Selayang Pandang Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary
HIDAYATUNA.COM – Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, seorang ulama besar dari Nusantara, lahir pada tahun 1710 di Tanah Banjar, sebuah wilayah yang kini terletak di Kalimantan Selatan, Indonesia. Namun, meskipun lahir di sana, dampak pemikiran dan ajarannya meluas ke seluruh kepulauan Nusantara dan bahkan ke berbagai penjuru dunia Islam.
Kehidupan beliau dipenuhi dengan perjalanan intelektual, pelayanan agama, dan keberanian politik. Melalui pengabdian dan kontribusinya dalam bidang agama dan pendidikan, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari telah meninggalkan warisan yang kuat dan berkelanjutan bagi masyarakat Muslim Indonesia.
Dari usia muda, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari menunjukkan ketertarikan yang mendalam pada ilmu agama. Beliau belajar di bawah bimbingan para ulama terkemuka pada zamannya, menyerap pengetahuan dari berbagai disiplin agama, termasuk tafsir, hadis, fikih, dan tasawuf.
Ketekunan dan kecerdasannya segera menjadi sorotan, dan ia dikenal sebagai seorang yang sangat pandai dalam memahami serta mengajarkan ilmu agama. Salah satu ciri khas Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari adalah keberaniannya dalam menyampaikan pendapatnya, terutama dalam konteks politik dan sosial.
Beliau tidak hanya berbicara tentang masalah agama, tetapi juga tentang keadilan sosial, kebebasan, dan kesejahteraan umat Islam. Dalam era di mana pemerintahan kolonial Belanda mulai mengambil alih kontrol atas wilayah Nusantara, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari menjadi salah satu suara terkemuka yang menentang penjajahan tersebut.
Namun, jangan salah, keberaniannya bukanlah semata-mata berasal dari retorika politik. Beliau juga aktif dalam membangun institusi pendidikan yang kuat, mengajarkan nilai-nilai Islam yang mendorong kemandirian dan pemahaman yang mendalam terhadap ajaran agama.
Beliau adalah mendirikan pesantren Darul Ulum di Martapura, Kalimantan Selatan, yang menjadi pusat pembelajaran Islam yang berpengaruh di wilayah tersebut. Pesantren Darul Ulum tidak hanya menjadi tempat pembelajaran agama, tetapi juga menjadi pusat penyebaran ide-ide keadilan sosial dan kebebasan.
Di sini, murid-muridnya tidak hanya belajar tentang agama, tetapi juga tentang keadilan, toleransi, dan tanggung jawab sosial. Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari mengajarkan bahwa agama harus menjadi sumber inspirasi untuk perubahan positif dalam masyarakat, bukan alat untuk penindasan atau penjajahan.
Selain itu, beliau juga dikenal karena karyanya dalam bidang literatur agama. Karya-karya tulisnya, termasuk tafsir Al-Qur’an dan kumpulan khutbah, telah menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang. Bahkan setelah wafatnya, karya-karya tersebut tetap menjadi bahan bacaan yang penting dalam tradisi intelektual Islam di Indonesia.
Salah satu karya Syekh Muhammad Arsyad yang paling terkenal ialah Kitab Sabilal Muhtadin, atau nama lengkapnya adalah Sabilal Muhtadin lit-tafaqquh fi amriddin, Kitab ini membahas tentang membahas tentang qaidah fiqh madzhab Syafi’i. Selain itu, beliau juga menulis kitab-kitab lain dalam bidang akidah, ilmu falak, faraid serta tasawwuf.
Keberanian, ketekunan, dan kecintaannya pada ilmu agama adalah sifat-sifat yang membentuk karakter Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Meskipun hidup di zaman yang penuh dengan tantangan politik dan sosial, beliau tidak pernah berhenti berjuang untuk keadilan dan kebenaran.
Warisan intelektual dan spiritual yang ditinggalkannya telah menjadi sumber inspirasi bagi generasi-generasi Muslim Indonesia yang datang setelahnya. Penting untuk diingat bahwa kontribusi Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari tidak hanya relevan dalam konteks sejarah, tetapi juga dalam konteks masa kini.
Nilai-nilai yang ditanamkannya, seperti keberanian, keadilan, dan kecintaan pada ilmu, tetap menjadi landasan yang kuat bagi masyarakat Muslim Indonesia dalam menghadapi tantangan zaman ini.
Sebagai seorang yang tidak pernah ragu untuk berdiri teguh atas keyakinannya, beliau adalah contoh yang menginspirasi bagi kita semua untuk tetap berjuang demi kebenaran dan keadilan, dalam segala kondisi dan situasi. Beliau meninggal pada 1812 di usia 102 tahun dan dimakamkan di Kalampayan, Kecamatan Astambul Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.