Tidur Ketika Salat, Begini Hukumnya
HIDAYATUNA.COM – Tidur adalah salah satu karunia Allah bagi hamba-Nya yang tujuannya merileksasikan fisik dan pikiran karena efek kelelahan. Persoalan tidur yang dialami oleh umat manusia banyak faktornya.
Ada yang disebabkan penyakit tubuh yang menyebabkan mudah mengantuk. Ada juga yang disebabkan faktor fisik dan pikiran yang lelah akibat pekerjaan dan aktivitas yang menumpuk.
Dalam literatur-literatur fikih, tidur termasuk satu dari beberapa aktivitas manusia yang membatalkan wudhu. Namun dalam kondisi-kondisi tertentu juga dapat membatalkan salat.
Wudhu Berkualitas Menghasilkan Salat yang Berkualitas
Jangan pernah menyepelekan wudhu karena wudhu dan salat adalah satu kesatuan, bak sisi mata uang. Jika wudhunya berkualitas, maka salatnya pun akan berkualitas, begitu juga sebaliknya.
Melalaikan wudhu sama artinya melalaikan salat, bahkan tidak akan diterima salat seseorang jika tidak dimulai dengan wudhu. Wudhu adalah ritual untuk memulai bermunajat dan berkomunikasi dengan Allah.
Agar komunikasi bisa berjalan dengan harmonis, kita diperintah untuk menyucikan diri dengan cara berwudhu.
Kondisi Tidur yang Tidak Membatalkan Salat
Tidak semua kondisi tidur dapat membatalkan wudhu. Ada kondisi-kondisi tertentu di mana ketika seseorang tertidur lelap sekalipun, tidurnya tidak membatalkan wuhdu.
Dengan begitu maka ia sah-sah saja langsung mengerjakan salat tanpa harus mengulang wudhunya. Misalnya adalah tidur dalam kondisi duduk dengan tanpa menggeserkan pantatnya (tamakkun).
Sementara tidur yang dapat membatalkan wudhu adalah tidur dalam keadaan berbaring, baik tergeletak, tengkurap, miring, telentang atau tidur dalam keadaan berdiri. Sebagaimana hadis Rasulullah:
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ الْعَيْنُ وِكَاءُ السَّهِ فَمَنْ نَامَ فَلْيَتَوَضَّأْ .(رواه ابن ماجه)
Dari Ali bin Abi Thalib ra., ia berkata, “Rasulullah SAW. bersabda, “Mata itu pengikat dubur, maka siapa saja yang tidur hendaknya ia berwudhu’.” (HR. Ibnu Majah)
Tidur yang Tidak Mengubah Posisi
Akan tetapi Syaikh Athiyyah – sebagaimana dikutip Syaikh Nawawi al-Bantani dalam kitabnya Tausyih ala Ibn Qasim – mengatakan bahwa tidur dalam keadaan berdiri dengan posisi tidak berubah dari tempat berdirinya tidak membatalkan wudhu.
قال الشيخ العطية: إن من نام قائما متمكنا لا ينقض وضوءه
Kondisi lain yang tidak membatalkan wudhu adalah tidur dengan cara bersila, duduk iftirasy (duduk seperti pada tahiyyat awal), duduk tawaruk (duduk seperti tahiyyat akhir), dan duduk memeluk lutut dengan punggung-kakinya diikat serban atau sejenisnya, dengan syarat posisi duduknya tidak berubah atau bergeser.
Meski tidak membatalkan, bagi yang melakukannya disunahkan untuk berwudhu. Tujuannya, untuk menghindari perbedaan pendapat ulama (الخروج من الخلاف مستحب).
Begitu penjelasan dalam kitab al-Bajuri karya Ibrahim al-Bajuri. Pendapat imam al-Bajuri ini didasarkan pada apa yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW. ketika mereka menunggu salat isya’ berjama’ah yang terlalu lama, hingga membuat mereka mengantuk dan tertidur dalam posisi duduk.
عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّه صلى الله عليه وسلم يَنْتَظِرُونَ الْعِشَاءَ الْآخِرَةَ حَتَّى تَخْفِقَ رُءُوسُهُمْ ثُمَّ يُصَلُّونَ وَلَا يَتَوَضَّئُونَ (رواه أبو داود)
Dari Anas bin Malik, dia berkata, “Para sahabat Rasulullah menunggu salat Isya’ yang yang diakhirkan sampai terkantuk-kantuk kepala-kepala mereka, kemudian mereka salat dan tidak berwudhu.” (HR. Abu Dawud).
Tidur dalam Kondisi Sedang Salat Menurut Imam al-Syafi’i
Imam al-Nawawi dalam al-Majmu ‘ala Syarh al-Muhaddzab mengutip pendapat imam al-Syafi’i dalam qaul jadid-nya bahwa tidur dalam posisi ruku’, sujud atau berdiri dalam salat, menyebabkan salat seseorang menjadi batal. Sedangkan dalam qaul qadim-nya, imam al-Syafi’i menyatakan bahwa tidur dalam kondisi demikian tidak membatalkan salat, berdasarkan hadis berikut:
إِذَا نَامَ الْعَبْدُ فِي صَلَاتِهِ بَاهَى اللهُ بِهِ مَلَائِكَتَهُ يَقُوْلُ عَبْدِي رُوْحُهُ عِنْدِي وَجَسَدُهُ سَاجِدًا بَيْنَ يَدَي
Ketika seorang hamba tertidur dalam salatnya, maka Allah memperingatkan malaikat-Nya seraya berfirman, “Ruh hamba-Ku ada pada-Ku dan jasadnya sujud di hadapan-Ku.”
Redaksi hadis sajidan baina yadaiya memperjelas bahwa jika wudhu seseorang dianggap batal karena tertidur dalam salatnya, tentu Allah tidak akan menyatakan “sujud di hadapan-Nya”. Kemudian imam al-Nawawi memberikan kesimpulan bahwa pendapat yang benar diperinci sebagai berikut:
Jika seseorang tidur dalam posisi menetapkan pantatnya di lantai atau sejenisnya, maka tidur dalam posisi demikian tidak membatalkan salat. Sebaliknya, jika ia menggeserkan pantat dari tempat duduknya, maka wudhunya menjadi batal, baik dalam salat maupun di luar salat.
Tidur Saat Salat Menurut Imam al-Mawardi
Sementara Imam al-Mawardi dalam kitabnya al-Hawi al-Kabir membuat kesimpulan sebagai berikut:
Di antara masalah yang diperdebatkan ulama adalah kewajiban wudhu bagi orang yang tidur dalam salat. Jika ia tertidur saat duduk, maka salat dan wudhunya tidak batal.
Namun jika tertidur dalam posisi berdiri, ruku’ atau sujud, maka terdapat dua pendapat. Menurut qaul qadim, wudhunya tidak batal.
Pendapat ini didukung oleh delapan orang tabi’in…..Sedangkan menurut qaul jadid, wudhu dan salatnya batal. Lalu mana yang didahulukan antara qaul qadim dengan qaul jadid?. Dalam salah satu kaidah disebutkan:
إذا اختلف القديم والجديد قدم الجديد لأن الجديد هو الراجح والقديم هو المرجوح
Jika terjadi perbedaan fatwa antara qaul qadim dengan qaul jadid, maka yang dimenangkan adalah qaul jadid, karena qaul jadid itu lebih unggul (rajih), sementara qaul qadim statusnya lemah (marjuh). Wallahu A’lam.