Strategi Wahid Foundation Tangani Persebaran Intoleransi di Sekolah
Dalam rangka mencegah persebaran paham radikalisme. Strategi Wahid Foundation Tangani Persebaran Intoleransi di Sekolah
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Gejala Intoleransi dan Radikalisme ditengarai terus meluas di tanah air. Hal tersebut juga masih menjadi tantangan serius di negeri kita bahkan menjadi masih bagi kebhinnekaan di Indonesia.
Direktur eksekutif Wahid Foundation, Mujtaba Hamdi berpendapat bahwa gagasan dan praktik yang cenderung intoleran terhadap kelompok agama lain terus menjalar ke berbagai segmen masyarakat, tak terkecuali lembaga pendidikan.
“Sekolah negeri, yang notabene dikelola oleh negara dan dibiayai pajak rakyat, justru menjadi sasaran penting persebaran Intoleransi dan Radikalisme,” ujar Mujtaba melalui pernyataan resmi di Jakarta, Sabtu (29/2/2020).
Merujuk riset Wahid Foundation (2016) sendiri, mengonfirmasi bahwa dari 1.626 siswa aktivis Rohani Islam (Rohis), terdapat setidaknya 60 persen yang menyatakan bersedia berangkat jihad ke area-area konflik seperti Suriah jika diberi kesempatan.
“Gejala tersebut membutuhkan respons yang kreatif sekaligus sistematis. Intervensi strategis terhadap kelompok anak muda menuntut kreativitas, sehingga mampu membuat anak muda tertarik dan percaya diri terhadap gagasan dan praktik yang lebih toleran terhadap agama lain dan moderat dalam beragama,” ungkapnya.
Menurut Mujtaba, intervensi tersebut juga harus sistematis. Alasannya, agar intervensi yang dijalankan melahirkan perubahan yang berkelanjutan, dan pada saat yang sama dapat membentuk model yang dapat diterapkan di tempat lain.
Dalam konteks ini, Wahid Foundation menawarkan inisiatif Sekolah Damai sebagai bagian dari intervensi strategis yang mengedepankan metode kreatif dan sistematis tersebut. Bekerja sama dengan Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII).
“Sekolah Damai yang diluncurkan pada 2017 ini berusaha menciptakan lingkungan sekolah yang mampu membentuk peserta didik menyerap dan menerapkan nilai harmoni, inklusivisme, kerukunan, dan perdamaian,” terang dia.
Dikatakan Mujtaba, inisiatif Sekolah Damai dijalankan di 60 sekolah di empat provinsi: Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Wahid Foundation lantas mendokumentasikan pembelajaran sepanjang pelaksanaan Sekolah Damai 2017-2019 melalui buku panduan yang mengurai prinsip-prinsip dan langkah-langkah yang menjadi patokan pelaksanaan Sekolah Damai.
Selain bertujuan untuk memudahkan SMA, SMK, dan sederajat di Indonesia yang ingin menerapkan Program Sekolah Damai di lingkungan mereka. “Kami juga berharap dapat menjadi rujukan pembuat kebijakan dan pegiat organisasi masyarakat sipil dalam mengarusutamakan nilai-nilai perdamaian dan toleransi di sekolah,” katanya.
Mujtaba mengatakan, program Sekolah Damai masuk ke institusi dan proses sekolah. Panduan ini merumuskan tiga pilar utama yang dijadikan indikator capaian toleransi dan perdamaian, yaitu pilar kebijakan, pilar lingkungan sekolah dan pilar tata organisasi siswa.
Setiap pilar diurai lebih rinci dengan fokus dan komponen yang secara spesifik dapat diukur. Dari segi proses dan tahapan, panduan ini mengupas secara gamblang tahap-tahap yang harus dilalui, mulai dari pengenalan konsep, penguatan kapasitas dan pendampingan siswa, hingga pendampingan perumusan kebijakan sekolah. “Dan tentu, ketika melibatkan siswa, metode yang digunakan harus kreatif dan ‘kekinian’,” ujarnya.
Wahid Foundation berharap, panduan ini dapat turut menyumbang perluasan nilai, gagasan dan praktik toleransi dan perdamaian di lingkungan sekolah. “Panduan ini diharapkan juga mampu memantik inspirasi bagi pelaku pendidikan dan pengambil kebijakan dalam mengembangkan kebijakan dan proses pendidikan yang lebih berorientasi pada toleransi, moderasi beragama dan perdamaian,” pungkasnya. (AS/Hidyatuna.com)