Tukang Sapu Masjid Lebih Utama daripada Imam? Ini Penjelasannya

 Tukang Sapu Masjid Lebih Utama daripada Imam? Ini Penjelasannya

Menjaga diri dari hadas (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Islam tidak pernah memandang pangkat, derajat, ataupun kedudukan seseorang. Betapapun tingginya, entah itu Presiden, bangsawan, maupun jendral berpangkat sekian bintangnya.

Bagi Allah semua sama, baik yang berkulit hitam atau putih, yang membedakan diantara mereka adalah yang paling bertakwa (lihat, Surah al-Hujarat: 13). Begitu pula dalam lingkup sosial yang lebih kecil pun tidak ada bedanya. Katakanlah dalam sosial keagamaan khususnya Islam.

Dalam struktural masjid misalnya. Sebagai salah satu instrumen penting dalam pelaksanaan ibadah dan kegiatan sosial keagamaan lainnya, yang meliputi; muadzin (tukang adzan), imam, makmum atau masyarakat sekitarnya. Padahal ada peran penting lainnya yang seringkali tidak kita lihat.

Tangan yang tidak terlihat (the invisible hand) ini dalam arti sering dianggap remeh oleh masayarakat, yakni tukang bersih-bersih masjid. Seolah-olah ini merupakan pekerjaan atau kegiatan yang hina sehingga banyak yang malu terkadang untuk melaksanakan hal tersebut.

Tidak banyak orang yang mengambil andil untuk terus-menerus walau sekedar menyapu. Paling-paling kebanyakan orang ketika datang ke masjid lalu pergi dan mungkin yang sering dikomentari adalah “wahhh adzannya begitu merdu,” atau “tilawah quran dan tajwidnya si ustad ini sangat bagus” dan sebagainya. Sangat jarang kita temukan seorang tukang sapu masjid mendapat posisi di mata kita.

Hal ini begitu menggelisahkan, mengapa segala yang berhubungan dengan pekerjaan bersih-membersihkan terkadang tercitra remeh di kalangan masyarakat. Padahal kebersihan itu sendiri bagian dari iman. Mengapa pendiskreditan atas pelaku kebersihan terkadang terlihat mencolok.

Kebersihan Sebagian dari Iman

Pada puncaknya, beberapa orang merasa malu untuk melakukan hal semacam itu. Dalam berbagai literatur fiqih misalnya bab at-thaharah (kebersihan) menjadi bab pembukanya. Tidak lain bermaksud kebersihan sebagai komponen utama untuk menopang keberlangsungan kegiatan ibadah kita.

Anwar Zaid pernah menyampaikan dalam ceramahnya menyebutkan, bahwa ada beberapa pendapat yang mengatakan tukang sapu masjid lebih utama daripada imam dan muadzzin. Lantaran menjaga kesucian masjid. Hal ini menjadi dasar dan kunci sukses terlaksananya kegiatan salat, dan lain-lain.

Coba saja tidak ada tukang sapu, tentu pelaksanaan kegiatannya akan sedikit bermasalah akibat kotor tidak terawat. Mana pula najis (mungkin) dapat juga hinggap. Muazzin sebagai penyeru, mengajak liyan mengatur sebelum pelaksanaannya, sedang seorang imam datang, sekadar terima jadi (tempat dan jemaah telah dipersiapkan sebelumnya), lalu mengimami.

Ibarat kata dalam sebuah perjamuan, tukang sapu-lah yang memegang peranan penting yang menyiapkan segala halnya (jejamuan). Mulai dari menghidangkan, membersihkan, dan semacamnya. Sedang muazzin laiknya seorang pengundang masyarakat dan yang mengatur kelancaran acaranya. Sementara si imam sebagai penikmat acara dan aneka macam jejamuan tanpa harus meyibukkan segala persiapannya.

Pengucilan Tukang Sapu Masjid di Jaman Rasul

secara historis, apabila ditelusuri upaya pengucilan dan peremehan terhadap tukang sapu masjid juga akan ditemukan di masa Rasulullah Saw. Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa saat itu ada seorang wanita berkulit hitam bernama Ummu Mahjan yang selalu menyempatkan diri untuk membersihkan masjid Rasulullah Saw. Hadis ini terekam dalam banyak riwayat.

Dari Abu Hurairah berkata: Sesungguhnya seorang wanita hitam biasa menyapu masjid. Kemudian Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam merasa kehilangan dia. Beliau pun bertanya tentangnya. Para sahabat menjawab: “Dia telah meninggal dunia.” Nabi bertanya: “Mengapa kalian tidak memberitahu saya.” Seakan mereka meremehkan keberadaan atau kedudukannya.” Kemudian Nabi berkata: “Tunjukkan padaku di mana kuburannya.” Para sahabat menunjukkannya dan Nabi pun shalat atasnya.  (HR. Bukhari, No. 460 & Muslim, No. 2259).

Dalam riwayat lain meyebut tatkala Rasulullah sedang ke pemakaman dan melihat kuburan baru yang ternyata kuburan Ummu Mahjan yang baru saja diberitahu para sahabat setelah ditanya Nabi. Seketika Rasul menangis begitu mendengar berita tersebut, lalu menegur sahabat lantaran tidak memberitahukan berita kematiannya.

Tidak hanya pada masa Rasul, hingga sekarang masih saja  persepsi ini melekat kuat pada beberapa orang.

Selain hadis di atas, beberapa hadis lain menyatakan keutamaan bagi mereka yang senantiasa membersihkan masjid sebagaimana yang ditulis Imam as-Suyuthi dalam karyanya Lubab al-Hadits;

مَنْ أَخْرَجَ قَذَرَةً مِنَ الْمَسْجِدِ بِقَدْرِ مَا يَدُوْرُ فِى الْعَيْنِ أَخْرَجَهُ اللهُ تَعَالَى مِنْ أعْظَمِ ذُنُوْبِهِ

Siapa yang mengeluarkan kotoran dari masjid dengan seukuran yang dapat dipandang oleh mata, maka Allah akan mengeluarkannya dari dosa-dosa yang besar dari dirinya.”

مَنْ أَخْرَجَ أَذًى مِنَ الْمَسْجِدِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ

Siapa yang mengeluarkan kotoran dari masjid, maka Allah akan membangun rumah untuknya di dalam surga.

Jangan Remehkan Tukang Sapu Masjid

Paling tidak bagi mereka yang senantiasa menjaga kebersihan masjid mendapat tempat mulia di sisi Allah dan mendapat tempat istimewa di sisi Rasul sehingga beliau menyempatkan diri untuk sekedar salat di atas kuburnya.

Siapa sangka seorang perempuan tadi mendapat tempat yang begitu mulia. Apa yang kita anggap remeh ternyata memiliki keutamaan di mata Allah dan Rasul-Nya. Bayangkan saja jika tidak ada satu pun yang bersedia sesekali untuk menjaga kebersihan dan kesucian masjid, apalah jadinya sebuah masjid? tidak akan berjalan lancar pelaksanaan kegiatan sosial keagamaan nantinya.

Jelas-jelas Rasullah Saw mengingatkan kita: “Susungguhnya Allah tidak melihat bentuk rupa kalian dan tidak juga harta benda kalian, tetapi melihat hati dan perbuatan kalian”

Mari lakukan hal sederhana yang begitu mulia dengan menyempatkan diri untuk sekedar membersihkan masjid sekitar kita. Selain mendapat tempat yang mulia nan istimewa di sisi Allah dan Rasul juga memberikan dampak nyaman terhadap sekitar.

Wallahu ‘alam bi as-shawab

Ali Yazid Hamdani

https://hidayatuna.com/

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *