Tafsir Alquran di Nusantara dari Masa ke Masa
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Diskursus tafsir Alquran atau kegiatan menafsirkan Alquran dari waktu ke waktu terus mengalami perkembangan. Hal ini tampak pada periodesasi perkembangan tafsir dari para mufassir (orang yang menafsirkan Alquran).
Mulai dari klasik, pertengahan, periode pra modern hingga kontemporer dan seterusnya.
Masing-masing periode ini memiliki corak atau kekhasannya tersendiri. Hal ini disampaikan Hasani Ahmad Said dalam penelitiannya, “Mengenal Tafsir Nusantara: Melacak Mata Rantai Tafsir dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura Hingga Brunei Darussalam”.
Misal antara periode pra modern dengan periode kontemporer (abad ke-21).
Jika di periode pra modern atau abad ke-19an, corak tafsir yang berkembang di Nusantara masih seputar ubudiyah dan kurang mendalam mengenai kompleksitas kehidupan sosial, berbeda dengan periode kontemporer, corak tafsirnya mulai beragam. Tidak hanya pada masalah ubudiyah, namun juga berkembang merambah pada banyak aspek. Mulai dari sosial, politik dan bahkan sains.
Situasi ini tentu menuntut Alquran harus mampu menjawab berbagai persoalan zaman. Sebab ada istilah populer bahwa Alquran adalah salih li kulli zaman wa makan yakni tidak lekang oleh ruang dan waktu.
Artinya Alquran tetap relevan dengan perubahan zaman. Untuk itu proses penggalian dalam tafsir Alquran di era kontemporer ini cenderung bersifat multidisipliner.
Selain itu, pendekatan yang digunakan pun beragam. Misal dalam kasus hermenutik untuk pendekatan tafsir Alquran sangat menonjol dan ramai di abad 21 ini.
Sekalipun demikian, dari masa ke masa, manhaj yang digunakan para pakar tafsir di Nusantara tetap menggunakan metodologi dari para mufassir sebelumnya. Semisal menggunakan manhaj tahlili (diskriptif analitis), ijmali (global), muqaran (perbandingan) dan maudui (tematik).