Stop Sebut Pelakor Lagi!
HIDAYATUNA.COM – Di bulan Februari ini masyarakat Indonesia tengah digegerkan dengan sebuah pemberitaan yang mengangkat sebutan ‘pelakor’. Istilah tersebut semestinya kurang pantas karena pria bukanlah objek yang bisa direbut.
Kali ini pemberitaan itu datang atas dugaan perselingkuhan Ayus Sabyan, yang melibatkan Nissa Sabyan. Keduanya merupakan personil dari Sabyan Gambus, Grup musik Islami yang sangat digemari berkat suara lembut nan merdu yang dibawakan oleh Nissa sang vokalis.
Pemberitaan keduanya pun terus berkembang dengan memunculkan berbagai statement. Baik itu tentang nikah siri keduanya, sangkut paut baju couple mereka dalam video clip, hingga melemparkan stigma pelakor pada Nissa. Bahkan berita ini telah menjadi trending topic di Twitter dengan menempati posisi pertama.
Namun, melalui berita ini ada satu hal yang perlu kita pertanyakan. Kenapa banyak media mengangkat berita ini yang seolah sebagian besar adalah kesalahan Nissa? Ujaran pelakor pun banyak dilemparkan kepada Nissa. Baik itu di media sosial hingga di suatu perkumpulan.
Sebutan Pelakor Buat Posisi Laki-Laki Lebih Aman
Pelakor sendiri bukanlah istilah yang asing di tengah masyarakat kita. Kata ini mulai kita kenal sekitar tahun 2017 melalui media sosial dan semakin familiar sejak beredarnya video dari Shafa Harris yang melabrak Jennifer Dunn.
Di mana saat itu Shafa mengungkapkan bahwa Jennifer sudah merebut ayahnya dari kehidupannya. Setelah itu banyak orang yang mengatakan Jennifer sebagai pelakor yang merupakan akronim dari “Perebut Lelaki Orang”. Saat ini pun, kata tersebut turut dilemparkan pada Nissa Sabyan.
Namun, sebutan yang diarahkan pada perempuan ini telah membuat perempuan seolah sangat rendah dan tidak memiliki harga diri. Di sisi lain ada laki-laki yang mendapat keamanan di balik ungkapan tersebut. Seakan-akan laki-laki di sini telah menjadi korban karena sudah diperebutkan.
Jika kita pikirkan kembali, suatu perselingkuhan tidak akan terjadi jika kedua belah pihak tidak saling menyepakatinya. Tetapi selama ini pihak perempuanlah yang banyak disalahkan dan diangkat ke dalam pemberitaan media massa. Sedangkan posisi laki-laki tetap aman dan meskipun diberitakan pun tidak terlalu dibesar-besarkan.
Jangan Lagi Menggunakan Kata Pelakor
Kata pelakor memberikan dampak yang sangat besar dan menimbulkan ketidakadilan. Bahkan karena kata ini diberikan secara gencar pada perempuan, maka berpotensi untuk mengganggu mentalnya.
Sedangkan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi haruslah dengan kondisi tubuh yang sehat. Tidak terkecuali mentalnya sehingga bisa berpikir secara jernih untuk mengatasi masalah tersebut.
Oleh karena itu, mulai sekarang marilah kita hindari untuk tidak lagi menggunakan kata pelakor dalam kehidupan sehari-hari. Ini menjadi bentuk upaya kita untuk mendukung suatu keadilan sehingga tidak hanya menyalahkan dan memojokkan pihak perempuan saja.
Selain menghindari untuk tidak menggunakan kata pelakor, kita juga bisa berusaha untuk menolak berbagai pemberitaan yang mengangkat isu tentang pelakor. Misalnya dengan tidak ikut serta membaca beritanya. Ini menjadi langkah kecil kita untuk bisa mengurangi penggunaan kata tersebut yang hanya menguntungkan salah satu pihak.
Perlu kita ketahui bersama, bahwa penolakan untuk tidak menggunakan kata pelakor bukan berarti kita menyetujui adanya perselingkuhan. Perselingkuhan tetap menjadi suatu hal yang tidak baik. Namun dalam hal ini kita berupaya agar budaya patriarki tidak semakin berkembang dan tidak semakin memperjelas bahwa perempuan adalah makhluk kelas dua.
Dengan begitu, hentikanlah untuk menyebut-nyebut kata pelakor dalam setiap aktivitas kita sehari-hari. Seperti halnya saat kita mendapati suatu pemberitaan. Ini sama saja kita telah memberikan perlindungan bagi pihak laki-laki dan merasa dirinya telah menjadi korban atas masalah tersebut.