Skeptis, Cara Islam Perangi Hoaks Virus Corona

 Skeptis, Cara Islam Perangi Hoaks Virus Corona

Oleh: Iin Endang Wariningsih*

HIDAYATUNA.COM- Jahat. Mungkin itulah kata yang tersemat tatkala mendapati sebuah informasi hoaks (berita bohong, palsu). Hoaks seringkali kita temui saat berselancar di media sosial.

Banyak motif dari para pelaku pembuat hoaks. Ada yang bermotifkan iseng-iseng belaka, kejahatan, menyesatkan dan lainnya. Namun jika saya mengamatinya bahwa dasar dari pelaku pembuat hoaks itu adalah adanya kepentingan yang menguntungkan bagi sang pembuat. Baik kepentingan pribadi ataupun kelompok.

Namun bagaimanapun motifnya kita sepatutnya memerangi beredarnya hoaks. Hoaks merupakan sebuah pelaku kejahatan, bukan hanya perbuatannya tapi dampak dari perbuatan hoaks juga dapat merugikan orang banyak.

Misalnya saja dalam musibah merebaknya Virus Corona. Dalam kondisi kepanikan, musibah yang dialami seseorang, tak habis pikir masih ada orang yang tega dalam memproduksi hoaks tentang virus Corona. Di mana hal itu berakibat meningkatkan intensitas kepanikan masyarakat.

Jamak kita ketahui bersama, akhir pekan lalu aparat Indonesia berhasil menangkap penyebar hoaks tentang Virus Corona di Wonokusumo, Kota Surabaya. Tak lain pelakunya adalah seorang ibu rumah tangga. Dalam hoaks yang dibuat dan tersebar di media sosial, dirinya mengklaim mempunyai info tentang sudah adanya pasien yang positif Covid-19 dirawat di RSUD Dr Soetomo Surabaya sejak awal Maret 2020.

Itu adalah salah satu kasus dari sekian banyaknya penyebaran hoaks tentang Virus Corona. Berdasarkan data Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), mengungkapkan bahwa terdapat 177 jenis Hoaks Virus Corona yang beredar di Indonesia. Jumlah tersebut hanya dalam periode 23 Januari hingga per 8 Maret 2020. Hal itu sebagaimana dikutip dari berita liputan6.com, Senin (9/3/2020).

Ironi memang, dalam tenggang waktu satu setengah bulan saja jumlah penyebaran hoaks soal Virus Corona begitu banyak. Dari gambaran atas data tersebut, dapat dikatakan bahwa memang aktivitas bermedia sosial sebagian orang belum diimbangi dengan sikap bijak dalam menggunakan media sosialnya.

Hoaks Lebih Berbahaya dari Pembunuhan

Ketika kita menilik sejarah peradaban Islam, hoaks sudah muncul pada masa Khulafaurrasyidin. Di mana hoaks waktu itu sempat menimbulkan perpecahan dikalangan kaum muslimin.

Contohnya saja pada tragedi pembunuhan  yang dialami oleh Khalifah Usman bin Affan. Peristiwa pembunuhan yang berakibat meninggalnya Usman bin Affan, tidak lain adalah akibat dari berita hoaks.

Di mana kala itu, isi berita hoaks yang berhembus menyatakan bahwa Khalifah Usman bin Affan telah membuat surat perintah untuk membunuh salah satu rombongan dari Mesir yang mengadu pada beliau.

Hingga akhirnya ada seorang sahabat yang termakan atas berita hoaks tersebut, yang berujung pada pembunuhan yang dilakukannya kepada Usman bin Affan. Padahal sebenarnya, Usman bin Affan tidak pernah membuat surat yang demikian itu.

Hoaks pun tidak hanya berhenti pada masa Usman bin Affan, di masa Ali bin Abu Thalib pun kembali terjadi, hingga berujung pada pembunuhan. Isu Hoaks yang disebarkan menyatakan bahwa Sayyidina Ali sebagai Khalifah tidak bisa menegakkan hukum Allah.

