Suluh Kebahagiaan Al-Ghazali: Ini Lima Dasar Kebahagiaan Manusia
HIDAYATUNA.COM – Kebahagiaan di mata setiap orang tentu berbeda. Al-Ghazali sendiri memaknai tentang hakikat kebahagiaan bisa disebut tidak memiliki pengertian yang pasti. Namun bila bicara mengenai kebahagiaan, ini lima dasar kebahagiaan manusia.
Ini lima hal yang mendasari kebahagiaan manusia. Pertama, kebahagiaan hewan buas yakni berorientasi pada menang-kalah. Kedua, kebahagiaan hewan ternak yaitu orientasi kenyang-lapar.
Ketiga, kebahagiaan setan adalah dengan orientasi politik atau mempolitiki. Keempat, kebahagiaan malaikat yang berdasarkan orientasi salat atau tidak, zikir atau tidak. Kelima adalah kebahagiaan sejati. Inilah kebahagiaan manusia yang sesungguhnya. Kapan ini terjadi? Yakni saat senyuman manusia menjadi perpaduan dari kesemuanya.
Bicara kebahagiaan, Al-Ghazali dalam buku “Suluh Kebahagiaan” (MJS Press, 2016) memaknainya dengan keseimbangan. Menurutnya, jika sesuatu yang berbeda dengan lainnya bisa sejalan seimbang tanpa dominasi, itulah letak kebahagiaan.
Kebahagiaan menurut Al-Ghazali sejenis harmoni antara beberapa hal yang berbeda dengan landasan pengetahuan atas porsinya. Seperti halnya perpaduan lima dasar kebahagiaan manusia di atas. Singkatnya, Ghazali menyarankan untuk tetap menjadi “manusia” atau cukup menjadi “kita”. Agar mudah mencapai kebahagiaan.
“Manusia” atau kita yang dimaksud Ghazali merupakan keseimbangan antara tiga hal. Ketiganya merupakan gabungan dari malaikat, hewan, dan setan. Malaikat sendiri melambangkan kecenderungan untuk pasrah, patuh dan tunduk.
Sementara itu, hewan memiliki sifat ambisi, marah dan hasrat. Sedangkan setan memiliki sifat cerdik dan kreatif. Menurut Ghazali, ketiga sifat itu menyatu dalam diri manusia. Ketika salah satu saja sifat tersebut tidak ada dalam diri manusia, kita gagal menjadi manusia. Hal inilah yang membuat sulit bahagia, kata Al-Ghazali.
Manusia bukanlah malaikat yang hanya bisa patuh. Bukan pula hewan yang bisa berambisi, apalagi setan yang selalu cerdik. Tapi manusia dengan segala kesempurnaan yang diberikan-Nya adalah gabungan ketiga sifat tersebut.
Pandangan mengenai hakikat kebahagiaan seperti ini sepertinya sudah mulai luntur. Banyak orang menilai kebahagiaan hanya dari tampilannya saja. Seperti ketika memandang orang dengan pakaian yang melambangkan kepatuhan, maka dipandang dialah orang yang paling bahagia dunia dan akhirat.
Padahal seperti yang dikatakan Al-Ghazali, bahwa kebahagiaan itu ada pada ketiga unsur di atas. Tidak hanya ada pada malaikat. Bahkan pakaian hewan (sikap ambisi, red) dan pakaian setan (sifat kreatif, red) mungkin sama bahagianya.
Dalam memandang kebahagiaan, Al-Ghazali mengajak untuk menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Jika kebahagiaan seseorang hanya terletak pada rasa kenyang-lapar. Di situlah level kebahagiaannya. Begitupun politikus, jika kebahagiaannya terletak pada politik-mempolitiki, kita tidak berhak men-judge karena mungkin di situlah level kebahagiaannya.
Pun orang yang mencerminkan pakaian malaikat. Mungkin di sanalah level bahagianya. Atau orang yang bahagia dengan pujian karena apa yang dikenakannya. Kebahagiaan manusia memiliki porsinya masing-masing.