Syaikh Yasin Al-Fadani: Sang Pelopor Pendidikan Perempuan di Hijaz

 Syaikh Yasin Al-Fadani: Sang Pelopor Pendidikan Perempuan di Hijaz

Syaikh Yasin Al-Fadani: Sang Pelopor Pendidikan Perempuan di Hijaz (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Rentetan panjang sejarah Indonesia menorehkan khazanah intelektual dengan karya-karyanya serta kiprah sosial para ulama dan pemikirnya.

Secara umum para ulama Indonesia dari masa awal masuknya Islam telah memberikan pondasi yang cukup kokoh bagi tumbuhnya berbagai pemikiran yang solutif untuk merespon kompleksitas realitas sesuai dengan masanya.

Berbagai macam isu semacam telah “dikuliti” oleh ulama-ulama kita. Tidak terkecuali isu relasi laki-laki dan perempuan, hak-hak perempuan dalam Islam, pondasi sosial perempuan.

Sejarah Indonesia mencatat nama-nama tokoh Islam yang aktif mendiseminasikan keilmuannya. Di antaranya Syaikh Yasin Al-Fadani.

Rihlahnya ke Haramain akhirnya membuka pemikirannya tentang pemenuhan hak-hak perempuan seperti akses pendidikan.

Lalu bagaimana khazanah intelektual serta kiprahnya pada pendidikan perempuan di awal abad ke-20 M?

Seorang Musnid al-Dunya

Berbicara mengenai sanad keilmuan bangsa Indonesia, berdasarkan keterangan Amirul Ulum (2016) maka tidak dapat dilepaskan dari Syaikh Yasin Al-Fadani.

Apabila melihat transmisi keilmuan Islam di Indonesia dan Haramain maka nama beliau pendidikyang akan sering muncul sebab banyaknya riwayat yang didapatkan dari para guru yang tersebar di berbagai negara Islam.

Ulum mencantumkan bahwa setidaknya 500 ulama terkemuka mendapatkan sanad keilmuan melalui Syaikh Yasin.

Sementara menelusuri nasabnya, Syaikh Yasin adalah keturunan ulama Sumatera (Minangkabau).

Namun ada yang mengatakan bahwa beliau juga keturunan dari Sunan Giri.

Data lain mengungkapkan kalau beliau juga masih mempunyai hubungan darah dengan Sultan Agung, Raja Mataram, hal ini berdasar pada julukan yang disematkan padanya, yakni Syaikh Baqir al-Jukhjawi (ulama yang berasal dari Yogyakarta).

Terlepas dari nasabnya, Syaikh Yasin mempunyai segudang prentasi sebab kealiman dan keluhuran akhlaknya.

Dalam jejak kiprahnya, beliau pernah mengajar di Dar al-Ulum pada tahun 1356 H/1937 M. Selanjutnya beliau diangkat menjadi Wakil Mundir di lembaga tersebut.

Kemudian sepeninggal Syaikh Abdul Muhaimin (Mundir Dar al-Ulum), Syaikh Yasin naik pangkat menjadi Mundir.

Kenaikan pangkatnya ini membuat Namanya semakin popular di belahan dunia, terkhusus Haramain dan Indonesia.

Nama beliau terkenal karena keahlian keilmuan yang ditekuninya, seperti tafsir, hadis, gramatika Arab dan sanad.

Terkait dengan sanad, ia dijuluki Pakar Sanad Terkemuka di Dunia (Musnid al-Dunya).

Banyak sekali ulama mengakui kepakarnnya dalam ilmu sanad.

Pelopor Pendidikan Perempuan di Hijaz

Keberpihakan Syaikh Yasin terhadap perempuan berangkat dari serangan yang dilancarkan umat Yahudi dan Nasrani kala itu terhadap Islam.

Mereka terus melakukan tahrif atau distorsi, di antaranya menganggap Islam telah mendiskriminasikan perempuan dengan yang dilegitimasi dengan sumber-sumber Islam, Al-Qur’an dan hadis.

Kaum Yahudi dan Nasrani juga terus mempertanyakan terkait tradisi dalam Islam seperti pernikahan, perceraian, adat keluar rumah bagi perempuan meskipun menuntut ilmu.

Dan juga mengapa laki-laki boleh berpoligami? Juga disusul dengan segelintir pertanyaan mengapa dan mengapa dari kaum mereka.

Atas serangan pertanyaan yang terus dilayangkan inilah, Syaikh Yasin mendirikan Madrasah Banat Ibtidaiyyah di Syami’ah.

Baginya, pendidikan bagi perempuan adalah wajib. Pendidikan yang baik bagi perempuan adalah bekal untuk mendidik putra-putrinya dengan benteng akidah yang kokoh.

Madrasah Banat yang didirikannya juga terus mengalami kemajuan hingga tersebar dan menjadi role model bagi Arab Saudi.

Menjadi kebanggaan tersendiri, bahwa Madrasah Banat ini juga merupakan madrasah perempuan pertama di Arab Saudi.

Di samping itu, pengembangan pendidikan bagi perempuan yang dipelopori oleh Syaikh Yasih mendapat sambutan hangat dari ulama Haramain, salah satunya Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki.

Menariknya lagi, tidak hanya ajaran Islam yang disampaikan kepada murid-muridnya.

Syaikh Yasin juga memperhatikan ilmu lain, seperti sosiologi, microteaching, berhitung dan lain-lain.

Karena banyaknya perempuan yang minat terhadap madrasah yang diasuh Syaikh Yasin, maka pada bulan Rabi’ul Tsani 1377 H (1957 M) didirikan pesantren putri untuk mengkader Muslimah yang mempunyai potensi sesuai minat keilmuannya, terlebih ilmu tentang keislaman.

Perlu diketahui juga bahwa Syaikh Yasin terinspirasi dari denggung perjuangan ulama dan tokoh perempuan di Indonesua yang diembrioi oleh Kartini dan dilanjutkan gaungnya, salah satunya oleh Kiai Bishri Syansuri yang merintis pesantren khusus perempuan pada tahun 1919 M.

Kemudian tahun 1921 juga berdiri Pesantren Sablak yang diasuh Ibu Nyai Khairiyah dan Kaia Ma’shum Ali Kwaran.

Gaung inilah yang kemudian turut menginspirasi Syaikh Yasin untuk mendirikan Madrasah Banat meskipun di tengah kekuasaan Bani Su’ud yang Wahabi dan kaku terhadap kebijakan terhadap perempuan. []

Fatikhatul Faizah

Fatikhatul Faizah, tinggal d Jogjakarta, seorang Ibu yang juga menjadi pengajar. Memiliki fokus kajian di bidang tafsir, studi Islam dan gender.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *