Syekh Syamsuddin Tabriz: Sang Guru dan Inspirasi Jalaluddin Rumi

 Syekh Syamsuddin Tabriz: Sang Guru dan Inspirasi Jalaluddin Rumi

Syekh Syamsuddin Tabriz: Sang Guru dan Inspirasi Jalaluddin Rumi (duniasantri.co)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Syekh Syamsuddin Tabriz, atau Syams Tabrizi, adalah seorang sufi yang misterius namun sangat berpengaruh dalam sejarah mistisisme Islam.

Ia terkenal sebagai guru dan inspirator Jalaluddin Rumi, salah satu penyair dan mistikus terbesar yang pernah ada.

Hubungan mereka tidak hanya mengubah kehidupan pribadi Rumi tetapi juga melahirkan karya-karya besar yang mempengaruhi banyak orang hingga saat ini.

Syamsuddin Tabriz dilahirkan sekitar awal abad ke-13 di kota Tabriz, Persia (sekarang Iran).

Ia tumbuh di lingkungan yang religius dan menunjukkan minat yang besar dalam pencarian spiritual sejak usia muda.

Syams melakukan banyak perjalanan untuk mencari guru-guru spiritual dan memperdalam pemahamannya tentang tasawuf.

Dalam pengembaraannya, ia belajar dari berbagai sufi terkemuka dan mengembangkan pandangan spiritual yang mendalam dan unik.

Syams dikenal sebagai seorang sufi yang tidak konvensional dan sering dianggap aneh oleh masyarakat sekitarnya.

Syams memiliki pandangan yang mendalam tentang cinta ilahi dan pencarian kebenaran yang melampaui batas-batas tradisi agama formal.

Sikapnya yang tidak biasa ini sering kali membuatnya disalahpahami dan dijauhi oleh banyak orang.

Namun, hal ini tidak mengurangi semangatnya dalam mencari dan menyebarkan kebenaran spiritual.

Pertemuan antara Syams Tabrizi dan Jalaluddin Rumi adalah titik balik penting dalam sejarah mistisisme Islam.

Rumi, yang saat itu adalah seorang cendekiawan dan ahli hukum Islam terkenal di Konya, Turki, memiliki kehidupan yang mapan dan dihormati.

Namun, di balik semua pencapaian akademis dan keagamaannya, Rumi merasa ada kekosongan dalam kehidupan spiritualnya.

Pada tahun 1244, Syams Tabrizi tiba di Konya dan bertemu dengan Rumi.

Pertemuan pertama mereka dikelilingi oleh banyak kisah legendaris yang menunjukkan betapa mendalamnya pengaruh Syams terhadap Rumi.

Salah satu kisah terkenal adalah ketika Syams bertanya kepada Rumi,

“Siapakah yang lebih agung, Nabi Muhammad atau Bistami?”

Rumi menjawab dengan bijaksana, dan diskusi mereka berlanjut dengan intensitas yang luar biasa.

Pertemuan ini menyebabkan transformasi spiritual yang mendalam dalam diri Rumi.

Setelah bertemu dengan Syams, Rumi mengalami perubahan mendalam dalam pandangan dan praktik spiritualnya.

Dari seorang cendekiawan yang fokus pada hukum dan teologi, Rumi berubah menjadi seorang pencari cinta Ilahi dan mistikus yang mengedepankan pengalaman langsung dengan Tuhan.

Syams membuka mata Rumi terhadap dimensi batin agama dan pentingnya pengalaman spiritual yang mendalam.

Syams mengajarkan Rumi tentang cinta sebagai kekuatan transformatif yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhan.

Melalui dialog dan interaksi intens dengan Syams, Rumi mulai menulis puisi-puisi yang penuh dengan ekspresi cinta Ilahi dan kerinduan terhadap Tuhan.

Karya-karya seperti “Diwan-i Shams-i Tabrizi” dan “Masnavi” lahir dari inspirasi yang didapatkan Rumi dari hubungannya dengan Syams.

Syams Tabrizi tidak hanya mengubah pandangan spiritual Rumi tetapi juga mempengaruhi gaya penulisannya.

