Sufyan Ats-Tsauri  dan Prinsip Hablum Minan Naas dan Hablum minal ‘Alam

 Sufyan Ats-Tsauri  dan Prinsip Hablum Minan Naas dan Hablum minal ‘Alam

Kisah Seorang Sufi dan Keistimewaan Kalimat Laa Haula wa Laa Quwwata Illa Billah (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Kisah ini diriwayatkan dari kitab Tadzkiratul Aulia karya Fariduddin Attar. Abu Abdullah bin Said ats-Tsauri atau yang lebih akrab kita sapa sebagai Sufyan ats-Tsauri pada suatu hari berjalan bersama seorang sahabatnya melewati rumah seorang seorang tokoh terkemuka. Sahabatnya terpesona oleh serambi rumah itu, namun Sufyan ats-Tsauri menegurnya.

“Jika engkau dan orang sejenismu tidak terpesona oleh istana-istana mereka, mereka tidak akan bermegah seperti ini. Terpesona olehnya berarti turut serta dalam kesombongan mereka.” Ucap Sufyan ats-Tsauri kepada sahabatnya tersebut.

Tetangga Sufyan ats-Tsauri meninggal, beliau pergi untuk membacakan doa pada pemakamannya. Ketika orang-orang memuji almarhum, beliau mengatakan, “Jika aku tahu orang lain menyukai almarhum, aku tidak akan ikut dalam penguburan ini. Orang yang jujur tidak akan disukai oleh semua orang!”

Sufyan ats-Tsauri salah memakai pakaiannya suatu hari. Ketika disadarinya, beliau hendak memperbaikinya tetapi membatalkan niatnya, berkata, “Aku mengenakan pakaian ini karena Allah dan aku tidak ingin mengubahnya hanya karena manusia.”

Seorang pemuda mengeluh karena tidak bisa menunaikan ibadah Haji, Sufyan ats-Tsauri menawarkan kepadanya semua hajinya, asalkan pemuda itu mau bertukar. Malam harinya, dalam mimpi, beliau diberi tahu bahwa pahalanya begitu besar sehingga jika dibagikan kepada semua jamaah di Padang Arafah, semua akan menjadi kaya.

Pada saat memberi makan roti kepada seekor anjing, Sufyan ats-Tsauri menjelaskan bahwa anjing itu akan menjaganya untuk beribadah. Memberi kepada keluarganya akan mengganggu ibadahnya.

Saat dipikul di tandu menuju Mekkah, beliau menangis terus-menerus. Ketika ditanya, beliau menunjukkan jerami dan menyatakan bahwa dosanya tidak lebih berat dari pegangan jerami imannya. Sufyan ats-Tsauri membeli dan melepaskan burung yang sedih di pasar.

Setiap malam, burung itu menunggu dan mendekatinya saat beliau shalat. Ketika Sufyan ats-Tsauri meninggal, burung itu mengikuti prosesi pemakamannya dan berbunyi sedih. Saat jenazah beliau dimakamkan, burung itu masuk ke dalam kubur dan terdengar suara dari dalam memuji Sufyan al-Tsauri karena kebaikannya. Burung itu pun mati bersamanya.

Begitulah contoh suri tauladan dari kisah seorang alim yang senantiasa menjaga hubungan baik dengan sesama manusia saja, dan juga menjaga hubungan baik binatang yang merupakan makhluk ciptaan Allah Ta’ala seperti manusia. Kisah ini menjadi contoh implementasi nyata dari penerapan semangat hablum minan naas dan hablum minal ‘alam.

Wallahu a’lam bisshawab.

Muhammad Ahsan Rasyid

Muhammad Ahsan Rasyid, magister BSA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang juga aktif di berbagai organisasi dan kegiatan sukarelawan. Tinggal di Yogyakarta, dapat disapa melalui Email: rasyid.ahsan.ra@gmail.com.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *