakin apakah mereka masih dapat melakukannya. Salah satu polisi yang sedang duduk dengan seorang rekannya di sebuah mobil di luar mal di Riyadh, mengatakan bahwa mereka tidak tahu tentang apa aturan yang ada di tengah menyebarnya virus corona itu.
Saat ditanya, seorang pembeli lainnya di mal itu ikut mengatakan bahwa pada akhirnya kebiasaan penutupan lini bisnis pada jam shalat wajib lima waktu tiba, mungkin akan menjadi suatu kenangan dari masa lalu, meskipun kerajaan itu pastinya akan tetap berpegang teguh dengan kepatuhannya pada Islam.
“Mereka yang ingin shalat akan menemukan cara untuk tetap dapat menjalankannya, saat bekerja ataupun tidak bekerja. Penampilan mungkin bisa berubah, tetapi isi hati warga Saudi tidak akan berubah,” kata Mohammed, seorang pria yang berusia 45 tahun. (Aljazeera.com)