Syawal: Bulan Pernikahan atau Bulan Permohonan Maaf?
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Hari Raya Idul Fitri merupakan hari raya bagi seluruh umat muslim di seluruh penjuru dunia.
Di Indonesia terdapat sebuah tradisi untuk saling mengunjungi rumah orang tua, sanak saudara, tetangga untuk melakukan proses bermaaf-maafan dan menyambung tali silaturahmi.
Sebagaimana kata fitri dalam peirngatan Idul Fitri, dalam bahasa Indonesia, fitri bermakna suci yang direpresentasikan bahwa hari raya Idul Fitri adalah momentum di mana setiap muslim kembali suci dengan bermaaf-maafan satu sama lain.
Momen berkumpul bersama keluarga menjadi salah ‘satu barang mahal’ yang dilakukan, akan tetapi karena hanya terjadi setiap 1 tahun hijriyah, pertemuan dengan sanak saudara juga menjadi hal yang cukup dinantikan.
Bagi mereka yang telah berhasil mewujudkan cita-citanya, momen Idul Fitri justru berpotensi sebagai ajang untuk menunjukkan keberhasilan kepada keluarga.
Akan tetapi, bagi anak muda yang sedang memutuskan untuk fokus pada karir, pertemuan keluarga cenderung kurang diminati bahkan dihindari.
Bulan Syawal yang merupakan salah satu bulan yang dianggap baik untuk melaksankan pernikahan. Kondisi hari ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia yang memiliki kecenderungan untuk beranggapan bahwa pernikahan merupakan sebuah tujuan hidup bagi setiap manusia.
Akan tetapi dalam prosesnya untuk sampai pada tahap tersebut, banyak yang tidak mau tau apakah seseorang langsung bertemu jodohnya atau tidak.
Pertanyaan “kapan menikah” bagi anak muda menjadi sebuah pertanyaan yang memiliki kesan tidak menyenangkan, sekalipun pertanyaan tersebut dilontarkan oleh orang yang dianggap jauh lebih tua.
Kondisi hari ini, anak muda memiliki kecenderungan untuk berfokus pada pendidikan dan karir sehingga menomorsekiankan pernikahan, akan tetapi proses tersebut bagi sebagian orang tua dianggap sebagai sikap yang kurang mempedulikan pernikahan.
Islam memandang bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna ibadah kepada Allah dan mengikuti sunnah Rasullah yang dilakukan atas dasar keihlasan, tanggung jawab, dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang harus diindahkan.
Hal yang sebaiknya dipahami oleh masyarakat sebenarnya adalah, justru karena pernikahan merupakan sebuah prosesi sakral maka dalam pelaksanaannya harus melalui persiapan yang matang dan bersama orang yang dianggap tepat.
Sebab setiap orang menghadapi prosesnya masing-masing, maka tidak seharusnya pertanyaan “kapan menikah” dilontarkan sebagai bentuk perhatian, karena pertanyaan yang dilontarkan justru cenderung berpotensi menyinggung orang yang ditanya.
Belum lagi jika ternyata kondisi mental dan finansial seseorang yang belum siap untuk menikah. Maka, seharusnya cukup mendoakan sebuah prosesi sakral tersebut supaya berlangsung di waktu yang tepat bagi masing-masing orang.
Sebagaimana yang telah kita ketahui, dalam bab pernikahan, kondisi hari ini sangat berbeda dengan kondisi zaman terdahulu yang mana di zaman dahulu sudah menjadi hal lumrah dalam pernikahan bertemu jodohnya melalui proses perjodohan.
Meski kondisi hari ini seperti tidak memungkinkan, tetapi masih ada pernikahan-pernikahan yang dilangsungkna melalui proses perjodohan.
Sehingga, Idul Fitri menjadi momen yang betul-betul merepresentasikan kembali ke fitrah, bukan malah menghadirkan bekas yang tidak menyenangkan bagi sebagaian orang.
Oleh karenanya, Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin mengajarkan kepada kita untuk senantiasa memiliki sikap saling menghargai satu sama lain.
Pengharagan tersebut tertuju pada setiap keputusan ataupun langkah yang diambil bagi saudara sesama.
Adapun anjurna ini tercantum dalam surat Al-Hujarat ayat 13 berikut:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Tafsir pesan di dalam Q.S. Al-Hujurat ayat 13 di atas adalah memerintahkan setiap manusia untuk saling mengenal dalam keragaman masing-masing, sedangkan yang membedakan di mata Allah Swt adalah tingkat ketaqwaannya.
Maka, yang seharusnya perlu kita teladani adalah sebagai salah satu bagian dari umat Islam, perbedaan bukanlah menjadi penghakiman atas sebuah kesalahan karena orang lain berbeda dnegan diri kita.
Sebab Allah telah menciptakan setiap manusia dalma ragam perbedaan. Maka, menghargai adalah kunci dari perpanjangan pesan Allah kepada umat-Nya. []