Tawar Menawar Shalat Wajib dan Isra Mi’raj

 Tawar Menawar Shalat Wajib dan Isra Mi’raj

Kalian tentu pernah mendengar tentang kisah tawar menawar shalat wajib saat isra mi’raj oleh Nabi Muhammad SAW bukan? Ini penjelasannya.

HIDAYATUNA.COM – Tahun ke sepuluh kenabian, Nabi Muhammad di dera kesedihan yang cukup mendalam, sehingga tahun-tahun  itu di sebut sebagai amulhuzni (tahun kesedihan), pasalnya pada tahun itu Nabi di tinggal oleh Umul Mu’minin Sayiddah Khadijah. Satu bulan lebih lima hari berikutnya sebelum kering kesedihan Nabi, pasca meninggalnya Siti Khadijah, pamanya Abu Thalib juga ikut meninggalkannya.

Amulhuzni ini bukan hanya tahun terberat ditinggalkan oleh dua orang terkasih Nabi, juga sebagai tahun terberat dalam perjuangan Nabi, lantaran siti Khadijah sebagai punggawa kebenaran, seperti yang disebutkan Ibnu Hisyam. Karena siti Khadijah sebagai “rumah” mengadu Nabi untuk mendapatkan ketenangan. Berbeda lagi dengan Khadijah, Abu Thalib merupakan paman Nabi sekaligus Nabi ketika mengemban misi dakwahnya pelindung dari ganguan orang kafir Quraisy.

Tidak lama setelah tahun-tahun kesedihan ini, Rasulullah di karunia Allah suatu mukjizat yang luar biasa, diluar kendali akal normalnya manusia, yaitu Isra dan Mi’raj. Isra adalah perjalanan Nabi Muhammad dengan Malaikat Jibril dari Masjidil Haram di mekah menuju Masjidil Aqsha di palestina. Sedangkan Mi’raj adalah perjalanan Nabi Muhammad dari Masjidil Aqsha di Palestina naik menuju langit ketujuh dan sidratul muntaha.

Safari yang melintasi Makah, Palestina dan Sidratul Muntaha tersebut merupakan perjalanan hiburan sekaligus awal mula shalat wajib lima waktu diperintahkan, salah satu hadis cukup Panjang menceritakan kejadian Isra Mi’raj. Hadis tersebut selain berisi awal mula Malaikat Jibril membedah dada Nabi dan menyucinya dengan air zamzam, kemudian Jibril mengajak Nabi menaiki tunggangan yang tubuhnya lebih besar dari pada keledai namun lebih kecil dari bagal, tunggangan tersebut masyhur dengan sebutan Burqa, dimana langkahnya sejauh mata memandang dan baru berhenti begitu sampai Baitul Maqdis.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ أَبُو ذَرٍّ يُحَدِّثُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فُرِجَ عَنْ سَقْفِ بَيْتِي وَأَنَا بِمَكَّةَ فَنَزَلَ جِبْرِيلُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَفَرَجَ صَدْرِي ثُمَّ غَسَلَهُ بِمَاءِ زَمْزَمَ ثُمَّ جَاءَ بِطَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ مُمْتَلِئٍ حِكْمَةً وَإِيمَانًا فَأَفْرَغَهُ فِي صَدْرِي ثُمَّ أَطْبَقَهُ ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِي فَعَرَجَ بِي إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا

Artinya: dari [Anas bin Malik] berkata, [Abu Dzar] menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Saat aku di Makah atap rumahku terbuka, tiba-tiba datang Malaikat Jibril Alaihis Salam. Lalu dia membelah dadaku kemudian mencucinya dengan menggunakan air zamzam. Dibawanya pula bejana terbuat dari emas berisi hikmah dan iman, lalu dituangnya ke dalam dadaku dan menutupnya kembali. Lalu dia memegang tanganku dan membawaku menuju langit dunia.

Kemudian Nabi Muhammad di ajak oleh Malaikat Jibril ke langit dunia, dan disana bertemu Nabi Adam alaihissalam, Nabi Idris, Nabi Musa. Nabi Isa, dan Nabi Ibrahim. Setelah melewati Nabi-Nabi tersebut Rasulullah kemudian dimi’rajkan hingga sampai ke suatu tempat yang Rasul dapat mendengar suara pena yang menulis, “Kemudian Allah ‘azza wajalla mewajibkan kepada umat Rasulullah Muhammad shalat sebanyak lima puluh kali. Setelah itu terjadi negosiasi. Nabi Musa meminta Nabi Muhammad untuk meminta keringanan rakaat shalat, karena umat nabi Muhammad tidak akan mampu melaksanakan shalat lima puluh waktu dalam sehari semalam. Setelah negosiasi Panjang ditetapkan shalat lima waktu bagi Umat Muhammad, lalu Allah berfirman: ‘Lima ini adalah sebagai pengganti dari lima puluh. Tidak ada lagi perubahan keputusan di sisi-Ku!

ثُمَّ انْطَلَقَ بِي حَتَّى انْتَهَى بِي إِلَى سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى وَغَشِيَهَا أَلْوَانٌ لَا أَدْرِي مَا هِيَ ثُمَّ أُدْخِلْتُ الْجَنَّةَ فَإِذَا فِيهَا حَبَايِلُ اللُّؤْلُؤِ وَإِذَا تُرَابُهَا الْمِسْكُ

Artinya: Jibril lantas membawaku hingga sampai di Sidratul Muntaha yang diselimuti dengan warna-warni yang aku tidak tahu benda apakah itu. Kemudian aku dimasukkan ke dalam surga, ternyata di dalamnya banyak kubah-kubah terbuat dari mutiara dan tanahnya dari minyak kesturi.”

Sekalipun kejadian itu bagi golongan kafir Quraisy adalah hal yang dusta belaka. Karena mustahil manusia dapat melintasi Masjidil Haram di Makkah menuju Masjidil Aqsha di Palestina dalam semalam. Para pemimpin Quraisy dan masyarakat Arab waktu itu menampik kebenaran Isra dan Mi’raj yang disampaikan oleh Rasulullah SAW.   Mereka mengatakan bahwa apa yang diceritakan Muhammad sebagai berita bohong dan tidak masuk akal.  karena jarak antara Masjidil Haram (Mekah) dan Masjidil Aqsha (Palestina) sekitar 1500 km, yang memerlukan masa perjalanan sekitar 40 hari lamanya. sedangkan fenomena perjalanan itu terekam dalam al-Quran. Surah al-isra.

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير

Artinya: Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari  Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al Isra’:1)

Dan pengingkaran orang-orang musrikin Makkah tersebut di respon langsung oleh Al-Qur’an, dalam surah an-Nazm : 12-18

أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى. وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى. عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى. عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى. إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى. مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى. لَقَدْ رَأَى مِنْ ءَايَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى

Artinya: Maka apakah kamu (musyrikin Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.

Sekalipun demikian, kejadian luar biasa yang dialami Nabi dalam perjalanan rohani mengapai Sidratul Muntaha ini terdapat perselisihan di kalangan ulama, seperti yang dikutip oleh Ibn Hajar dalam Fathul Bari-nya ketika mengomentari hadits nabi di Atas.” Dalam suatu pendapat dikatakan, bahwa Isra’ dan Mi’raj terjadi dalam satu malam dan Rasulullah SAW dalam keadaan terjaga (bukan mimpi). Inilah pendapat yang masyhur di kalangan mayoritas ulama. Ada juga yang mengatakan, bahwa kedua hal itu terjadi pada satu malam melalui mimpi. Atau kedua hal tersebut (Isra’ dan Mi’raj) terjadi dua kali pada dua malam yang berbeda, salah satunya dalam keadaan terjaga dan yang lain melalui mimpi. Bahkan ada pendapat yang mengatakan, bahwa Isra’ ke Baitul Maqdis terjadi pada diri Nabi dalam keadaan terjaga (bukan mimpi) sedangkan Mi’raj melalui mimpi, baik terjadi pada malam yang sama atau pada malam yang berbeda. Namun, hal yang tidak harus diperselisihkan adalah bahwa Isra’ ke Baitul Maqdis terjadi dalam keadaan terjaga (bukan mimpi) berdasarkan makna lahiriah ayat Al Qur’an yang menerangkannya. Sehingga dalam hal ini kaum Quraisy mendustakan Nabi SAW, jika saja hal itu terjadi dalam mimpi, maka mereka tidak akan mendustakan beliau SAW”.

Wallahu a’lam


Baca Juga: Aktivis Anti-ekstremis Protes Pelanggaran HAM Terhadap Muslim Uighur

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *