Seorang Pendakwah Jangan Asal Tuding!!

 Seorang Pendakwah Jangan Asal Tuding!!

(Hukum Menuduh Dalam Pandangan Fikih. Hal Ini Menyusul Banyaknya Para Pendakwah yang Asal Menuding Sesama Umat Islam itu Sendiri)

HIDAYATUNA.COM – Belakangan ini dalam pergaulan masyarakat tidak jarang dijumpai sikap saling menuduh tentang berabagai persoalan. Mulai dari tuduhan pencemaran nama baik, tuduhan penistaan dan lain sebagainya. Aksi teuduh menuduh demikinan bahkan sampai pada pelaporan ke pihak yang berwajib (Polisi) meskipun pada akhirnya tidak terbukti. Banyak diantara tuduh menuduh terjadi karena memang ketidak mengertian, kebencian dan ketidakmauan untuk ber-tabayyun. Celakanya Perilaku tersebut didasari anggapan yang berbeda dengan dirinya pasti salah.

Melihat fenomena bermasyarakat yang demikian wajar kita berprihatin. Maka dari itu perlu rasanya menelaah bagaimana Islam memandang tuduh menuduh dalam pergaulan masyarakat. Allah SWT berfirman:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra’: 36)

Ketidaktahuan atau ketidak mengertian kerap menjadi faktor tuduh menuduh terjadi. Tidak jarang juga hanya bersumber dari apa yang didengar dari orang lain atau disaksikan dalam tayanagn video dijadikan dasar sebuah tuduhan. Padahal penuduh belum mengkonfirmasi langsung bagaimana kebenarannya kepada pihak yang bersangkutan. Islam sangatlah melarang hal demikian, jangankan menuduh berperasangka buruk saja dilarang. Allah SWT bahkan memberikan peringatan kepada orang-orang yang berperasangkan buruk akan binasa.

وَظَنَنْتُمْ ظَنَّ السَّوْءِ وَكُنْتُمْ قَوْمًا بُورًا

Artinya:  “dan kamu telah menyangka dengan sangkaan yang buruk dan kamu menjadi kaum yang binasa.” (QS. Al-Fath: 12)

Dalam menyikapi persoalan tuduh menuduh, para ulama fikih menggunakan landasan landasan kaidah fikih yang berbunyi:

(البينة على المدعي واليمين على من أنكر ( أو عل المدعى عليه

Artinya: “Bagi yang penuduh (pendakwa) wajib membawa bukti, sedangkan yang mengingkari (terdakwa) cukup bersumpah”.

Kaidah ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW:

   لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْواهُم ، لادَّعى رِجالٌ أموالَ قَومٍ ودِماءهُم ولكن البَيِّنَةُ على المُدَّعي واليَمينُ على مَنْ أَنْكر  

Artinya: Andai semua klaim (tuduhan) manusia itu diterima, maka akan ada banyak orang yang mengklaim untuk menguasai harta orang lain, atau menuntut darah orang lain. Namun, mendatangkan bukti itu tanggung jawab orang yang mengklaim dan sumpah untuk mengingkari menjadi hak yang diklaim.” (HR. Baihaqi)

Imam An-Nawawi di dalam Syarah Shahih Muslim menjelaskan tentang makna hadits di atas bahwa, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan, seandainya setiap pendakwa (pengklaim) langsung divonis benar hanya dengan dakwaan atau tuduhannya saja kepada orang lain, niscaya hal ini akan menimbulkan banyak orang yang menuduh dan mengaku-ngaku atau mengklaim harta dan darah orang lain. Akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan sesuatu yang dapat menyelesaikan permasalahan antara sesama manusia. Yaitu, dengan diminta (Al-bayyinah) bukti dari si pendakwa.

Islam mengharuskan bahwa setiap tuduhan harus dibuktikan dan dipertanggungjawabkan kebenarannya. Selain itu juga menegaskan bahwa jika tidak benar-benar mengetahui atau menguasai persoalan agar tidak mengeluarkan pendapat atau bahkan menuduhkan dan dianjurkan untuk ber-tabayyun. Bagi orang yang gemar bersuudzon atau bahkan menuduh terncam dengan kebinasaan. Semoga kita semua dapat bersikap lebih bijak dalam menyikapi berbagai persolan dan tidak gampang menuduh atas apa yang dikerjakan orang lain. Wallahu a’lam.

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *