Seorang Afro-Palestina Alami Penyerangan dan Pelecehan

Seorang Afro-Palestina Alami Penyerangan dan Pelecehan (Ilustrasi/Hidayatuna)
HIDAYATUNA.COM, Yerusalem – Nisreen Salem yakni seorang Afro-Palestina dari Mesir yang mengalami penyerangan dan pelecehan. Ia mendapat perlakuan body shaming karena warna kulitnya.
Pria berusia 25 tahun itu adalah salah satu dari setidaknya 400 warga Afro-Palestina dari Nigeria, Mesir, Chad, Senegal dan Sudan. Ia tinggal di dalam tembok Kota Tua Yerusalem yang diduduki, berdekatan dengan kompleks Masjid Al-Aqsa.
“Bagian tersulit adalah ketika saya mulai membenci segala sesuatu tentang diri saya sendiri. Saya dihina dan diserang secara verbal oleh orang Palestina dan Yahudi ke mana pun saya pergi,” katanya. Dilansir dari Middle East Monitor pada Senin (18/04/2022).
Salem mengatakan Tentara Israel selalu mengutuk orang Palestina kulit hitam dan menginterogasi mereka setiap kali mereka lewat. “Begitulah kebanyakan orang di komunitas saya tumbuh,” ungkapnya.
Bekerja sebagai jurnalis foto, pada 18 Oktober tahun lalu Salem berangkat untuk memfilmkan serangan kekerasan yang dilakukan oleh pasukan Israel di Gerbang Damaskus ke Kota Tua yang berfungsi sebagai tempat berkumpul yang populer bagi banyak orang Palestina.
Pelecehan “Rasis” Tentara Israel
Dia tidak bisa lupa terkait peristiwa itu serangan dan gas air mata dan bom. Dia sendirian meliput peristiwa yang terjadi ketika dia didekati oleh beberapa tentara Israel di sebuah pos pemeriksaan militer. Mereka menyerangnya setelah interogasi singkat.
“Saya mengambil beberapa video untuk pekerjaan saya dan tentara Israel mengenal setiap jurnalis di Gerbang Damaskus dan Yerusalem. Mereka dengan cepat mengidentifikasi kami selama bentrokan. Mereka mengenal kami semua dengan sangat baik, bahkan nama kami. Itulah sebabnya saya percaya bahwa mereka telah memutuskan sebelumnya bahwa mereka akan menangkap saya,” ungkap Salem.
Selama penangkapannya, para tentara meneriakkan pelecehan rasis termasuk “budak”, dan menendang serta memukulinya. Sampai dia mati rasa karena ketakutan dan kesakitan. Masih terlihat trauma, dia menjelaskan bagaimana mereka menendangnya.
“Banyak tentara berdiri di atas saya dan saya terkejut. Aku membeku karena tidak tahu harus berbuat apa. Selama penyelidikan, mereka menuduh saya menendang tentara meskipun itu tidak terjadi. Kemudian mereka ingin tahu untuk siapa saya bekerja dan menuduh saya lagi mengirim foto dan memainkan permainan politik,” pungkasnya.