Sekretaris JATMAN Minta Publik Hati-Hati Pilih Tarekat

 Sekretaris JATMAN Minta Publik Hati-Hati Pilih Tarekat

Sekretaris JATMAN Minta Publik Hati-Hati Pilih Tarekat (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Sekretaris Awal Jamiyyah Ahlit Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyah (JATMAN), KH Ali M. Abdillah menyebut tidak semua tarekat berhaluan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Namun ada pula tarekat yang cendrung tidak mengarahkan ke jalan yang benar. Oleh karenanya perlu berhati-hati dalam memilih tarekat.

Hal itu menjadi alasan NU kemudian mendirikan JATMAN, yakni sebagai wadah menyaring sejumlah tarekat yang dianggap muktabarah. Ia menyampaikan bahwa nama organisasi ini mencantumkan penegasan al-Mu’tabarah an-Nahdliyah. Masyarakat harus jeli dalam memilih tarekat.

“Ini penegasan yang sangat jelas, yaitu tarekat yang muktabarah,” kata Ali M. Abdillah dikutip dari NU Online, Kamis (14/07/2022).

Kiai Ali menjelaskan, bahwa muktabarah yang dimaksud berarti tarekat tersebut berpegang pada syariat Nabi, baik lahir maupun batin, dan berpegang pada dalil-dalil Alquran, hadis, ijmak, dan qiyas.

“Prinsip ini menjadi landasan utama pengikut tarekat muktabarah,” jelasnya.

Selain itu, dalam hal akidah, sebagai fondasinya tarekat tersebut berpijak pada pemahaman akidah Asyariyah dan Maturidiyah.

“Prinsip ini sangat penting bagi pengikut tarekat muktabarah karena jika tidak, akan terjadi seperti pengikut tarekat yang berani menabrak aturan syariat,” ucapnya.

Kiai Ali menambahkan bahwa terdapat beberapa perbedaan antara tarekat yang muktabarah dan tidak muktabarah.

Menurutnya, tarekat muktabarah selalu mengedepankan syariat. Dalam hal salat wajib, misalnya, tetap harus dilakukan sebagaimana mestinya dan disempurnakan dengan shalat sunnah rawatib dan shalat sunnah lainnya.

“Dalam melaksanakan kewajiban salat fardhu, (di tarekat tidak muktabarah) ada sikap menganggap enteng. Sementara di tarekat muktabarah, salat wajib dan sunnah bagian dari kaifiyat yang dilaksanakan oleh seorang salik,” ujarnya.

Sementara bagi tarekat yang ghairu muktabarah, hal hal yang statusnya wajib dianggap enteng. “Bagaimana yang sunnah?” ungkapnya.

Romandhon MK

Peminat Sejarah Pengelola @podcasttanyasejarah

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *