Soal Penolakan Komunisme, Umat Islam Punya Memori Buruk

Soal Penolakan Komunisme, Umat Islam Punya Memori Buruk
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Mengapa gelombang penolakan komunisme kuat datang dari kelompok umat Islam di Indonesia? Menurut peneliti politik LIPI Siti Zuhro hal itu dikarenakan dalam sejarahnya umat Islam punya sejarah kelam atas kekejaman komunis.
Salah satunya ormas Islam terbesar di Indonesia, memiliki sejarah kelam saat dibantai kelompok PKI. Itulah mengapa, lanjut Siti Zuhro, umat Islam, punya memori buruk terhadap gerakan komunisme.
Ia menjelaskan, misal pada tragedi 1948 di Madiun. Siti menyebut hingga saat ini umat Islam masih terngiang pembantaian ulama dan santri di Pesantren Takeran yang dimotori PKI.
“Umat Islam, NU pun punya memori buruk karena masyarakat NU juga pernah dibantai,” kata Siti kepada CNN Indonesia, dikutip Rabu (8/7/2020).
Situasi itu ditambah saat era Orba. Dimana di era Orde Baru, komunisme manjadi musuh bersama.
Sekalipun sudah berganti rezim, namun memori kekejaman komunisme pada masa lalu masih tetap tumbuh subur pada diri kelompok Islam.
Ia menilai memori buruk atas kekejaman PKI terhadap umat Islam ini bisa bangkit kembali sewaktu-waktu, seperti yang terjadi beberapa tahun belakangan.
“Komunisme jadi common enemy (musuh bersama). [Gelombang aksi] terjadi karena ada yang merasa terancam, umat Islam merasa terancam dengan isu kebangkitan,” tuturnya.
Sebagai informasi, Kekejaman PKI terhadap kyai, santri dan ulama juga terekam dalam buku berjudul Ayat-ayat yang Disembelih karya Anab Afifi dan Thowaf Zuharon.
Di buku yang diangkat dari kisah nyata korban kekejian PKI itu, kedua penulis menjelaskan bahwa PKI pertama kali melakukan gerakan revolusioner yang disebut formal fase nonparlementer, yakni pengambilalihan kekuasaan dari pemerintah yang sah.
Usaha kudeta itu disertai penculikan dan penganiayaan serta pembunuhan sejumlah penduduk sipil, para ulama, santri, pejabat, dan polisi. Anab Afifi mengungkap bagaimana kekejaman PKI di Tegal dan sekitarnya. Kekejian pertama PKI yaitu pada penghujung bulan Oktober 1945.