Tiga Bank Syariah di Bawah BUMN Dimarger Jadi Satu
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Kebijakan baru ditetapkan Kementerian BUMN terhadap sejumlah Bank Syariah. Terdapat tiga Bank Syariah di bawah BUMN diputuskan untuk dimarger.
Adapun perampingan tiga Bank Syariah ini antara lain Mandiri Syariah, BNI Syariah dan BRI Syariah.
Dengan kebijakan marger ini, secara otomatis membuat dua Bank Syariah yakni Mandiri Syariah dan BNI Syariah hilang melebur menjadi satu.
Sementara BRI Syariah sendiri akan menjadi bank survivornya, alias entitas yang menerima penggabungan (surviving entity).
Menteri BUMN, Erick Thohir menjelaskan bahwa kebijakan ini dilakukan untuk menjadikan Bank Syariah yang ada di Indonesia lebih kuat dalam bersaing dengan Bank di negara Islam lain.
“Penggabungan ini akan menjadi sejarah baru bagi ekonomi dan keuangan syariah Indonesia. Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia, sudah seharusnya memiliki satu bank syariah yang kuat,” ungkapnya dikutip Rabu (14/10/2020).
Sementara itu, Ketua Tim Project Management Office & Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Hery Gunardi menjelaskan terkait komposisi ketiga Bank Syariah, nantinya BRI Syariah akan menjadi bank survivornya.
Sedangkan Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah akan menjadi pemegang saham entitas yang menerima penggabungan ini.
“Tujuan merger ini adalah agar Indonesia sebagai negara penduduk muslim terbesar di dunia yakni sekitar 13% populasi muslim Indonesia,” ujar Hery Gunardi.
Kesepakatan Merger tersebut dimulai sejak Selasa (13/10/2020) kemarin, ditandai dengan penandatangan Conditional Merger Agreement Bank BUMN Syariah.
“Penandatanganan Conditional Merger Agreement ini merupakan awal proses merger jadi belum merger, ini baru stepping stone, awal,” sambungnya.
Penggabungan ketiga bank syariah ini bakal membuat total asetnya bertambah menjadi Rp 214,6 triliun jika mengacu pada laporan per Juni 2020. Rinciannya, aset BSM mencapai Rp 114,4 triliun, BNI Syariah tercatat sebanyak Rp 50,7 triliun, dan BRI Syariah memiliki Rp 49,5 triliun. (Hidayatuna/Mk)