Puisi-puisi Rumi setelah pertemuannya dengan Syams penuh dengan metafora cinta, kerinduan, dan persatuan dengan Tuhan.

Rumi menggunakan bahasa yang sangat emosional dan simbolis untuk menggambarkan perjalanan spiritualnya.

“Diwani Syamsi Tabrizi” adalah kumpulan puisi yang didedikasikan untuk Syams dan menggambarkan kedalaman cinta dan rasa syukur Rumi terhadap gurunya.

Karya ini merupakan salah satu mahakarya dalam sastra Persia dan merupakan bukti nyata dari pengaruh mendalam Syams terhadap Rumi.

Di dalamnya, Rumi menggambarkan Syams sebagai matahari yang menerangi jalannya menuju Tuhan.

Selain itu, “Masnavi”, karya monumental Rumi, juga dipenuhi dengan ajaran-ajaran dan inspirasi dari Syams.

Dalam “Masnavi”, Rumi menggabungkan cerita-cerita moral dengan ajaran-ajaran spiritual yang mendalam.

Gaya penulisan ini menunjukkan pengaruh langsung dari dialog dan diskusi Rumi dengan Syams.

Kehidupan Syams Tabrizi penuh dengan misteri, termasuk hilangnya secara tiba-tiba dari Konya.

Setelah beberapa tahun tinggal di Konya dan memberikan pengajaran kepada Rumi, Syams tiba-tiba menghilang pada tahun 1248.

Ada banyak spekulasi tentang apa yang terjadi padanya. Beberapa sumber mengatakan bahwa ia dibunuh oleh orang-orang yang cemburu dengan pengaruhnya terhadap Rumi, sementara yang lain percaya bahwa ia pergi secara sukarela untuk melanjutkan perjalanan spiritualnya.

Kehilangan Syams meninggalkan bekas yang mendalam dalam kehidupan Rumi. Rumi merasakan kesedihan yang mendalam dan merindukan kehadiran gurunya.

Namun, meskipun Syams menghilang secara fisik, kehadirannya tetap hidup dalam hati dan karya-karya Rumi.

Rumi terus menulis puisi-puisi yang penuh dengan cinta dan penghormatan terhadap Syams, menunjukkan betapa kuatnya pengaruh Syams terhadapnya.

Syekh Syamsuddin Tabrizi mungkin tidak dikenal seluas muridnya, Rumi, tetapi pengaruhnya terhadap perkembangan mistisisme Islam dan sastra Persia tidak dapat diabaikan.

Melalui ajaran-ajarannya, Syams membuka jalan bagi Rumi untuk menjadi salah satu penyair dan mistikus terbesar dalam sejarah.

Hubungan mereka menggambarkan pentingnya hubungan antara guru dan murid dalam tradisi sufi.

Warisan Syams Tabrizi tetap hidup dalam karya-karya Rumi yang terus dibaca dan dihormati oleh banyak orang di seluruh dunia.

Pengaruhnya terhadap Rumi menunjukkan bahwa pencarian spiritual yang mendalam dan hubungan dengan guru yang inspiratif dapat menghasilkan transformasi yang luar biasa dalam kehidupan seseorang.

Syekh Syamsuddin Tabrizi adalah seorang sufi yang luar biasa dan memiliki pengaruh yang mendalam terhadap Jalaluddin Rumi.

Pertemuan mereka tidak hanya mengubah kehidupan pribadi Rumi tetapi juga melahirkan karya-karya besar yang mempengaruhi banyak orang hingga saat ini.

Melalui ajaran-ajaran dan inspirasinya, Syams membuka jalan bagi Rumi untuk menemukan cinta ilahi dan mencapai pencerahan spiritual.

Hubungan mereka menunjukkan pentingnya hubungan guru-murid dalam tradisi sufi dan kekuatan transformasi cinta dan pencarian kebenaran. []

Muhammad Ahsan Rasyid

Muhammad Ahsan Rasyid, magister BSA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang juga aktif di berbagai organisasi dan kegiatan sukarelawan. Tinggal di Yogyakarta, dapat disapa melalui Email: rasyid.ahsan.ra@gmail.com.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *