Kecerdasan Generasi Salih Spiritual – Emosional Bisa Dibentuk? Praktikkan Ini!

Menghormati orang salih (Ilust/Hidayatuna)
HIDAYATUNA.COM — Kecerdasan bagi beberapa golongan seringkali menjadi hal yang paling penting. Hal ini terkadang membuat seseorang berupaya semaksimal mungkin untuk memiliki kecerdasan yang mumpuni. Kecerdasan akan berfungsi secara baik apabila dibarengi dengan aspek ruhani (ruh) dan jasadiyah (jasmani).
Pendidikan merupakan tempat yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan dan peningkatan kecerdasan seseorang. Sehingga pendidikan seyogyanya melaksanakan segala aktivitasnya yang mengarah kepada aspek kognitif. Tetapi, juga tidak meninggalkan aspek psikomotorik dan afektif yang tidak kalah penting bagi seseorang atau siswa.
Kecerdasan realitanya yang diidentikkan dengan nilai berupa angka, memiliki dampak pada seseorang untuk berlomba-lomba mendapatkan angka yang tinggi. Tak ayal, yang dilakukan bisa bersifat baik dan buruk.
Misalnya, baik sekali ketika seseorang berusaha belajar dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan angka. Disamping ilmu pengetahuan yang dipahami kemudian diimplementasikan.
Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa sebaliknya, seseorang rela melakukan hal-hal yang tidak terpuji tanpa berusaha dengan sungguh-sungguh terlebih dahulu. Cara instan yang kadang dilakukan untuk mendapatkan angka yang tinggi tanpa mengindahkan dampak negatif, termasuk perilaku yang tidak baik. Hal itu akan berdampak di masa depan ketika ia sudah berhadapan dengan masyarakat.
Untuk itu, dalam memberikan pendidikan formal maupun informal (keluarga), Anda perlu menerapkan beberapa hal berikut ini. Dengan begitu akan terbentuk generasi yang salih secara spiritual dan salih secara emosional.
Menanamkan Pendidikan Aqliyah
Islam menghendaki umatnya untuk cerdas, pandai dan salih yang kemudian manusia dapat berkembang secara sempurna. Cerdas ditandai dengan manusia yang memiliki kemampuan dalam menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat, sementara pandai ditandai dengan memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas.
Menanamkan pendidikan aqliyah (akal) bertujuan untuk pengembangan kecerdasan yang berada dalam otak. Sehingga mampu memahami dan menganalisis fenomena-fenomena ciptaan Allah SWT.
Wujud dari pengaplikasiannya, melalui analisa oleh panca indra, manusia dididik untuk menggunakan akal kecerdasannya memperoleh ilmu pengetahuan Islam. Pengetahuan ini sebagai bekal yang berperan dalam membedakan hal-hal baik dan buruk dalam kehidupannya.
Pendidikan aqliyah (akal) menuntut manusia untuk belajar memahami, menganalisa ilmu pengetahuan baik Islam maupun umum. Ciri khas pendidikan yaitu menanamkan dan mentransformasikan nilai-nilai Islam seperti keimanan, akhlak dan ubudiyah serta mu’amalah ke dalam pribadi manusia.
Pendidikan aqliyah sebagai usaha mendidik manusia yang meliputi pemahaman pengetahuan Islam yang sempurna dan integral. Pemahaman pengetahuan modern, dan pemahaman hubungan antara pengetahuan Islam dan pengetahuan modern. Dengan tiga pemahaman itu sehingga diharapkan akan terbentuk pribadi muslim yang cerdas dan berpengetahuan untuk diamalkan.
Menanamkan Pendidikan Jasadiyah (Jasmani)
Jasmani yang sehat maka manusia akan hidup secara seimbang karena jasmani yang sehat akan berdampak pada kesehatan jiwa dan akal. Islam memperkenalkan istilah “afiat” yang dipahami bahwa ini menghendaki berfungsinya seluruh potensi jasmani dan rohani manusia sehingga mampu mencapai tujuan diciptakannya di bumi.
Akal yang sehat juga terdapat pada jasmani yang sehat. Gambaran ini dapat dipahami bahwa jasmani yang sehat akan meningkatkan kualitas hidup dan pengabdiannya kepada Allah SWT. Sebab, ketika manusia jasmaninya tidak sehat (sakit) maka akan berdampak pada menurunnya fungsi otak (akal).
Pendidikan jasmani bertujuan untuk menjaga dan memelihara kesehatan badan, seperti alat pernafasan, peredaran darah, pencernaan makanan sehingga terjadi keseimbangan pada manusia antara jiwa dan jasmaninya. Misalnya, dilatih untuk menjaga kebersihan dan olahraga.
Menanamkan kebersihan tubuh juga sebagai nyawa dari akhlak karena mencerminkan bahwa ia menghormati dirinya, lingkungan dan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan sederhana dalam makan dan minum. Dengan artian, tidak memasukkan makanan dan minuman yang merusak tubuh dan dilarang agama.
Menanamkan Pendidikan Ruhaniyah (Ruh)
Ruh merupakan wadah berjalannya kehidupan, gerakan, upaya mencari kebaikan, dan menghindarkan dari keburukan dalam diri manusia sehingga sesuai fitrahnya, ruh akan membawa manusia untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Setiap aktivitas, ucapan, kepribadian, dan tingkah laku senantias hanya mengharap ridha-Nya.
Pendidikan ruhani pada manusia khususnya generasi milenial berupaya mengasah pikiran, hati, dan tubuh dalam menapaki pengalaman-pengalaman sebagai usaha mendekatkan diri kepada Allah. Alhasil, generasi muda akan berkembang dan mempunyai pengalaman yang menjadikannya terus menyempurnakan diri sesuai dengan idealisme potensi-potensi yang dimiliki.
Tujuannya yaitu untuk mengajarkan ruh senantiasa menjaga, memperbaiki dan mengembangkan hubungannya dengan Allah SWT. dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Selain itu, generasi muda dididik untuk memiliki kepekaan sosial dan sopan santun. Rasa atau kepekaan sosial akan membantu ia peduli terhadap sesama, menghormati, dan menghargai. Membantu orang lain yang sedang membutuhkan bantuan tanpa memandang hal apapun dengan ikhlas.
Terakhir, pendidikan aqliyah, jasadiyah dan ruhaniyah ketika diimplementasikan bersamaan dengan maksimal maka akan terbentuk generasi yang insan kamil. Generasi yang memiliki kecerdasan berpikir yang kaya dengan wawasan dan ilmu pengetahuan, sehat jasmani, dan beriman serta bertaqwa dengan kesalihan sosial.