Senja Pertama

 Senja Pertama

Bulir bening mengalir begitu saja seketika ingatan itu tiba-tiba datang di hadapanku, Aku masih duduk di dekat jendela Sebuah restoran di bibir pantai seketika embun luruh begitu saja.

“Syah…? Aku mohon hapus embun itu dari mata mu” Ucap sosok lelaki tinggi berkulit bersih

Iyaa dia suamiku bernama Ahmad Namaku Aisyah aku menikah 3 hari yang lalu melalui proses ta’aruf yg begitu singkat.

“Eh. iyaa kak. Maaf ” jawabku menyeka air mata

“Kamu ingat apa sampai nangis seperti ini” Tatapanya tajam melihat wajahku

“Aku bahagia sekarang sudah ada kamu kak di hadapanku.., maaf aku sebelumnya tidak pernah menghargaimu.., karena aku sempet menerima ta’arufan dari orang lain sedang kamu, dibelakang bela-belain menjaga perasaan ku tanpa peduli dengan perasaanmu maafkan aku kak” Embun itu kembali luruh seiring lisanku berucap aku menunduk untuk menyembunyikan itu.

“Syah sudah (menyeka air mataku dengan tangan lembutnya) kamu tak perlu minta maaf, semua hanya lembaran perjuanganku untuk menjadi sosok Terbaik yang pantas untukmu” Tangannya meraih wajahku dan mendaratkan kecupan singkat di keningku untuk yang pertama kalinya aku hanya menatapnya kaku,

“Kak Aisyah pengen pulang karena disini hanya mengingatkan ku pada perjuangan kakak saat itu” ucapku dengan tatapan sayu memegang tangan Ahmad

“Baiklah sebentar kakak bayar dulu yaa kamu tunggu dulu di sini kakak mau ke toilet sekalian” ucapnya menatap dan berlalu setelah melihatku mengangguk

Iyaa kenangan itu sempat membuatku Terpuruk merasa bersalah karena ketidak pekaan perasaanku

Sore itu, Ada seorang lelaki yang datang untuk bertemu dengan Ayahku dalam proses ta’aruf namanya Irfan, Selepas dia pulang aku pun merasa ada perasaan yg menghalangiku untuk menerimanya, seketika hpku berbunyi ku lihat layar bernama “Kak ahmad” hendak apa dia semalam ini menelponku..? Dengan perasaan campur aduk aku takut dia tau aku sedang proses ta’aruf dengan lelaki lain.

“Bismillah syah.. kamu nunggu di luar yaa aku mau nganterin pesanan kamu tadi sore.. Alpukat tadi aku nyari-nyari Alhamdulillah ketemu” ucap kak ahmad dari seberang.

“Bismillah kak.. disini hujan deras . Besok saja di tempat kerja sudah malam juga kak” balasku namun sudah terputus sambungan.

Seketika aku menatap ke arah pintu yang sengaja aku buka lebar dengan perasaan cemas karena hujan di luar begitu lebat, waktu sudah jam 9 malam. sedang jarak rumahnya jauh sekali dengan rumahku

akhirnya ada motor menepi dengan kondisi basah kuyup.

“Ini syah.. kakak pulang dulu yaa. Jaga perutmu baik-baik biar ngga sakit lagi” ucapnya dengan buru-buru tanpa mematikan motornya menyodorkan sekeranjang buah alpukat dan berlangsung pulang.

Pagi menyapa.., langkahku buru-buru menuju tempat kerja seketika menuju ruanganku, aku berpapasan dengan kak ahmad, namun kali ini terlihat beda dia berjalan seolah tidak melihatku, padahal dia sempat melirik kearahku namun tidak menyapa, so…… iyaa sudah aku kembali berkerja.

Hpku bunyi tanda pesan segera ku lihat ternyata dari kak Ahmad,

“syah aku tunggu kamu nanti sore di Restoran biasa dekat pantai” seketika jariku mengetik balasan

“iyaa”

Aku duduk sendirian di bangku ujung dekat Jendela menatap senja sendirian menunggu kak ahmad datang,

“Sebenci itukah kamu syah” ucap sosok lelaki yg tak asing bagiku, sontak ku jawab

“Apa maksud kakak, duduklah dulu aku menunggu kakak lama sekali”

“Kamu baru menunggu ku beberapa menit disini. bagaimana dengan perasaanku yang menunggumu 2 tahun hanya untuk menjadi sosok penting di hidupmu… Namun..! Apa?! Kamu dengan mudah melupakan setiap detik moment yang aku ukir untuk membuatmu nyaman dengan ku meski dengan jarak sekian, Dengan mudah kamu menerima ta’arufan dari lelaki lain yang baru kamu tau fisiknya, lantas Kamu tidak bisa mengerti perasaanku” bulir bening itu keluar dari kelopak mata yang belum pernah kulihat dia demikian, lisanku terbungkam mendengar kata-katanya, air mataku ikut luruh karena sejujurnya aku merasa sayang hanya saja aku takut,dia hanya menganggapku sebatas sahabat, dan akhirnya aku batalkan Lamaran dari Irfan, dan menyuruh kak ahmad untuk datang menyampaikan keinginannya pada ayah yang akhirnya pernikahan berjalan lancar

Dan sekarang yang aku liat dia benar-benar sosok yang aku impikan sebagai imamku

“Maaf untuk semua luka yang pernah aku ukir waktu itu kak” ucapku dengan menggenggam tanganya ketika sudah di hadapanku

“Mari menikmati senja lupakan luka karena aku akan lebih terluka kalau melihatmu menangis menyesali semuanya” Rangkulanya yang membuatku merasa nyaman

“Aku mencintaimu suamiku karena Allah”

“Aku jauh mencintaimu karena Allah istriku, jadilah penyejuk mataku dan jiwaku “

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *