Tipe Wanita Muslimah dalam Pandangan Al-Qur’an

Bagaimanakah Tipe Wanita Muslimah dalam Pandangan Al-Qur’an. Seperti Apa Time Wanita Muslimah? Simak Ulasan di Bawah Ini
Oleh: M. Najib Tsauri
Al-Qur’an selalu menghimbau kaum wanita agar berperangai yang baik dan ikhlas dalam beramal. Agar senantiasa mencurahkan pertolongan kepadanya dalam melahirkan generasi baru. Di dalam al-Qur’an juga terdapat banyak bagian yang mengacu kepada peranan khusus wanita dan contoh-contoh wanita-wanita besar dalam sejarah “Qur’an berbicara khusus kepada wanita”. Kata salah seorang wanita masa kini; “ini berarti kita dapat berkembang dengan bebas, tanpa ada perasaan bersaing dengan kaum laki-laki, kita sejajar dengan mereka bukan bersaing”.
Apabila para wanita ingin menjadi seorang wanita yang baik lagi muslimah maka tidak salah kalau para wanita melihat kepada sosok wanita pada zaman Rasulullah saw. Dengan adanya sejarah tentang wanita, ini membuktikan bahwa Allah tidak melalaikan peran wanita. Dia ingatkan kepada kita bahwa peranan wanita seperti laki-laki. Satu bukti peningkatan derajat kaum wanita dibandingkan masa sebelum Islam, dan dengan adanya kisah-kisah wanita dalam al-Qur’an akan membawa para wanita shalihah dan tidak meniru tingkah laku wanita yang menyimpang dari ajaran al-Qur’an. Adapun tipe-tipe wanita muslimah dalam pandangan al-Qur’an adalah:
Wanita muslimah yang jujur
Kisah ini menerangkan atau mengisahkan tentang orang-orang yang jujur di dalam setiap perkataannya, dan selalu taat menjalankan perintah dari Allah swt. Dalam QS. al-Nur [24]: 11 mengulas kisah ‘Aisyah mendapat cobaan dari Allah yang berupa berita bohong. Di mana ‘Aisyah menderita tekanan batin, akibat peristiwa hadits al-ifk (berita bohong) yang ditiupkan oleh pemimpin orang-orang munafik, ‘Abdullah Ibn Ubayy Ibn Salul. Ia difitnah berbuat serong dengan laki-laki lain. Fitnahan itu juga membuat Rasulullah gundah dan bimbang.
Ahmad Mushthafa al-Maraghi menerangkan dalam tafsirnya, bahwa ‘Aisyah selalu percaya bahwa Allah akan menjaga dan melindungi umatnya. Sampai pada suatu hari Rasul datang kepada ‘Aisyah dan menanyakan tentang kebenaran berita itu, Rasulullah saw mengucapkan syahadat lalu bersabda: Wahai ‘Aisyah telah sampai kepadaku berita tentang dirimu, jika memang engkau bersih dari berita bohong itu Allah pasti membersihkanmu, tetapi jika engkau merasa berdosa maka mohonlah ampun dan bertaubatlah kepada Allah. Lalu ‘Aisyah menjawab; “demi Allah sesungguhnya aku telah mengetahui bahwa anda telah mendengar berita ini hingga mempengaruhi diri anda sendiri dan hampir membenarkannya, jika aku katakan diriku memang bersih dari tuduhan itu niscaya anda tidak akan mempercayaiku, dan jika aku mengakuinya sedangkan Allah mengetahui bahwa diriku bersih darinya niscaya anda mempercayainya. Demi Allah, sesungguhnya aku juga anda tidak menemukan anutan dalam hal ini selain seperti apa yang dikatakan oleh ayah Yusuf” (QS. Yusuf [12]: 18). Dan setelah ‘Aisyah berbicara seperti itu pada saat itulah Allah menurunkan wahyu yang mengenai berita bohong itu kepada Rasulullah saw.
إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالإفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الإثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat Balasan dari dosa yang dikerjakannya. dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar (QS. al-Nur [24]: 11).
Inilah sosok seorang ‘Aisyah, istri Rasulullah, seorang wanita yang sangat dipercayai oleh Rasulullah karena di setiap perkataannya ‘Aisyah selalu jujur dan tak pernah dusta walaupun orang tidak mempercayainya ‘Aisyah tetap sabar sampai ia menunggu wahyu Allah turun.
Wanita muslimah yang sabar
Ada dua kisah ke dalam ketegori wanita yang sabar di antara kisah itu adalah kisah Ibu Musa as dan Sarah istri Ibrahim as.
Pertama, Ibu Musa. Sayyid Quthub menerangkan bahwa Ibu Musa adalah seorang wanita yang mendapat cobaan yang begitu berat dari Allah, yang berupa harus membuang anaknya ke sungai Nill, anak itu adalah Musa as. Saat itu, Musa dilahirkan dalam situasi yang keras, ia di dilahirkan ketika bahaya mengintainya, kematian menungguhnya dan pedang yang tajam siap menebas lehernya.
Pada suatu hari seorang ahli nujum datang menghadap Fir’aun bahwa menurut ramalannya tak lama lagi akan lahir seorang bayi laki-laki dari bangsa Isra’il yang kelak akan menjadi musuh dan menjatuhkan kekuasaannya. Fir’aun berang dan marah mendengar laporan itu. Saat itu juga, ia memberikan perintah kepada anak-anak buahnya agar membunuh bayi laki-laki yang lahir dan dari kalangan bangsa Isra’il.
Ketika ibu Musa melahirkan Musa as, ia langsung menjalankan perintah Allah swt untuk menghanyutkan Musa as ke sungai Nill. Setelah mendapatkan ilham dari Allah, ibu Musa merasa tenang hatinya karena ia yakin akan kekuasaan Allah. Itulah kesabaran ibu Musa walaupun di dalam hatinya itu ia merasa sedih karena kehilangan anak yang baru ia lahirka, tetapi ia tetap tegar menghadapi cobaan itu. Sampai pada saatnya Allah menepati janjinya kepada ibu Musa yakni mengembalikan Musa as kepangkuannya.
Kedua, Sarah istri Ibrahim. Ia adalah seorang wanita yang patut di teladani sifatnya. Salah satu sifatnya adalah sabar dalam menunggu sang buah hati. Sarah yakin bahwa Allah akan memberikan anak kepadanya walau harus menunggu dengan sebegitu lama. Sarah dianggap wanita yang mandul, dan tidak pernah melahirkan, dan walau sekarang Sarah sudah tua. Akan tetapi Sarah yakin bahwa Allah akan memberikannya anak suatu hari nanti.
Pada akhirnya kesabaran Sarah membuahkan hasil tanpa Sarah duga Allah memberikan anak kepadanya. Kabar gembira ini disampaikan Allah melalui malaikatnya dan langsung menyampaikan kepada Sarah. Setelah Sarah mendengar kabar gembira itu ia langsung senang, pada saat itu pula ia menanyakannya kepada suaminya Ibrahim yang mana pada saat itu ia ada di sana bersama Sarah. Pertanyaan Sarah ini tercantum pada QS. Hud [11]: 72;
قَالَتْ يَا وَيْلَتَىٰ أَأَلِدُ وَأَنَا عَجُوزٌ وَهَٰذَا بَعْلِي شَيْخًا ۖ إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ
Isterinya berkata: “Sungguh mengherankan, Apakah aku akan melahirkan anak Padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam Keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.” (QS. Hud [11]: 72)
Pada ayat lain disebut bahwa Ibrahim berkata;
قَالَ اَبَشَّرۡتُمُوۡنِیۡ عَلٰۤی اَنۡ مَّسَّنِیَ الۡکِبَرُ فَبِمَ تُبَشِّرُوۡنَ
Berkata Ibrahim: “Apakah kamu memberi kabar gembira kepadaku Padahal usiaku telah lanjut, Maka dengan cara Bagaimanakah (terlaksananya) berita gembira yang kamu kabarkan ini?” (QS. al-Hijr [15]: 54)
Sarah merasa takjub akan masalah kelahiran tersebut. Ini merupakan suatu keajaiban yang terjadi tanpa penantian. Oleh sebab itu, para malaikat menjawab pertanyaannya itu seperti apa yang di firmankan oleh Allah pada QS. Hud [11]: 73;
قَالُوا أَتَعْجَبِينَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ ۖ رَحْمَتُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ ۚ إِنَّهُ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Para Malaikat itu berkata: “Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, Hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.” (QS. Hud [11]: 73)
Inilah Sarah, sosok wanita yang dianggap mandul, dan tidak pernah melahirkan, dan umurnya sudah tua. Akan tetapi kesabarannya yang begitu menakjubkan membuahkan hasil. Walaupun Sarah diberikan anak pada saat usia Sarah sudah tua tapi Sarah tetap bersyukur dan gemberia atas pemberian itu.
