Trinitas atau Triteisme yang Ditolak al-Qur’an? (Kajian Atas Kontroversi Pernyataan UAS)
Beberapa minggu lalu media sosial digegerkan dengan ceramah ustadz kondang berinisial UAS yang dianggap menghina salib, simbol suci agama Kristen. Memang dalam kepercayaan Kristen, salib mengandung simbolisme kekuatan dan keberkahan. Kepercayaan terhadap salib ini merupakan salah satu jurang pemisah antara Islam dengan Kristen. Dalam Islam, Tuhan Yang Esa dipahami apa adanya. Tetapi dalam Kristen, Tuhan itu satu tetapi tiga. Tuhan yang satu memiliki tiga pribadi.
Kepercayaan terhadap salib dipahami oleh orang-orang Kristen bahwa Yesus adalah Tuhan. Namun ada sebagian kecil dari umat Kristiani justru menolak ketuhanan Yesus. Bagi mereka, Yesus bukan Tuhan, tetapi seorang nabi/rasul. Maka pertanyaannya, sekte Kristen apa yang ajarannya ditolak oleh al-Qur’an?
Di antara ayat yang dijadikan dalih sebagian orang untuk mengkritik keyakinan terhadap tiga Tuhan adalah QS. al-Maidah ayat 73.
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَٰهٍ إِلَّا إِلَٰهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, Padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih”.
Menurut Ibnu Katsir, ayat ini turun untuk mengkritik kepercayaan kaum Nashrani yang meyakini konsep tiga Tuhan, dimana salah dari Tuhan itu adalah Allah. Beberapa pakar al-Qur’an berbeda-beda dalam memahami konsep trinitas yang ditolak oleh al-Qur’an. Jamaluddin al-Qasimi misalnya dalam tafsirnya Mahasin al-Ta’wil menjelaskan bahwa konsep teologi yang ditolak al-Qur’an adalah teologi sekte Kristen Collydrians yang meyakini bahwa Tuhan ada tiga (3); Tuhan Bapak, Tuhan Anak dan Tuhan Mariam. Artinya, tiga-tiganya dianggap Tuhan oleh sekte ini. Dengan demikian, makna tsalisu tsalasah pada ayat di atas adalah triteisme (tiga Tuhan), bukan trinitas. Karenanya, al-Qur’an menganggap sesat aliran tersebut. Dan sekte inilah yang diklaim sesat oleh mayoritas umat Kristen.
Lalu apa perbedaan triteisme dengan trinitas?. Sama ataukah berbeda?. Ibnu Jarir al-Thabari dalam Jami’ al-Bayan fi Ta’wil Ayyi al-Qur’an dan Musthafa al-Adawi dalam al-Tashil li Ta’wil al-Tanzil menjelaskan pandangan mayoritas umat Kristen tentang taslis (trinitas) sebelum munculnya tiga sekte Kristen yaitu Ya’qubiyyah, Malakiyyah, dan Nasthuriyyah dengan mengatakan:
الإله القديم جوهر واحد يعم ثلاثة أقانيم: أبًا والدًا غير مولود، وابنًا مولودًا غير والد، وزوجًا متتبَّعة بينهما
“Tuhan yang Maha Qadim itu adalah wujud Yang Esa yang mencakup tiga (3) substansi; Bapak yang melahirkan tanpa dilahirkan. Anak yang dilahirkan tanpa yang melahirkan, dan Roh yang menghubungkan keduanya.”
Sementara Syaikh Nawawi al-Bantani dalam Marah Labid mengutip dengan redaksi yang berbeda.
إن الإله جوهر واحد مركب من ثلاثة أقانيم: أب وابن وروح قدس. وعنوا بالأب الذات وبالإبن الكلمة وبالروح الحياة.
“Tuhan adalah esensi yang Esa yang mencakup tiga substansi: bapak, anak dan roh kudus. Bapak kiasan dari Dzat, anak kiasan dari firman, sedangkan roh kiasan dari hayat”.
Jika merujuk keyakinan tersebut, maka agama Kristen yang menganut ajaran “Trinitas” seperti ini tentu tidak bisa dianggap kafir, karena masih dalam koredor tauhid. Karena doktrin trinitas seperti tersebut di atas menggambarkan satu Tuhan dalam tiga pribadi; bapak, anak dan roh kudus. Artinya, meskipun memiliki tiga pribadi, tetapi esensinya tetap satu. Sebaliknya, ajaran yang meyakini bahwa Tuhan itu tiga (bapak Tuhan, anak Tuhan dan roh kudus Tuhan) inilah yang ditentang dan ditolak al-Qur’an.
Kemudian al-Thabathaba’i dalam al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an mengaitkan ayat tersebut dengan QS. al-Maidah ayat 116:
وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَٰهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ ۖ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ ۚ إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ ۚ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ
“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, “Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan selain Allah?’. Isa menjawab, ‘Maha suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui perkara yang ghaib-ghaib”.
Menurut al-Thabathaba’i, sebagaimana dikutip Quraish Shihab bahwa “menjadikan tuhan” tidak sama dengan “meyakini sebagai tuhan”. Orang yang tunduk dan taat pada sesuatu kemudian dibarengi dengan melakukan penyembahan/peribadatan, maka yang demikian disebut dengan “menjadikan sesuatu itu sebagai Tuhan”. Beberapa sekte tertentu dalam Kristen mempertuhankan Maryam (Bunda Maria) dalam pengertian seperti ini.
Walhasil, tidak semua ajaran Kristen meyakini tiga Tuhan. Ada sekte tertentu dalam agama Kristen yang justru tidak meyakini ketuhanan Yesus. Oleh sebab itu, perbedaan keyakinan dan agama tidak kemudian dimanfaatkan sebagai senjata untuk menghina dan menganggap sesat kepercayaan lain. Sebaliknya, perbedaan justru harus dikelola dengan baik demi keutuhan NKRI.
Wallahu a’lam
Oleh: Abdul Wadud Kasful Humam (Pengajar STAI Al Anwar Sarang-Rembang)