Seni Merangkai kata Ala Mahbub Djunaidi
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Mahbub Djunaidi adalah salah satu sosok penting dalam dunia jurnalisme dan sastra Indonesia.
Selain dikenal sebagai jurnalis, ia juga seorang sastrawan, penulis, dan politisi. Karyanya dikenal dengan gaya bahasa yang lugas, humoris, dan kritis, menjadikannya seorang perangkai kata yang brilian.
Mahbub Djunaidi lahir pada 27 Juli 1933 di Jakarta. Ia besar di lingkungan keluarga agamis yang kental dengan tradisi keilmuan.
Latar belakang dan pengalaman hidupnya di lingkungan yang sarat dengan intelektualisme dan aktivisme membentuk cara berpikirnya yang kritis dan kreatif.
Sebagai penulis, Mahbub terjun ke dunia jurnalisme sejak muda.
Ia menjadi redaktur di berbagai surat kabar, dan akhirnya menjadi salah satu tokoh penting dalam pers nasional.
Karyanya mencerminkan sikapnya yang tajam terhadap isu-isu sosial, politik, dan kemanusiaan.
Namun, yang membuat Mahbub menonjol bukan hanya pandangan-pandangan kritisnya, melainkan cara ia merangkai kata-kata dengan indah, tepat, dan penuh makna.
Selain itu, Mahbub Djunaidi juga merupakan orang pertama yang menjabat sebagai Ketua Umum PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia).
Salah satu ciri khas dari gaya penulisan Mahbub adalah kemampuannya memadukan humor dengan kritik sosial.
Ini menjadi keunggulan tersendiri dalam menyampaikan pesan yang berat tanpa membuat pembaca merasa terbebani.
Karyanya sering kali mengandung ironi dan sarkasme, tetapi disampaikan dengan cara yang halus dan cerdas.
Melalui humor, Mahbub mampu membuat kritiknya lebih mudah diterima dan dipahami oleh berbagai kalangan.
Mahbub memahami bahwa kata-kata memiliki kekuatan yang luar biasa. Dalam setiap tulisannya, ia selalu memilih kata-kata yang tepat, tidak bertele-tele, tetapi tetap menggugah.
Baginya, setiap kata memiliki makna, dan tugas seorang penulis adalah memaksimalkan potensi setiap kata yang dipilih.
Dari sinilah pembaca dapat belajar bahwa merangkai kata bukan sekadar menyusun kalimat, tetapi juga tentang menemukan keseimbangan antara makna, keindahan, dan efektivitas.
Sebagai seorang jurnalis, Mahbub selalu dekat dengan realitas sosial-politik.
Namun, keistimewaan Mahbub terletak pada kemampuannya untuk “membaca” dunia melalui kata-kata.
Setiap tulisan Mahbub selalu menyuarakan kegelisahan terhadap ketidakadilan, kemunafikan, dan kesenjangan yang ada di masyarakat.
Mahbub tidak segan-segan mengecam, tetapi dalam setiap kecamannya selalu ada rasa humor yang membuatnya tetap terasa manusiawi.
Belajar merangkai kata dari Mahbub Djunaidi berarti belajar untuk peka terhadap dunia sekitar.
Kata-kata yang digunakan bukan hanya sekadar untuk mengungkapkan pikiran, tetapi juga sebagai alat untuk berempati.
Mahbub menunjukkan bahwa seorang penulis tidak bisa lepas dari tanggung jawab sosialnya.
Dengan kata-kata, ia bisa menggerakkan hati, membangkitkan kesadaran, dan mendorong perubahan.
Mahbub juga mengajarkan bahwa merangkai kata tidak harus rumit.
Sering kali, penulis pemula terjebak dalam upaya untuk menampilkan tulisan yang kompleks dan berbelit-belit dengan harapan terlihat intelektual.
Namun, Mahbub menunjukkan bahwa keindahan bahasa justru terletak pada kesederhanaan.
Pilihan kata yang tepat, jelas, dan padat jauh lebih efektif dalam menyampaikan ide-ide besar.
Sebagai contoh, dalam salah satu esainya, Mahbub sering kali menggunakan perumpamaan yang sederhana namun tajam untuk menggambarkan situasi politik Indonesia.
Ia tidak perlu menggunakan istilah akademis yang sulit dimengerti untuk menyampaikan kritik terhadap para elit politik.
Sebaliknya, ia menggunakan analogi yang dapat dipahami oleh siapa saja, tanpa kehilangan esensi kritiknya.
Ini adalah pelajaran berharga bagi siapa pun yang ingin belajar merangkai kata: bahwa keindahan dan kekuatan bahasa terletak pada kemampuannya menjangkau pembaca, bukan pada kompleksitas yang dibuat-buat.
Salah satu pelajaran terbesar dari Mahbub Djunaidi adalah penggunaan humor sebagai senjata dalam merangkai kata.
Humor yang digunakan Mahbub tidak pernah bersifat remeh atau hanya sekadar untuk mengundang tawa.
Sebaliknya, humor dalam tulisan Mahbub sering kali menjadi alat untuk menyampaikan kritik yang tajam dan menohok.
Dalam banyak kasus, humor menjadi cara untuk “melunakkan” kritik yang pedas, membuatnya lebih mudah diterima oleh pembaca.
Humor juga digunakan Mahbub untuk mendekatkan dirinya dengan pembaca.
Dengan menggunakan humor, ia mampu menciptakan ikatan emosional antara dirinya sebagai penulis dengan pembacanya.
Pembaca merasa seperti diajak berdiskusi, bukan diceramahi. Mahbub mengajarkan bahwa dalam merangkai kata, penulis tidak perlu merasa lebih tinggi dari pembacanya.
Sebaliknya, penulis harus mampu menempatkan dirinya sejajar dengan pembaca, berbicara dengan mereka, bukan kepada mereka.
Dalam banyak tulisannya, Mahbub menggunakan analogi dan metafora untuk menjelaskan konsep-konsep yang kompleks dengan cara yang lebih sederhana dan menarik.
Penggunaan alat retorika ini memberikan warna tersendiri dalam setiap tulisannya.
Dengan analogi, Mahbub dapat menjelaskan situasi politik yang rumit dengan cara yang mudah dipahami oleh pembaca awam.
Metafora yang ia gunakan juga selalu segar, membuat pembaca terpikat oleh caranya melihat dunia.
Belajar memahami seni merangkai kata ala Mahbub Djunaidi berarti belajar bagaimana menggunakan analogi dan metafora secara efektif.
Ini bukan sekadar soal gaya, tetapi juga soal cara berpikir. Mahbub mengajarkan bahwa menulis adalah tentang cara melihat dunia.
Penulis harus mampu melihat keterkaitan antara hal-hal yang tampaknya tidak berhubungan, dan dari sana, menciptakan makna baru melalui kata-kata.
Sebagai penulis sekaligus jurnalis, Mahbub Djunaidi meninggalkan warisan yang kaya.
Gaya bahasanya yang khas, humornya yang tajam, dan ketajamannya dalam membaca situasi sosial-politik Indonesia membuatnya menjadi salah satu penulis yang patut dijadikan teladan.
Melalui karya-karyanya, ia mengajarkan bahwa merangkai kata bukan hanya soal menulis, tetapi soal bagaimana kita melihat dan memahami dunia.
Belajar merangkai kata dari Mahbub Djunaidi berarti belajar untuk peka, kritis, dan kreatif dalam menyampaikan gagasan.
Kata-kata bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga alat untuk menciptakan perubahan.
Karena dengan menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan penuh makna, kita bisa menyuarakan kebenaran, membela keadilan, dan mendorong perubahan positif dalam masyarakat.
Dan yang terpenting, konsistensi menjadi tolak ukur sejauh mana kata-kata yang dirangkai dapat menusuk dan merasuk ke dalam sanubari penikmat tulisannya.
Sebagaimana yang Mahbub Djunaidi katakana, “aku akan menulis dan akan terus menulis, sampai tak mampu lagi menulis.” []