Wanita muslimah yang beriman dan taqwa
Mengenai sosok wanita yang beriman dan bertaqwa kepada Allah yang selalui mematuhi perintahnya dan menjahui larangannya. Mereka tidak lain adalah Maryam dan Asiyah istri Fir’aun.
Pertama, Maryam adalah sosok wanita muslimah. Ia selalui beriman kepada Allah dan selalu mematuhi perintahnya tanpa tawar-menawar. Maryam juga sosok wanita yang amat tebal imannya, ia selalui beribadah kepada Allah dalam suka dan duka, Maryam selalu ikhlas menerima apa saja yang diberikan oleh Allah.
Dalam QS. Maryam [19]: 16-21, diceritakan bahwa Maryam mampu menjaga kesuciannya sampai Allah memberi mukjizat kepadanya, dan mukjizat yang diberikan kepada Maryam tidak lain adalah seorang anak yang diberikan kepadanya tanpa ayah dan tanpa bersentuhan dengan seorang laki-laki, melainkan anak ini adalah titipan Allah kepada Maryam. Dalam ayat lain juga disebutkan;
وَإِذْ قَالَتِ الْمَلٰئِكَةُ يٰمَرْيَمُ إِنَّ اللّٰهَ اصْطَفٰكِ وَطَهَّرَكِ وَاصْطَفٰكِ عَلٰى نِسَاءِ الْعٰلَمِيْنَ (٤٢) يٰمَرْيَمُ اقْنُتِيْ لِرَبِّكِ وَاسْجُدِيْ وَارْكَعِيْ مَعَ الرَّاكِعِيْنَ (٤٣)
Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: “Hai Maryam, Sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu). 43. Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’ (QS. Ali ‘Imran [3]: 42-43)
M. Quraish Shihab menerangkan ayat tersebut menunjukkan bahwa Maryam dua kali dipilih Allah. Pertama, dikemukan tanpa menggunakan kata (على) ‘ala yang bermakna di atas, sedangkan yang kedua menggunakannya. Pilihan yang pertama mengisyaratkan bahwa sifat-sifat yang ia (Maryam) sandang, disandang juga oleh orang-orang lain yang juga telah dipilih oleh Allah swt. Sedangkan kata (على) ‘ala yang kedua maka ia adalah pilihan khusus di antara wanita-wanita seluruhnya. Pilihan kali ini mengatasi yang lain sehingga tidak dapat diraih oleh wanita-wanita lain, yaitu melahirkan anak tanpa berhubungan seks.