Ironi, sahabat yang bernama Abdullah bin Muljam termakan berita Hoaks tersebut. Akibat Hoaks itu, kebencian Abdullah bin Muljam terhadap Ali bin Abi Thalib pun muncul. Kemudian kebencian itu berpuncak pada pembunuhan yang dilakukannya kepada Ali bin Abi Thalib, dengan dalih jihad dalam menegakkan hukum Allah.

Hal itu menggambarkan bahwa hoaks sangat berbahaya. Di mana Abdullah bin Muljam yang dikenal alim pun, dapat bertindak tidak manusiawi atas dampak adanya berita hoaks.

Hoaks dapat disebut juga sebagai fitnah. Hingga pada akhirnya kebenaran ayat Alquran tentang “… Fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan …”(QS. Al Baqarah, 2 : 191), sangat pas untuk menganalogikan atas dampak negatif dan bahaya yang ditimbulkan atas berita hoaks.

Skeptis dalam Islam

Siapapun dapat terseret menjadi pelaku penyebaran hoaks. Jika tidak hati-hati dalam menerima sebuah informasi, perihal kebenarannya. Di tambah kemudahan dalam menerima dan menyebarkan sebuah informasi  didukung dengan teknologi seperti gawai yang hanya berukuran 5-6 inci saja.

Dalam gawai, seperti kata Joko Pinurbo ketika mengisi acara di Kafe Basa Basi di Yogyakarta, beberapa pekan lalu, ia mengungkapkan bahwa dalam gawai terdapat Surga dan Neraka. Tergantung bagaimana orang yang menggunakannya. Memilih Neraka atau Surga.

Dalam konteks ini pembahasan Virus Corona misalnya, penulis memaknai Neraka terkait dengan perilaku produksi, hingga distribusi hoaks tentang Virus Corona. Di mana mengaca apa yang diakibatkan atas berita palsu, yang membuat kepanikan khalayak sudah masuk dalam kategori perilaku kejahatan.

Sedangkan untuk Surganya, penulis memaknainya dengan bagaimana upaya terbaik untuk ikut menenangkan kepanikan akibat menyebarnya Virus Corona, dengan cara menyebarkan kedamaian, misal memproduksi konten-konten bermanfaat, berita yang berdasar atas kebenaran dan virus kedamaian, kemanusiaan yang disebarkan lewat media sosial. Sekarang manusia tinggal memilih, pilih Surga atau Neraka.

Kemudian kembali pada bagaimana caranya supaya tidak terjerumus menjadi pelaku penyebaran hoaks. Salah satunya dengan cara menanamkan sikap skeptis dalam diri kita.

Skeptis memiliki makna, keragu-raguan, kurang percaya terhadap sesuatu. Artinya dengan sikap skeptis yang dimiliki kita dituntut untuk mempertanyakan ulang, perihal kebenaran atas informasi yang diterima. Bukan asal ikut-ikutan klik share saja pada saat bermedia sosial.

Dalam hal ini, sikap skeptis kiranya dalam Islam sudah dianjurkan. Hal itu termaktub pada QS al-Hujurat:6.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS al-Hujurat:6)

Ayat tersebut menyuruh kita untuk selalu teliti dalam menerima berita, supaya tidak terjerumus pada jurang penyesalan. Secara tidak langsung makna tersebut sama dengan sikap skeptis.

Akhir tulisan ini saya berharap, dalam mengahadapi musibah Virus Corona, kita seyogyanya dapat bekerjasama untuk saling menenangkan bukan memunculkan kepanikan. Meninggikan sikap kemanusiaan daripada kepentingan yang tak berkemanusiaan yang dapat berakibat kehancuran. Mari berperan aktif untuk memerangi berita hoaks dari oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Sekian.

* Mahasiswa Pendidikan Matematika UIN Walisongo

Baca Juga: Aktivis Anti-ekstremis Protes Pelanggaran HAM Terhadap Muslim Uighur

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *