Stafsus Menag: Media Memainkan Peran Kunci dalam Mempromosikan Islam Ramah
HIDAYATUNA.COM – Dalam era digital yang semakin berkembang, peran media massa dan media sosial menjadi sangat penting dalam memperkuat kampanye Islam yang bersifat ramah di era ini. Media telah terbukti efektif dalam menghadapi isu-isu ekstremisme yang sering disamarkan dengan ajaran Islam yang masih marak saat ini.
Wibowo Prasetyo, Staf Khusus Menteri Agama RI Bidang Media dan Komunikasi Publik, mengungkapkan bahwa “Islam yang sering kali dipahami sebagai agama yang keras dan tidak ramah masih terus muncul dan berakar di benak sebagian masyarakat. Ini merupakan tantangan bagi kita untuk meresponsnya dan menunjukkan bahwa ajaran Islam sejatinya sangat ramah, menjunjung perdamaian, keadilan, dan kemanusiaan.”
Dia menyampaikan pandangan ini saat menghadiri Workshop Penguatan Sindikasi Media untuk Membangun Islam yang Ramah di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung pada tanggal 16 September 2023.
Wibowo mendorong agar berbagai media dapat bekerja sama dengan berbagai kelompok masyarakat dalam membentuk narasi tentang Islam yang lebih positif dan menunjukkan kerahmatan Islam bagi seluruh alam semesta (rahmatan lilalamin).
Selain itu, masyarakat yang aktif di media sosial juga memiliki peran yang signifikan dalam mempromosikan Islam yang ramah dengan mendukung sikap moderat.
Posisi ilmuwan Muslim dianggap strategis dalam memberikan pemahaman yang mendalam dan pencerahan dalam mencapai dua tujuan kampanye ini. Dalam konteks ini, pendirian jaringan media yang berada di bawah naungan perguruan tinggi keagamaan Islam negeri (PTKIN) di Indonesia menjadi tambahan yang kuat dalam mendukung kampanye besar ini.
Media telah terbukti menjadi alat yang efektif dalam menghadapi isu-isu ekstremisme yang berasal dari ajaran Islam yang salah kaprah.
Wibowo juga mencatat bahwa saat ini, citra Islam di Indonesia masih didominasi oleh konten-konten yang bersifat lisan. Ini didukung oleh hasil penelitian Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta pada tahun 2021 yang menunjukkan bahwa 45% konten keislaman di televisi masih berbentuk program ceramah. Program talkshow juga mencapai 36%, sementara feature (15%) dan program pengobatan dan semi dokumenter (2%).
Wibowo berpendapat bahwa saatnya ceramah dan khutbah diperkaya dengan penelitian, kajian, dan pemahaman agama yang lebih dalam.
Dia berharap bahwa kondisi saat ini akan menjadi bahan refleksi dan evaluasi, terutama bagi cendekiawan Muslim. Dia juga mendorong agar di era digital ini, Indonesia dapat melahirkan sarjana Islam yang unggul, sebagaimana yang terjadi pada era 1970-1990.
Akhirnya, dia menyimpulkan, “Saya yakin bahwa jika hal tersebut tercapai, pemikiran Islam akan tumbuh dan berkembang dengan baik, sehingga citra Islam yang lebih ramah di Indonesia akan semakin terjaga.”