Shalat Memakai Alas Di Bawahnya Ada Najis
HIDAYATUNA.COM – Sudah menjadi kebiasaan dibanyak tempat shalat menggunakan alas sajadah atau karpet. Misalnya ketika shalat jumat masjid penuh maka jamaah akan menggelar sajadah diemperan masjid. Bagaimana hukumnya jika tempat digelar sajadah tersebut ada najis? Bukankah syarat sah shala suci dari najis.
Persoalan seperti di atas mungkin pernah dialami oleh pembaca, maka dari itu mari kita bahas bagaimana hukumnya. Tentu pertama-tama yang harus dilakukan adalah mencoba menghindari najis tersebut. Jika tidak bisa dihindari maka demikianlah pendapat Imam Syairazi dalam kitab al-Muhadzab:
فإن صلى على أرض فيها نجاسة فإن عرف موضعها تجنبها وصلى في غيرها وإن فرش عليها شيئا وصلى عليه جاز لأنه غير مباشر للنجاسة ولا حامل لما هو متصل بها
Artinya: “Jika seseorang melaksanakan shalat di atas dataran yang terdapat najis, jika tempat najis diketahui olehnya maka hindari najis tersebut dan shalat ditempat lain. Jika di atas najis tersebut diberi alas, lalu ia shalat di atas alas tersebut maka hal ini diperbolehkan, karena ia tidak bersentuhan dengan najis dan tidak membawa sesuatu yang menempel pada najis”.
Imam Syairazi menghukumi sah shalat dengan alas yang di bawahnya ada najis. Beliau berpendapat bahwa najis tidak bersentuhan langsung dengan orang yang shalat. Dengan demikian jika najis tersebut tembus pada sajadah atau alas karpet maka tidak diperkenankan.
Sama dengan pendapat di atas Syekh Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini dalam kitab Kifayah al-Akhyar secara tegas menjelaskan sahnya shalat diatas alas yang di bawahnya ada najis:
ولو صلى على بساط تحته نجاسة أو على طرفه نجاسة أو على سرير قوائمه على نجاسة لم يضر ولو كانت نجاسة تحاذي صدره في حال سجوده أو غيره : فوجهان الأصح لا تبطل صلاته لأنه غير حامل للنجاسة ولا مصل عليها
Artinya: “Jika seseorang shalat di atas karpet yang di bawahnya terdapat najis, atau ia shalat di atas ranjang yang mana penyangganya terdapat najis maka hal tersebut tidak membahayakan shalatnya. Jika sebuah najis sejajar dengan dadanya tatkala ia sujud atau melakukan rukun yang lain, maka dalam keadaan demikian terdapat dua pandangan. Menurut qaul ashah shalatnya tidak batal karena ia tidak membawa terhadap najis dan tidak shalat di atas najis”.
Sementara itu menurut Syekh Abu Bakar Syatha dalam kitab I’anatut Thalibin menyatakan sebagai berikut:
وخرج بقابض وما بعده ما لو جعله المصلي تحت قدمه فلا يضر وإن تحرك بحركته كما لو صلى على بساط مفروش على نجس أو بعضه الذي لا يماسه نجس
Artinya: “Di luar cakupan dari redaksi ‘Orang yang menggenggam dan seterusnya’ adalah orang yang menjadikan najis itu di bawah kakinya. Kalau begini kasusnya, maka salatnya tidak masalah sekalipun ia ikut bergerak bersama gerakannya. Hal ini berlaku ketika seseorang shalat di atas hamparan tikar yang digelar di atas benda najis atau di atas sebagian tikar yang tidak tersentuh najis.”
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa sah shalat seseorang menggunakan alas yang dibawahnya ada najis. Meskipun begitu juga harus dipastikan najisnya tidak tembus ke atas misalnya karena basah. Demikian uraian kami semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.
Sumber:
- Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, Kifayah al-Akhyar, juz 1, hal. 108
- Syekh Abi Ishaq Asy-Syairazi, Al-Muhadzab, juz 1, hal. 116
- Abu Bakar Syatha, I’anatut Thalibin