Tarekat Alawiyah Eksis di Kalangan Ulama Nusantara di Makkah
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Naskah kuno (manuskrip) silsilah dan ijazah Syaikh Salim b. Muhammad Garut (Syaikh Salim Garut) memiliki tiga bagian penting soal geneologi keilmuan ulama Nusantara di Makkah. Salah satunya tentang silsilah dan ijazah Tarekat Alawiyah (dan Râtib al-Haddâd)
“Yang paling menarik perhatian saya pribadi adalah yang didapatkan oleh Syaikh Salim Garut dari gurunya, yaitu Syaikh Abbas b. Wasi Banten. Ijazah dan silsilah Tarekat Alawiyah ini sekaligus menegaskan sejarah eksistensi dan perkembangan tarekat tersebut di kalangan ulama Nusantara di Makkah,” ungkag Dosen Magister UNU Jakarta, Ahmad Ginanjar Sya’ban dalam catatannya di akun medsosnya, dikutip Selasa (30/6/2020).
Tertulis dalam muqaddimah silsilah tersebut dan setelah itu, tertulis keterangan berikut ini:
“Ammâ ba’du. Maka aku berkata, Haji Tubagus Ahmad Abbas b. Sayyid Muhammad Wasi, bahwa aku telah mengijazahkan saudaraku, al-Fadhil Muhammad Salim b. Muhammad Garut atas Râtib al-Haddâd. Sebagaimana telah mengijazahkan kepadaku sebelumnya Haji Arsyad b. Alwan, dari gurunya Syaikh Sayyid Abû Bakar b. Muhammad Syathâ, yang mana beliau berasal dari keturunan Bâ-‘Alawî. Semoga Allah memberikan kita semua manfaat dengan mereka, tidak menghalangkan bagi kita akan rahasia, cahaya dan berkah mereka. Amin. Ijazah ini aku berikan dengan segala syarat yang berlaku bagi pemiliknya.”
Selanjutnya, Syaikh Abbas b. Wasi Banten menuliskan silsilah Tarekat Alawiyah yang ia dapatkan dari gurunya, yaitu Sayyid Abû Bakar b. Muhammad Syathâ al-Dimyâthî al-Makkî, atau yang dikenal dengan Sayyid Bakrî (w. 1890), sang pengarang kitab “Hâsyiah I’ânah al-Thâlibîn ‘alâ Fath al-Mu’în” yang terkenal itu. Silsilah dari Sayyid Bakrî ini menyambung kepada gurunya, yaitu Sayyid Ahmad Zainî Dahlân (w. 1885), mufti madzhab Syafi’i di Makkah, di mana mata rantai silsilah berikutnya terus menyambung hingga Rasulullah SAW.
Ginanjar menjelaskan, Tarekat Alawiyah terhitung sebagai salah satu tarekat yang besar di Nusantara. Perkembangan tarekat ini lebih dominan di kalangan para keturunan Arab-Yaman. Diinisiasi oleh al-Imam Muhammad b. ‘Alî Bâ-‘Alawî (w. 653 H/1256 M).
“Tarekat ini mencapai puncak perkembangannya pada masa kepemimpinan al-Imam ‘Abdullâh b. ‘Alawî al-Haddâd (w. 1132 H/1720 M). Salah satu karya terpentingnya adalah Râtib al-Haddâd,” ungkap Ginanjar.
Dalam “Hadhramaut: A Religious Center for the Indian Ocean in the Late 19th and Early 20th Centuries” (1999), U. Freitag menyebutakan bahwa Tarekat Alawiyah menyebar luas di Nusantara bersamaan dengan datangnya para imigran Arab asal Hadhramaut (Yaman) ke Nusantara pada abad 19 dan 20 M.
“Terkait sejarah perkembangan Tarekat Alawiyah di Nusantara, Umar Ibrahim mengulasnya dengan baik dalam karyanya yang berjudul “Thariqah Alawiyah: Napak Tilas dan Studi Kritis atas Sosok dan Pemikiran Allamah Sayyid Abdullah Alawi Al-Haddad Tokoh Sufi Abad 17” (2001),” tandasnya.