Kedua, Asiyah istri Fir’aun. Ia adalah seorang wanita yang sangat kuat imannya, walaupun ia tahu bahwa Fir’aun suaminya itu selalu mengakui dirinya sebagai Tuhan, tapi ia tidak pernah mau menyembahnya. Bahkan ia beriman kepada Allah walaupun hal itu harus dilakukannya secara sembunyi-sumbunyi. Asiyah memang sosok wanita yang patut kepada Fir’aun akan tetapi kalau masalah keimanannya ia percayakan hal itu kepada Allah. Asiyah selalu berdo’a kepada Allah akan dibebaskannya ia dari Fir’aun, do’a tersebut menggambarkan betapa kerinduan Asiyah kepada Allah, dan betapa istana dan segala gemerlapannya tidak mempengaruhi Asiyah, bahkan mengabaikannya demi kedekatannya kepada Allah swt. Lihat QS. al-Tahrim [66]: 11.
Wanita muslimah yang adil
Sosok wanita muslimah yang pintar dan juga cerdas ialah Ratu Balqis. Memang di dalam kisahnya tidak ada ayat al-Qur’an yang menjelaskan mengenai dirinya sendiri, akan tetapi al-Qur’an menjelaskannya melalui kisah Nabi Sulaiman yang juga terjun ke dunia politik. Ratu Balqis dianggap sebagai seorang wanita yang cerdas yang berhasil membangun negaranya dengan baik dan adil.
Jabir Asyaal menerangkan bahwa bukti kehebatan Balqis yakni ia berani dalam menegakkan keadilan pada waktu Balqis memanggil anak pamannya yang telah mengambil kekuasaaan ayahnya darinya. Ia memanggil pamannya untuk bertemu dengannya, akan tetapi sesampainya di sana pamannya dibunuh olehnya dengan alasan menyelematkan rakyat dan negaranya dari kesewenangan, zalim dan durhaka.
Pada keesokan harinya, ia berkata kepada rakyatnya; “aku lakukan ini karena aku tidak melihat seorang laki-lakipun yang merasa marah dengan perbuatannya, kaum laki-laki sama sekali membiarkan kehormatan putrinya, istri saudarinya dirampas olehnya. Maka aku bunuh ia karena ia telah merampas kerajaan ayahku, dan bahkan akan memperkosa kehormatan putrinya. Sekarang aku tawarkan kepada kalian; pilihlah seorang laki-laki yang shaleh yang dapat kalian percaya mengurus urusan kalian sebagai pemimpin”.
Dengan kepandaian dan sifat adilnya Balqis, maka rakyatnya memilihnya sebagai pemimpin sebagai pengganti raja yang penuh kezaliman. Balqis pun berjanji untuk selalu melaksanakan hukum dengan seadil-adilnya. Lalu bermusyawara sebelum menentapkan sesuatu keputusan. Inilah akhlak Balqis yang mulia yang al-Qur’an telah tetapkan.
Referensi:
Asyaal, Jabir. Al-Qur’an Berbicara Soal Wanita, Jakarta: Gema Insani, 1998.
Buhairi, M. Abdul Athi. Tafsir Ayat-ayat Ya Ayyuhal Ladzina Amanu, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005.
Mahali, Abu Iqbal. Muslim Modern dalam Bingkai al-Qur’an dan al-Hadis, Yogyakarta: Brajan, 2000.
al-Maraghi, Ahmad Musthafa. Tafsir al-Maraghi, Mesir: Musthafa al-Badi al-Halabi, 1974.
al-Qardhawi, Yusuf. Ruang Lingkup Aktivitas Wanita Muslimah, terj. Suri Sudari, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1996.
Quthub, Sayyid. Tafsir Fi Zilal al-Qur’an, Beirut: Dar al-Syuruq, 2004.
al-Rifa’i, Muhammad Nasir. Tafsir Ibn Katsir, Riyadh: Maktabah Ma’rifah, 1989.
Shadr, Abdul Badi. Wanita-wanita Pilihan, Jakarta: Darul Itilham, 1994.
Sya’rawi, Muhammad Mutawali. Tafsir al-Sya’rawi, Jakarta: PT. Ikrar Mandiri Abadi, 2007.
Shihab, Quraish M. Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2000.
Waddy, Charis. Wanita dalam Sejarah Islam, Jakarta: Pustaka Jaya, 1987.