Seperti Apa Praktik Asketis di Pondok Pesantren?

 Seperti Apa Praktik Asketis di Pondok Pesantren?

UAH: Manajemen Pendidikan Islam Satu-Satunya Solusi Terbaik (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Istilah asketisme memang tidak tenar di kalangan kita. Sebab istilah ini biasanya digunakan oleh kaum filsafat untuk mempelajari gaya hidup yang hampir sama dengan minimalis.

Jika minimalisme diartikan sebagai gaya hidup yang memanfaatkan kebutuhan. Bedanya, asketisme menekankan pemahaman untuk meninggalkan kehidupan yang bersifat duniawi dan materi.

Jika ditarik kepada makna yang lebih jauh, istilah ini memaknai bahwa keterikatan terhadap dunia dapat membelenggu seseorang dalam mencapai kebaikan dan keselamatan.

Artinya, seseorang harus melepaskan kehidupan dunia untuk terus melakukan kebaikan.

Dalam Islam, asketisme dapat ditelusuri dari konsep zuhud yang berkembang dari tradisi tasawuf. Zuhud diartikan memalingkan aktivitas yang bersifat duniawi.

Zuhud ini tidak lepas dari dua hal, di antaranya: perjalanan yang ditempuh seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Kedua, zuhud diartikan sebagai protes dan moral dalam Islam. Dalam kehidupan pesantren, praktik asketisme sangat lekat dilakukan oleh para santri dalam proses belajar yang sudah dilakukan selama di pesantren. Seperti apakah itu?

Nilai-nilai dan Budaya Pesantren

Masalah pesantren yang baru-baru ini cukup familiar dengan beberapa masalah seperti, pembunuhan santri yang dilakukan oleh seniornya kemudian dibakar pada saat tidur, kematian santri yang dilakukan oleh seniornya ketika mengikuti kegiatan pondok pesantren, menjadi pukulan keras bagi dunia pesantren untuk melihat secara detail.

Seperti apa pola relasi yang dibangun di pondok pesantren. Dari beberapa kasus yang cukup memilukan itu, tidak kemudian menjadikan pesantren sebagai lembaga pendidikan yang ditakuti oleh masyarakat.

Kasus tersebut justru menjadi salah satu peringatan bahwa beberapa santri yang belajar di pesantren, berdasarkan latar belakang yang berbeda memiliki tantangan untuk menempa diri dan mengevaluasi nilai-nilai di pesantren untuk diterapkan dalam menjalankan kehidupan di tengah-tengah masyarakat.

Bagaimanapun, pesantren menjadi salah satu Lembaga pendidikan kuat untuk dipercaya oleh masyarakat sebagai wadah berproses dan menempa diri bagi seseorang.

Pesantren menjadi ruang yang cukup dipercaya oleh masyarakat sebagai alternatif utama bagi seseorang dalam mempelajari agama, sebagai landasan hidup.

Hal ini juga ditegaskan oleh Gus Dur, dalam tulisannya yang berjudul, “Pesantren sebagai Subkultur.”

Terdapat dua unsur yang diterapkan di pesantren. Pertama, peniruan. Peniruan terhadap sifat, perilaku yang diajarkan Rasulullah dan menjadi dasar para santri untuk hidup di kehidupan pasca pesantren.

Kedua, pengekangan. Pesantren memiliki aturan dan segala SOP agar para santri disiplin dalam menjalankan kehidupan.

Hal ini terlihat dari kewajiban para santri untuk sholat tahajjud, dhuha, mengaji, ataupun melakukan kegiatan yang menjadi ciri khas sebuah pesantren.

Unsur pengekangan tersebut memiliki dampak positif terhadap para santri untuk membentuk jati dirinya sebagai manusia.

Selain itu, Gus Dur  memaparkan bahwa kehidupan di pesantren diwarnai oleh asketisme yang dikombinir dengan kesediaan melakukan segenap perintah kiai guna memperoleh berkah kiai.

Bagi seorang santri, berkah inilah yang menentukan hidupnya di masa yang akan datang.

Relasi yang dibangun para santri kepada kiai, tidaklah bisa dijelaskan oleh logika berpikir yang sederhana.

Sebab hal itu melampaui dari segala aspek fisik yang bisa dijangkau oleh akal.

Salah satu praktik asketisme yang ditunjukkan oleh para santri adalah, beberapa pesantren menerapkan tentang tata cara hidup yang begitu sederhana.

Seperti minimal baju yang harus dibawa dan dipakai di pesantren.

Dalam konteks ini, seperti apapun latar belakang orang yang belajar, kaya ataupun miskin, pakaian yang dikenakan haruslah sama.

Praktik ini secara sederhana membuat seorang santri akan memaknai hidup untuk tidak terlalu memuja dunia dengan segala kemewahannya.

Sebenarnya ada banyak hal yang diterapkan di pesantren dalam menerapkan kehidupan asketik.

Lembaga pendidikan ini menjadi ruang menempa diri santri, menyiapkan pengetahuan agama agar bisa diimplementasikan dalam kehidupan yang luas di tengah-tengah masyarakat. []

Muallifah

Mahasiswa S2 Universitas Gajah Mada, Penulis lepas

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *