Strategi Sunan Kalijaga dalam Berdakwah
HIDAYATUNA.COM – Sunan Kalijaga nama kecilnya Raden Syahid. Ia merupakan anggota walisongo yang amat populer di tanah Jawa. Namun, tak banyak orang yang mengetahui ajarannya.
Umumnya, orang-orang mengetahui dan mengenal ajarannya lewat kidung atau tembang. Diantaranya tembang “lir-ilir” yang biasa dinyanyikan anak-anak SD di Jawa.
Sebagai waliyullah, Sunan Kalijaga termasuk orang yang dikasihi oleh Allah SWT. sebagaimana pengertian dari kata waliyullah adalah “kekasih Allah”. Oleh karena itu seperti waliyullah pada umumnya yang mempunyai kelebihan atau yang sering kita sebut dengan “karomah”. Yaitu sifat dan pemberian dariu Allah berupa keunggulan lahir batin yang tidak biasa dimiliki oleh sembarang orang.
Sebenarnya metode yang digunakan Sunan Kalijaga dalam mendidik para pengikutnya adalah lebih pada kepada sifat toleran. Beliau berpendirian bahwa rakyat akan lari begitu dihantam dan diserang pendiriannya karena pada dasarnya masyarakat jawa sudah memiliki budaya-budaya warisan dari para leluhurnya.
Adat istiadat hendaknya jangan diberantas, akan tetapi dipelihara dan dihormati sebagai suatu kenyataan. Adapun cara mengubah adat istiadat yang sudah tertanam di hati masyarakat tanah Jawa adalah dengan cara sedikit-demi sedikit memasukkan unsur-unsur agama Islam.
Sikap seperti itulah yang tercantum pada sejumlah karya-karyanya. Apabila dilihat dari kacamata kebudayaan cenderung mengarah pada sifat akulturasi antara kebudayaan lama dengan kebudayaan yang baru hasil kreasinya ke arah yang lebih islami.
Akulturasi Dakwah Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga juga dipandang sebagai tokoh yang telah menghasilkan kreasi baru, yaitu adanya wayang kulit dengan segala perangkat gamelanya. Wayang kulit ini merupakan pengembangan dari wayang beber yang memang sudah ada sejak zaman Erlangga. Diantara wayang ciptaan Sunan Kalijaga bersama Sunan Bonang dan Sunan Giri adalah punakawan.
Kemampuan Sunan Kalijaga dalam mendalang (memainkan wayang) begitu memukau sehingga terkenal sebagai nama samaran. Diantaranya dikenal dengan nama Ki Brangti, bila mendalang ditegal dikenal dengan nama Ki Bengkok. Apabila mendalang di daerah Purbalingga dikenal dengan nama Ki Kumendug.
Sunan Kalijaga juga dikenal sebagai seorang pemimpin yang bijak, pejuang yang tangguh, diploma yang unggul. Keberadaannya itu dibuktikan dengan keberhasilan beliau membujuk dan mengajak pulang Prabu Brawijaya V kembali ke Majapahit dan meyakinkan agar beliau mau memeluk agama Islam.
Berita tersebut didapat diketahui sebagaimana tersirat dalam tembang macapat yang terdapat dalam Jangka Jayabaya Sabdo Palon sebagai berikut:
SINOM
Padha sira ngelingana cerita ing nguni-nguni, kang kocaping serta babad. Babad Negri Majapahit, nalika duking nguni, sang Brawijaya aprabu, pan samnya pepanggihan kalian Jeng Sunan Kalijaga, Sabda Palon, Naya Gengong Rencangiro.
Sang Aprabu Wijaya, Sabdanira arum manis, nuntun dhateng punaka, Sabdo Palon paran ngarsi, jeneng sun sapunika wus ngrasuk agama Rasul. Heh, kakang pakenniro meluwa agama suci. Luwuh becik iki agama kang mulya.
Secara garis besar artinya adalah:
Ingatlah cerita zaman dahulu yang tersirat dalam babad. Yaitu babad Negri Majapahit, pada waktu itu sang prabu Brawijaya beserta abdi Sabdo Palon dan Naya Gengong ketemu dengan Kanjeng Sunan Kalijaga.
Sang Prabu Brawijaya berkata dengan lemah lembut, menuntun kepada abdi Sabdo Palon ketika menghadap, bahwa sang Parabiu Brawijaya sekarang sudah memeluk agama Rasul (Islam). Sabdo Palon dianjurkan untuk mengikuti memeluk agama suci itu, agama yang mulia.
Selain itu Sunan Kalijaga juga dikenal sebagai mubaligh keliling yang mampu mengislamkan masyarakat-masyarakat di setiap daerah yang didatangi dengan cara persuasif, tanpa adanya paksaan atau bujuk rayu dengan pemberian sesuatu.
Sunan Kalijaga juga dikenal sebagai pujangga. Predikat ini dapat dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang memeluk agama Islam ke dalam tembang, terutama tembang yang berjudul “lir ilir”.