Tahapan Kewajiban Wudhu dan Filosofinya

 Tahapan Kewajiban Wudhu dan Filosofinya

Kandungan Air Zamzam Berbeda dengan Air Biasa (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Sebagaimana salat, wudhu juga diwajibkan secara bertahap. Menurut ulama Malikiyyah, sebelum Nabi Muhammad Saw. hijrah ke Madinah, wudhu hukumnya sunnah. Kemudian menjadi wajib setelah Nabi pindah ke Madinah sesuai petunjuk dalam surah al-Maidah.

Sedangkan mayoritas ulama mengatakan bahwa selama Rasulullah tinggal di Mekkah, hukum wudhu adalah sunnah, dan ketika beliau mendapat perintah salat lima waktu, mulailah wudhu diwajibkan. (Jawwad Ali, Tarikh al-Salat fi al-Islam (Baghdad: Mathba’ah Dhiya’, t.th), hlm. 42)

Ibnu Ishaq mengutip sebuah riwayat sebagai berikut:

قَالَ ابْنُ إسْحَاقَ :وَحَدّثَنِي بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنّ الصّلَاةَ حِينَ اُفْتُرِضَتْ عَلَى رَسُولِ اللّهِ أَتَاهُ جِبْرِيلُ وَهُوَ بِأَعْلَى مَكّةَ، فَهَمَزَ لَهُ بِعَقِبِهِ فِي نَاحِيَةِ الْوَادِي، فَانْفَجَرَتْ مِنْهُ عَيْنٌ فَتَوَضّأَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السّلَامُ، وَرَسُولُ اللّهِ صلى الله عليه وسلم يَنْظُرُ إلَيْهِ لِيُرِيَهُ كَيْفَ الطّهُورُ لِلصّلَاةِ ثُمّ تَوَضّأَ رَسُولُ اللّهِ صلى الله عليه وسلم كَمَا رَأَى جِبْرِيلَ تَوَضّأَ ثُمّ قَامَ بِهِ جِبْرِيلُ فَصَلّى بِهِ وَصَلّى رَسُولُ اللّهِ صلى الله عليه وسلم بِصَلَاتِهِ ثُمّ انْصَرَفَ جِبْرِيلُ.

Artinya :

 Ibnu Ishaq berkata: Sebagian orang yang berilmu bercerita kepadaku, “Ketika salat pertama kalinya diwajibkan kepada Rasulullah shalla Allahu alaihi wasallam, Jibril datang menemui beliau yang saat itu sedang berada di bagian tertinggi kota Mekkah. Malaikat memukul-mukulkan tumitnya di ujung jurang, sehingga keluarlah sumber mata air dari jurang tersebut. Kemudian Jibril mengambil air wudhu untuk mengajari Rasulullah cara bersuci untuk salat. Setelah itu, Rasulullah berwudhu seperti yang diajarkan Jibril. Lalu Jibril berdiri dan mengerjakan salat, sementara Rasulullah SAW. (di belakang Jibril) mengikuti gerakan salat Jibril. Jibril kemudian pergi meninggalkan Rasulullah SAW. (Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1990), juz 1, hlm. 278)

Artinya, wudhu dan salat diperintahkan dalam waktu yang bersamaan yaitu pada 27 Rajab tahun 11 kenabian atau 1 tahun sebelum Nabi Hijrah (sekitar tahun 621 M).

Dua Tahapan Kewajiban Wudhu

Wudhu diwajibkan tidak secara sekaligus, tetapi dilakukan secara bertahap; Awalnya wudhu diwajibkan kepada Rasulullah SAW. dalam dua kondisi; berhadas maupun masih dalam keadaan suci (berwudhu). Ketika kewajiban itu dirasa memberatkan Rasulullah SAW., maka Allah menghapusnya.

Kewajiban wudhu hanya diperintahkan saat beliau berhadas. Dalam sebuah riwayat disebutkan sebagai berikut:

عَنْ عَبْد اللَّه بْن حَنْظَلَة الْأَنْصَارِيّ أَنَّ رَسُول اللَّه صلى الله عليه وسلم أُمِرَ بِالْوُضُوءِ لِكُلِّ صَلَاة طَاهِرًا كَانَ أَوْ غَيْر طَاهِر، فَلَمَّا شَقَّ عَلَيْهِ وُضِعَ عَنْهُ الْوُضُوء إِلَّا مِنْ حَدَثٍ (رواه أحمد وأبو داود)

