Tayamum untuk Mengganti Mandi Junub, Bagaimana Hukumnya?

 Tayamum untuk Mengganti Mandi Junub, Bagaimana Hukumnya?

Manfaat Tanah sebagai Alat untuk Bersuci dan Penghilang Najis (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Allah tidak pernah mempersulit bagi hamba-Nya, apalagi mereka yang ingin beribadah semisal tayamum. Firman Allah tersebut semakin menguatkan bukti bahwa Islam adalah agama yang memudahkan pemeluknya dalam menjalankan perintah-Nya.

Kemudahan dalam beribadah itu Allah dan Rasul-Nya berikan dalam hal bersuci, khususnya. Umat Islam dibolehkan mengganti cara bersuci dengan cara wudhu menggunakan air ketika hendak melakukan salat, menjadi bersuci menggunakan debu atau tayamum.

Lalu, apakah dengan begitu, ketika berhadas besar apakah dibolehkan mengganti mandi junub dengan tayamum menggunakan debu? Sebab beberapa orang mempersoalkan hukum tayamum untuk mengangkat hadas besar.

Persoalan tersebut dijawab oleh Ustaz Ahmad Sarwat, dari Rumah Fiqih Indonesia, dilansir dari Republika.co.id. Dalam bukunya Tayammum Tidak Mengangkat Hadas Hanya Membolehkan Sholat menjelaskan adanya hadis Nabi yang membolehkan bertayamum untuk mengganti mandi junub.

Syarat-Syarat Tayamum Menggantikan Mandi Junub

Perihal tayamum menggantikan mandi junub ini baru bisa dilakukan jika syarat-syaratnya terpenuhi.

Rasulullah Saw bersabda: Dari Jabir ra berkata: Kami dalam perjalanan, tiba-tiba salah seorang dari kami tertimpa batu dan pecah kepalanya. Namun (ketika tidur) dia mimpi basah. Lalu dia bertanya kepada temannya, “Apakah kalian membolehkan aku bertayamum?” Teman-temannya menjawab, “Kami tidak menemukan keringanan bagimu untuk tayamum. Sebab kamu bisa mendapatkan air.” Lalu mandilah orang itu dan kemudian mati (akibat mandi). Ketika kami sampai kepada Rasulullah SAW dan menceritakan hal itu, bersabdalah beliau, “Mereka telah membunuhnya, semoga Allah memerangi mereka. Mengapa tidak bertanya bila tidak tahu? Sesungguhnya obat kebodohan itu adalah bertanya. Cukuplah baginya untuk tayamum…” (HR Abu Daud dan Ad-Daruquthuny).

Hadis Nabi tersebut mengatakan, kondisi sakit merupakan salah satu syarat yang membolehkan tayamum. Kondisi darurat sakit ini membuat tayamum boleh dilakukan karena jika memaksakan untuk berwudhu, maka nyawa orang tersebut akan terancam.

Namun, apabila tubuhnya masih mampu untuk mandi dengan air, kecuali hanya bagian yang terlukanya saja, boleh saja tetap mandi dengan meninggalkan bagian yang luka. Biasanya bagian luka itu ditutup dengan perban, yang di dalam istilah fiqih disebut dengan jabiirah.

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *