Suguhan Sakti
Dulu, sesama habaib Jawa apabila sudah berkumpul atau bertemu pasti tak lepas dari yang namanya bercanda. Tradisi itu pun masih berlangsung hingga kini. Seperti halnya Kiai Fatah. Disaat beliau silahturahim ke kerabat dekatnya, Kiai Sholeh. Beliau tak bisa menghindar atas guyonan Kiai Sholeh tersebut. Ketika Kiai Fatah sudah dipersilahkan duduk di ruang tamu. Kiai Sholeh segera memanggil santrinya untuk mengambil suguhan.
Selang beberapa waktu, suguhan itupun datang. Bukan berupa makanan nasi dan lauk pauknya atau lainya, tapi berupa buah semangka yang masih utuh yang belum di kuliti. Di samping buah semangka tersebut sudah disediakan satu buah pisau agak besar dan sangat tajam.
Kiai Fatah sangat heran, lha wong ngasih suguhan tamu kok semangka yang masih utuh, mestinya kan sudah dibelah dan tinggal di makan aja toh ? Pikir beliau.
“Ayo kang, silahkan dimakan semangka nya. Tuh pisaunya sudah saya sediakan di sampingnya,” kata Kiai Sholeh mempersilahkan Kiai Fatah.
“Oh, iya Kang.. matursuwun. Repot-repot aja nih,” jawab Kiai Fatah.
Kiai Fatah pun tak membuang kesempatan itu, segera beliau ambil pisau yang tajam itu. Sambil tanganya satunya memegang buah semangka yang masih utuh.
Namun apa yang terjadi ? Ketika Kiai Fatah menggunakan pisaunya untuk mengiris buah itu, ternyata buah itu tak bisa di belah.
Hingga sampai lama, Kiai Fatah tersebut mengiris-iris buah itu tapi tak sedikitpun cuil ( terkuliti ). Sementara, Kiai Sholeh yang melihat hal itu dari kejauahan Cuma terkekeh-kekeh tertawa sambil bilang.
“Ayo Kang, terus.. masak seorang Kiai Fatah membelah semangka aja tak mampu..” goda Kiai Sholeh.
Dan memang sampai waktu lama, Kiai Fatah benar-benar tak bisa membelah semangka itu. Akhirnya Kiai Fatah pun menyerah dan menyuruh pemilik rumah, Kiai Sholeh untuk membelah semangka itu.
Kiai Sholeh pun dengan enaknya membelah semangka itu dan di makan bersama. Tak lama kemudian, Kiai fatah pun pamit pulang.
Selang beberapa hari, giliran Kiai Sholeh yang silaturahim ke rumah Kiai Fatah. Melihat ada Kiai Sholeh yang datang, Kiai fatah pun mempersilahkan beliau untuk duduk di ruang tamu.
Persis dengan yang dilakukan Kiai Sholeh dulu terhadap dirinya. Kiai Fatah pun menyuruh santrinya untuk membawa suguhan kepada beliau. Namun di tempat Kiai Fatah, bukan semangka yang beliau suguhkan tapi buah pepaya matang yang masih utuh dan belum di kuliti. Tak lupa di samping papaya itu disertakan pisau besar yang sangat tajam.
“Ayo kang Sholeh, dicicipi suguhan dari saya ini Kang,” kata Kiai Fatah.
“Oh iya kang, terimakasih. Wah ? Pepaya ? Pasti segar “
Segera Kiai Sholeh mengambil pisau besar itu untuk membelah papaya. Beliau pikir bisa mudah membelah buah itu. Namun apa yang terjadi ?
Persis yang dialami oleh Kiai Fatah dulu, pepaya itu sangat sakti hingga Kiai Sholeh tak mampu untuk membelahnya.
Cukup waktu yang lama, Kiai Sholeh berusaha bisa membelah buah tersebut. Namun Sholeh berusaha bisa membelah buah tersebut. Namun hasilnya nihil. Terlihat wajah Kiai Sholeh agak putus asa. Sedang Kiai Fatah pun melihat dari kejauahan dengan senyum-senyum sendiri.
“Ayo lah Kang, masak seorang Kiai Sholeh pemimpin pesantren besar tak sanggup membelah pepaya”. Ejek Kiai Fatah dengan senyuman.
“Hahahahaha…. Wah sampean mbales ya Kang atas perbuatanku yang kemarin ?” Jawab Kiai Sholeh dengan tertawa.
“Sekali-kali dapet balesan kan adil to Kang ?” Kata Kiai Fatah.
“yayayayay… wes, aku percaya kok kang atas kesaktian sampean. Ya udah Kang, nih pepayanya silahkan di belah. Saya sudah kepingin.’’
Akhirnya, Kiai Fatah lah yang membelah papaya tersebut dan mereka berdua menikmati buah itu sambil ngobrol santai dan sesekali bercanda.
Referensi: Humor Para Kiai