Soal 600 WNI eks ISIS, Guru Besar UI Minta Pemerintah Pertimbangkan Dua Hal

 Soal 600 WNI eks ISIS, Guru Besar UI Minta Pemerintah Pertimbangkan Dua Hal

Menanggapi Masalah Kasus 600 WNI eks ISIS, Guru Besar UI Meminta Kepada Pemerintah Untuk Pertimbangkan Dua Hal Ini

HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Pemerintah Indonesia masih menkajaji secara cermat perihal rencana pemulangan 600 Warga Negara Indonesia (WNI) eks ISIS di Suriah, Timur Tengah. Nantinya, apabila pemerintah hendak menerima kembali 600 WNI tersebut, dua hal ini harus menjadi pertimbangan.

Pertimbangan ini tidak sekedar pemenuhan formalitas yang diatur dalam peraturan perundang-undangan atau alasan kemanusiaan. Pertama adalah seberapa terpapar warga ISIS asal Indonesia dengan ideologi dan paham yang diyakini oleh ISIS.

“Penilaian ini perlu dilakukan secara cermat per individu,” kata Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (5/2/2020).

“Assesment  mengenai hal ini penting agar mereka justru tidak menyebarkan ideologi dan paham ISIS di Indonesia,” imbuhnya.

Kedua, kata Hikmahanto, adalah seberapa bersedia masyarakat di Indonesia menerima kehadiran mereka kembali.

“Kesediaan masyarakat di sini tidak hanya dari pihak keluarga namun pada masyarakat sekitar di mana mereka nantinya bermukim, termasuk pemerintah daerah,” jelasnya.

Menurut dia, dewasa ini kebijakan pemerintah pusat bila tidak dikomunikasikan dengan baik ke daerah, bisa memunculkan penolakan dari daerah. Akibatnya pemerintah pusat akan mengalami kerepotan tersendiri.

Selain itu Hikmahanto mengatakan mereka yang tergabung dalam ISIS sebenarnya telah kehilangan kewarganegaraan Indonesianya berdasarkan Pasal 23 UU Kewarganegaraan 2016 khusunya huruf (d) dan huruf (f).

Huruf (d) menyebutkan kehilangan kewarganegaraan disebabkan karena “masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden”.

Sementara huruf (f) menyebutkan “secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut.”

Kewarganegaraan mereka bisa saja dikembalikan namun mereka wajib mengikuti prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. “Kasus Arcandra Tahar mantan Wakil Menteri ESDM setelah kehilangan kewarganegaraan karena memiliki kewarganegaraan ganda dapat menjadi rujukan pemerintah,” pungkasnya. (AS/HIDAYATUNA.COM)

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *