Sertifikasi Halal Tidak Hanya Dibentuk oleh Satu Lembaga Saja
HIDAYATUNA.COM, Jakarta — Setidaknya ada tiga pihak yang terlibat dalam proses sertifikasi halal sebuah produk yang diajukan oleh para pelaku usaha. Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) Muhammad Aqil Irham menjelaskan hal tersebut.
“Ada perubahan mendasar dalam proses sertifikasi halal pasca terbitnya Undang-undang No 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Salah satunya, proses sertifikasi halal dilakukan melalui sinergi para pihak. Tidak hanya oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI),” Aqil Ihram di Jakarta dilansir dari laman resmi Kemenag pada Rabu (16/03).
Adapun dirinya menyebut pihak-pihak yang terlibat dalam pembentukan sertifikasi halal antara lain BPJPH, Lembaga Pemeriksa Halal dan MUI sesuai dengan UU No 33 tahun 2014.
Menurutnya, masing-masing pihak sudah memiliki tugas dan tanggung jawabnya dalam tahapan sertifikasi. Tugas dan tanggung jawab itu diemban sejak dari pengajuan pemilik produk hingga terbitnya sertifikat.
BPJPH misalnya, memiliki tugas menetapkan aturan/regulasi. Kemudian menerima dan memverifikasi pengajuan produk halal dari Pelaku Usaha (pemilik produk), dan menerbitkan sertifikat halal beserta label halal.
Sementara Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), bertugas melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk yang diajukan untuk sertifikasi halalnya. Pemeriksaan ini dilakukan oleh auditor halal yang dimiliki oleh LPH.
Pihak ketiga yang berperan dalam proses sertifikasi, kata Aqil Irham, adalah MUI. MUI berwenang menetapkan kehalalan produk melalui sidang fatwa halal. Ketetapan halal ini, baik yang terkait dengan standar maupun kehalalan produk.
“Sertifikat halal yang diterbitkan BPJPH didasarkan atas ketetapan halal MUI,” tegasnya.