Tradisi Selapanan Bayi di Masyarakat Jawa
HIDAYATUNA.COM – Pada umumnya, tradisi selapanan dan aqiqah pada bayi biasanya disertai keramaian semisal klenengan, ketoprak, pentas wayang dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi yang berbunyi:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ مُسْهِرٍ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ سَمُرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْغُلَامُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ يُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُسَمَّى وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ يَسْتَحِبُّونَ أَنْ يُذْبَحَ عَنْ الْغُلَامِ الْعَقِيقَةُ يَوْمَ السَّابِعِ فَإِنْ لَمْ يَتَهَيَّأْ يَوْمَ السَّابِعِ فَيَوْمَ الرَّابِعَ عَشَرَ فَإِنْ لَمْ يَتَهَيَّأْ عُقَّ عَنْهُ يَوْمَ حَادٍ وَعِشْرِينَ وَقَالُوا لَا يُجْزِئُ فِي الْعَقِيقَةِ مِنْ الشَّاةِ إِلَّا مَا يُجْزِئُ فِي الْأُضْحِيَّةِ[4]
Dari hadis di atas, dapat diketahui kalau aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh kelahiran bayi, dengan dibarengi menyembelih kambing. Disertai dengan mencukur rambut bayi serta memberikannya nama.
***
Jika hal tersebut tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh, maka boleh dilaksanakan pada hari keempat belas. Jika masih tidak bisa juga, maka hari kedua puluh satu.
Namun apabila di ketiga hari tersebut masih tidak mampu juga, maka bisa dilakukan pada hari di mana orangtua mampu untuk melaksanakannya.
Apabila orangtua benar-benar tidak mampu, maka aqiqah bisa dilaksanakan oleh masing-masing individu setelah ia dewasa. Adapun untuk penamaan bayi ini sebagaimana yang terkandung dalam hadis riwayat Ibnu Abbas berikut:
أخبرنا أبو الحسين بن بشران ، أنا أبو عمرو بن السماك ، نا محمد بن عيسى بن حسان المدائني في سنة اثنتين وسبعين ومائتين ، نا محمد بن الفضل بن عطية ، عن أبيه ، عن عطاء ، عن ابن عباس ، أنهم قالوا : يا رسول الله ، قد علمنا حق الوالد على الولد ، فما حق الولد على الوالد ؟ قال : « أن يحسن اسمه ، ويحسن أدبه »
Tradisi Bancakan Weton pada Bayi
Sebenarnya pelaksanaan selapanan bayi tidaklah berhenti pada hari-hari itu saja. Pada weton-weton berikutnya juga dilaksanakan tradisi ‘bancakan’ dengan memberikan bubur merah dan putih pada tetangga-tetangga terdekat.
Tradisi bancakan tersebut ada juga yang menamainya dengan sebutan selametan, bertujuan untuk agar sang bayi selalu selamat dari bahaya yang menghadangnya. Akan tetapi pada weton ketiga, perayaan yang dilakukan biasanya lebih meriah dari pada weton yang kedua.
Untuk weton-weton berikutnya bisa diteruskan atau tidak, semua tergantung pada orangtua sang bayi. Allah tidak akan membebankan suatu perkara pada hambanya yang itu diluar kemampuan mereka.
Hal ini sebagaimana firman Allah:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya:
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Oleh karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu. Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka). Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.