Selerbitis Berebut Cium Tangan, Habib Umar bin Hafidz Bagikan Kisah Menginspirasi
HIDAYATUNA.COM – Ulama terkemuka asal Yaman, Habib Umar bin Hafidz memberikan ceramah yang menggetarkan hati di hadapan para tokoh terkenal dari dunia seni, selebritis, influencer, dan pengusaha Indonesia.
Acara yang berlangsung di Masjid Istiqlal ini menjadi panggung bagi Habib Umar untuk berbagi hikmah dan inspirasi yang luar biasa kepada para hadirin yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat.
Tidak hanya sendiri, Habib Umar bin Hafidz ditemani oleh dua murid setianya, yaitu Habib Jindan bin Novel bin Salim bin Jindan dan Habib Ali Zaenal Abidin yang berasal dari Malaysia. Acara ini dipandu oleh dua MC ternama, yaitu Ronal Surapraja dan Irfan Hakim, yang berhasil menjaga alur acara dengan penuh keceriaan dan profesionalisme.
Di antara selebritis dan tokoh terkenal yang turut memeriahkan acara ini adalah vokalis grup band Wali Faank, pemeran cantik Kartika Putri, penyanyi muda berbakat Dul Jaelani, serta sosok Abidzar yang tak kalah karismatik. Tak hanya itu, aktor ternama Vino G Bastian, pembawa acara populer David Chalik, dan tokoh agama yang dihormati, Ustadz Subki, juga hadir dalam barisan tamu istimewa.
Dalam acara ini, mereka semua seolah berlomba melupakan status selebritis, para hadirin begitu bersemangat ingin menjabat tangan bahkan mencium tangan ulama besar ini. Habib Umar bin Hafidz, yang berasal dari Kota Tarim, Hadramaut, Yaman, dengan rendah hati menerima penghormatan ini, menyiratkan kedalaman pengaruh dan kebijaksanaan spiritual yang dimilikinya.
Tak hanya menghadirkan momen-momen emosional, Habib Umar bin Hafidz juga membagikan kisah yang sarat dengan makna mendalam. Salah satu cerita yang menggetarkan hati adalah kisah tentang seorang Wali yang dikenal sebagai Ibrahim bin Adham. Habib Umar memulai cerita ini dengan ungkapan penuh nuansa yang diterjemahkan oleh muridnya, Habib Jindan.
Kisah ini mengisahkan tentang Ibrahim bin Adham, yang dulunya bekerja sebagai penjaga kebun. Dalam satu insiden, Ibrahim ditantang oleh seorang preman yang menginginkan buah dari kebun yang dijaga sang wali. Namun, Ibrahim dengan tegar menolak permintaan ini karena tahu bahwa buah-buah tersebut bukanlah miliknya untuk diberikan.
Sayangnya, preman tersebut tidak menerima penolakan ini dengan lapang dada. Kekerasan fisik pun terjadi, dan tangan kasar preman itu menyentuh tubuh lembut Ibrahim. Namun, sikap Ibrahim bin Adham tetap tegar dan penuh hikmat. Dia berkata, “Silakan pukul kepala saya, namun hak yang bukan milikmu tidak akan pernah ku serahkan.”
Tidak hanya sebagai cerita konvensional, kisah ini menyentuh dimensi spiritual yang mendalam. Setelah memukuli Ibrahim bin Adham tanpa berhasil mendapatkan buah-buahan, preman itu kemudian menyadari kesalahannya. Dari kejauhan, suara seorang saksi terdengar memberi tahu bahwa orang yang dipukulinya adalah Wali besar, Ibrahim bin Adham. Kehadiran saksi ini memberikan pelajaran berharga tentang kedalaman spiritual dan pengetahuan yang dimiliki oleh para Wali.
Tersebutlah saat preman itu memutuskan untuk mendatangi Ibrahim bin Adham dan meminta maaf atas perbuatannya. Namun, yang memukau adalah tanggapan sang Wali. Meskipun dipukuli, Ibrahim bin Adham dengan rendah hati telah memaafkan preman tersebut sejak awal. Alasannya adalah kebijaksanaan spiritual yang tak ternilai: ia tak ingin membalas dendam yang hanya akan menambah dosa pada preman tersebut.
Habib Umar bin Hafidz menyajikan cerita ini dengan ungkapan penuh makna, menjelaskan alasan di balik sikap pengampunan yang begitu tulus. “Saya dapat pahala berkat engkau yang memukuli saya. Saya tidak ingin menjawab dengan dosa, sehingga aku harus memaafkan saat itu juga,” ungkap Habib Umar, menutup cerita yang penuh hikmah tentang Wali yang bernama Ibrahim bin Adham.
Sebagai catatan akhir, ini bukan kunjungan pertama Habib Umar bin Hafidz ke Indonesia. Sebelumnya, beliau juga memberikan ceramah di Masjid Istiqlal dalam kegiatan yang diadakan oleh Majelis Rasulullah. Selama berada di Indonesia, Habib Umar memiliki rencana untuk berbicara di berbagai wilayah, menjalin ikatan spiritual yang tak terbatas dengan masyarakat yang haus akan hikmah dan inspirasi.