Artinya: Dari Abdullah bin Hanzhalah al-Anshari bahwa Rasulullah SAW. diperintahkan wudhu setiap kali hendak salat, baik dalam keadaan suci (tidak berhadas) maupun dalam keadaan berhadas. Ketika hal itu memberatkan beliau, maka kewajiban tersebut dihapus kecuali dalam keadaan berhadas.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Juga hadis riwayat imam Muslim dari Abu Buraidah:

كَانَ النَّبِيّ صلى الله عليه وسلم يَتَوَضَّأ عِنْد كُلّ صَلَاة، فَلَمَّا كَانَ يَوْم الْفَتْح صَلَّى الصَّلَوَات بِوُضُوءٍ وَاحِد، فَقَالَ لَهُ عُمَر: إِنَّك فَعَلْت شَيْئًا لَمْ تَكُنْ تَفْعَلهُ. فَقَالَ: عَمْدًا فَعَلْته أَيْ : لِبَيَانِ الْجَوَاز

Artinya:

Dulu, Rasulullah SAW. berwudhu setiap akan melaksanakan salat, namun pada saat penaklukan Mekkah (fathu Mekkah), beliau melakukan beberapa kali salat dengan satu kali wudhu. Maka Umar berkata kepada beliau, “Anda telah melakukan sesuatu yang sebelumnya belum pernah Anda lakukan.” Rasulullah bersabda, “Aku sengaja melakukannya.” (untuk menjelaskan bahwa hal tersebut diperbolehkan). (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, terj. Amiruddin (Jakarta: Pustaka Azzam, 1997), juz 2, hlm. 3-4)

Di awal-awal menjadi Rasul, dalam satu ibadah, Nabi Muhammad SAW. diwajibkan wudhu sekaligus mandi, baik ketika beliau masih dalam keadaan suci maupun telah berhadas. Mandi ini dimaksudkan untuk mensucikan badan beliau sebelum mulai mengerjakan salat.

Kemudian, kewajiban mandi ini Allah hapuskan kecuali ketika beliau telah berhadas. Namun ketika hal itu masih saja memberatkan Rasulullah, maka Allah hanya mewajibkan beliau berwudhu sebelum memulai salat. Terakhir, Allah hanya mewajibkan Rasulullah berwudhu ketika beliau dalam kondisi berhadas. (Jawwad Ali, Tarîkh al-Salat fi al-Islam, hlm. 43)

Terakhir inilah, yang dipatenkan dalam syari’at Nabi Muhammad hingga sekarang.

Wudhu Tidak Cukup Hanya Menghilangkan Hadas

Ada dua hal yang perlu diperhatikan oleh orang yang berwudhu, yaitu wudhu untuk membersihkan anggota luar dari hadas kecil sekaligus untuk mensucikan anggota dalam (batin) dari keburukan-keburukan dan dosa-dosa akibat kemaksiatan-kemaksiatan. Inilah hakikat wudhu yang sebenarnya dan yang akan membuat salat kita ada ruhnya. Dalam hal ini syaikh Nawawi al-Bantani berkata:

إِنَّ لِلْوُضُوْءِ حَقِيْقَةٌ ظَاهِرَةٌ وَ بَاطِنَةٌ لاَكَمَالَ لِلْوُضُوْءِ وَلاَ تَمَامَ لَهَا إِلاَّ بِإِقَامَتِهَا جَمِيْعًا

Ada dua hakikat untuk wudhu yaitu hakikat lahir dan batin. Wudhu seseorang itu tidak akan sempurna, kecuali mengerjakan kedua hakikat tersebut sekaligus.

Salat merupakan media seorang hamba untuk berdialog dengan Tuhannya. Maka, sudah sepantasnya ia berdialog dalam keadaan bersih dan suci, baik lahiriah (dari kotoran dan hadas) maupun bathiniyah (kesalahan-kesalahan dan dosa), agar terjadi harmonisasi antara hamba dengan khaliqnya. Inilah hikmah disyari’atkannya wudhu sebelum salat. (Abu Hamid al-Ghazali, al-Wajiz fi Fiqh al-Imam al-Syafi’i (Beirut: Dar al-Arqam bin Abi al-Arqam, 1997), juz 1, hlm. 121)

Selain itu, dalam kondisi yang bersih dan segar, seseorang akan dengan mudah meraih kekhusyu’an dalam salatnya. (Abdul Qadir al-Sanandaji, Mawahib al-Badî’ fî Hikmat al-Tasyrî’ (Mesir: Kurdistan al-‘Ilmiyyah, 1329 H), hlm. 10)

Abdul Wadud Kasful Humam

Dosen di STAI Al-Anwar Sarang-Rembang

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *