Tarekat, Tasawuf dan Ekonomi

 Tarekat, Tasawuf dan Ekonomi

Tarbiyah Ruhiyyah Melalui Puasa Ruh, Akal, dan Jiwa (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Thariqah atau tarekat berasal dari bahasa Arab yang berarti jalan atau metode. Tarekat identik dengan tasawuf, sedangkan tasawuf sendiri kerap dipersepsikan sebagai sikap menjauh dari perkara duniawi dan hal-hal yang bersifat materialistik.

Pandangan demikian tidak sepenuhnya keliru, namun juga tidak sepenuhnya benar. Kenyataannya, anjuran baik berupa ayat Al-Qur’an maupun hadis untuk memperhatikan perkara duniawi bagi umat Islam cukup banyak.

Anjuran tersebut tidak berarti otomatis menapikan peranan tarekat dalam kehidupan seorang muslim menuju ridha-Nya.

Dalam banyak kajian, bertarekat justru bersesuaian dengan semangat menempuh ikhtiar duniawi.

Dalam sebuah buku berisi ringkasan seminar Maulid Nabi Muhammad di Yogyakarta berjudul “Kedamaian Hidup Berthariqah” (2011: 27-36) Miftachul Munir menjelaskan:

“Jika tasawuf diartikan dengan meninggalkan ikhtiar, kiranya masih jauh dari tuntunan agama Islam. Kiranya teramat banyak ayat al-Qur’an ataupun tuntunan sunah yang selalu mendorong manusia untuk berikhtiar. Justru ikhtiar inilah yang membuat manusia beroleh nilai di hadapan Allah.”

Hal ini senafas dengan ayat al-Qur’an yang berbunyi:

“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi.” (Q.S. Al-Qashas ayat 77)

Lebih jauh, Miftachul Munir menjelaskan bahwa ada implikasi ekonomi yang dapat diciptakan dari tasawuf.

Pertama, tasawuf merupakan sarana menuju taqwa. Sedangkan jika seorang hamba konsisten di jalan ketaqwaan, maka Allah akan memberinya rizki yang tidak dapat diduga (Q.S. At-Talaq ayat 2).

Di sisi lain, jika suatu penduduk negeri beriman maka akan Allah bukakan baginya pintu keberkahan dari langit (Q.S. Al-A’raf: 96).

Kedua orang bertasawuf dan bertarekat biasanya menganggap remeh nilai-nilai duniawi (materi). Ini tidak berarti kemudian materi tidak perlu diupayakan.

Kalau kita lihat orang-orang terkaya di dunia seperti Elon Musk, Mark Zuckerberg, Bill Gates, Bambang Hartono, Yusuf Hamka dan lainnya, penampilannya kerap sederhana.

Tidak jarang ketika tampil di depan layar hanya mengenakan kaos oblong. Sekali lagi, mereka bukan sedang meunjukan bahwa materi itu tidak penting.

Bagi mereka, menjadi kaya itu sebuah dorongan prinsip dan nilai yang dianut. Dengan memiliki materi lebih banyak, hidup dapat bermanfaat secara maksimal.

Begitupun bertarekat, mestinya dapat mendorong seseorang untuk mengupayakan lebih dalam hal materi agar dengannya ia dapat beramal shaleh dengan maksimal.

Ketiga orang yang menerapkan tasawuf biasanya memiliki etika tinggi, sehingga dia mempunyai integritas tinggi, optimistis, tawakkal, jujur, dapat dipercaya dan sebagainya.

Kualifikasi kepribadian yang demikian amat bersesuaian dengan tuntutan dunia bisnis dan profesional.

Informasi kandungan bahan makanan misalnya, dapat dijadikan pertimbangan apakah sebuah produk layak dihargai dan dikonsumsi atau tidak.

Keempat dalam ilmu ekonomi ada rumus sederhana; penghasilan digunakan untuk konsumsi dan tabungan.

Seseorang yang mengamalkan tarekat biasanya konsumsi rendah, etos kerja tinggi, dan berorientasi pada masa depan (investasi).

Seseorang yang bertarekat menyadari bahwa amalan-amalan yang di-istiqomahi-nya tidak selalu dapat diperoleh manfaatnya saat itu juga, melainkan di masa kemudian dan bahkan di akhirat.

Ini merupakan pola pikir mendasar seorang investor.

Demikian beberapa indikator yang menunjukkan kompatibilitas ajaran tarekat atau tasawuf dengan aktivitas ekonomi.

Bagi umat Islam, mengangkat martabat Islam merupakan sebuah kewajiban. Martabat Islam tidak bisa dilepaskan dari kemajuan di bidang ekonomi atau materi.

Untuk itulah maka motivasi bertarekat semestinya senafas dengan tujuan mengangkat Islam ke panggung peradaban. []

Uu Akhyarudin

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *